Mongabay.co.id

Jambu Mete yang Bukan Keluarga Jambu

 

 

Jambu mete [Anacardium occidentele] di kalangan masyarakat disebut juga jambu monyet. Mengapa? Jawabnya, karena bentuk bijinya dianggap mirip ketika monyet bergelantungan. Padahal, tidak ada korelasi ilmiah sama sekali.

Nah, biji inilah yang sering kita sebut kacang mete atau kacang mede, yang diolah menjadi makanan ringan. Sementara itu, bentuk buahnya seperti jambu air atau jambu bol.

Baca: Umbut Rotan yang Enak Dimakan

 

Jambu mete yang sering disebut jambu monyet. Foto: Pixabay/bobbyvj0/Public Domain

 

Bukan jambu tapi jenis mangga

Ada hal menarik tentang jambu mete.

Merujuk situs Digitani.IPB.ac, sesungguhnya jambu mete masuk keluarga Anacardiaceae. Fakta ini sangat unik, sebab Anacardiaceae merupakan kerabat tanaman mangga. Jika mete merupakan jambu, seharusnya berasal dari keluarga Myrtaceae seperti jambu air atau jambu biji.

Jadi, jambu mete dan jambu air berbeda famili, tidak memiliki hubungan kekerabatan. Jambu air dari keluarga Myrtaceae sedangkan jambu monyet dari Anacardiaceae.

Bentuk jambu mete yang sangat khas, kadang membuat kita bingung menentukan bagian buahnya. Bagian menonjol berbentuk seperti ginjal yang diolah menjadi kacang mete merupakan buah sejati.

“Sementara, bagian daging lunak berwarna kuning hingga merah yang kebanyakan orang mengira sebagai buah, justru merupakan perbesaran tangkai buah. Atau, biasa disebut sebagai buah semu,” jelas tulisan tersebut.

Baca: Smulen, Aren Unggulan Nasional dari Bengkulu

 

Jambu mete yang sesungguhnya dari keluarga mangga. Foto: Pixabay/emidie/Public Domain

 

Bukan asli Indonesia

Jambu mete bukan tanaman asli Indonesia, tetapi dari Brasil.

Penelitian Deasy Kristiana dari Universitas Islam Indonesia, menjelaskan tanaman ini dibawa  pelaut Portugis ke India sekitar 400-an tahun silam.

“Kemudian menyebar ke daerah tropis dan subtropis lainnya seperti Bahana, Senegal, Kenya, Madagaskar, Mozambik, Sri Lanka, Thailand, Malaysia, Filipina, dan Indonesia,”

Tanaman jambu mete terdiri beberapa varietas yang masing-masing dapat dibedakan bardasarkan warna, bentuk buah semu, rasa, dan ukuran biji. Berdasarkan warna, ada yang merah, kuning, dan jingga.

Varietas jambu mete berwarna jingga diduga berasal dari hasil persilangan alamiah antara varietas merah dan kuning. Jika jambu mete merah dominan, akan menghasilkan jambu mete  jingga kemerah-merahan.

“Jika jambu mete berwarna kuning dominan, yang muncul adalah  jingga kekuning-kuningan.”

Dalam penelitian itu dijelaskan, jambu mete mengandung senyawa kimia seperti tanin, polifenol, asam anakardat dan kardol yang bermanfaat sebagai anti bakteri dan antiseptik.

“Selain itu juga terdapat senyawa karbohidrat, protein, lemak, air, serat, Vitamin B1, B2, C.”

Baca: Kisah Sipatuo 2, Kelompok Tani HKm yang Sukses Kembangkan Mete dan Sapi

 

Jambu mete yang bijinya kita namakan kacang mete. Foto: Wikimedia Commons/Abhishek Jacob/CC BY-SA 3.0

 

Varietas unggul

Di Indonesia ada varietas jambu mete unggulan yang sudah disertifikasi oleh Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian. Namanya, Muna. Warna buahnya semu merah kekuningan.

Pada umur 29 tahun, produksi gelondongnya sekitar 17,44 kg/pohon. Berat gelondong sekitar 8,39 g/butir. Varietas ini sudah mendapat SK Menteri Pertanian Nomor: 3380/Kpts/SR.120/3/2011, tanggal 28 Maret 2011.

Sementara, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri [Balittri] telah meluncurkan 5 varietas unggul jambu mete, yaitu GG-1 spesifik Jawa Tengah dan Jawa Timur, MR-851 dan PK-36 spesifik Sulawesi Selatan, serta SM-9 dan BO-2 spesifik Jawa Barat. Di Indonesia, tanaman tersebut banyak dibudidayakan di Wonogiri, Jawa Tengah.

Keberhasilan bertani jambu mete telah dirasakan Kelompok Hutan Kemasyarakatan [HKm] Sipatuo 2 Desa Mattirotasi, Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Seperti yang diberitakan Mongabay sebelumnya, ada anggota kelompok ini yang menanam ratusan jambu mete dalam lahan 2 hektar, menghasilkan 40 juta untuk sekali panen.

Masyakat Desa Mattirotasi berkebun pada lahan hutan melalui skema perhutanan HKm. Diajukan tahun 2010, SK penetapan HKm diterima sejak tahun 2012. Kelompok Sipatuo 2 sendiri dibentuk sejak tahun 1999.

 

Exit mobile version