Mongabay.co.id

Mengapa Jenis Ini Dijuluki Anggrek Macan?

 

 

Namanya anggrek tebu, namun dijuluki anggrek macan.

Grammatophyllum speciosum adalah jenis anggrek terbesar di dunia. Grammatophyllum merupakan marga anggrek tropis yang memiliki 12 jenis.

Destario Metusala, peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, menjelaskan anggrek tebu memiliki tinggi batang semu sekitar 1,5 meter hingga 3 meter. Satu rumpun anggrek dewasa dapat mencapai berat 1 ton, dengan panjang rumpun sekitar 3 meter.

Daunnya seperti linear, berbentuk persegi empat sempit yang tersusun dua baris. Panjang daun 50-100 cm dengan lebar 3 cm.

Berdasarkan tipe pertumbuhannya, jenis ini termasuk tipe simpodial. Artinya, tidak memiliki batang utama, bunga ke luar dari ujung batang dan berbunga kembali dari anak tanaman yang tumbuh.

“Batang semu dan daunnya akan terkulai dari pangkal saat tua,” kata Destario kepada Mongabay Indonesia, Kamis [06/10/2022].

Anggrek tebu adalah tumbuhan epifit [menumpang] pada pohon-pohon besar di dataran rendah beriklim tropis.

“Spesies ini dikenal dengan nama anggrek tebu di berbagai daerah, sebab kemiripan daunnya dengan tanaman tebu [Saccharum officinarum].”

Destario menuturkan, anggrek tebu berbunga setiap dua hingga empat tahun, dengan bunga bertahan hingga dua bulan. Ukuran bunga cukup besar, berdiameter hingga 10 cm.

Bunganya berwarna kuning dengan bintik-bintik cokelat, merah, dan merah kehitaman. Tangkai bunga keluar di pangkal tangkai rumpun.

“Motif inilah yang membuat sebagian orang menyebutnya anggrek macan.”

Baca: Umbut Rotan yang Enak Dimakan

 

Anggrek tebu yang dijuluki anggrek macan karena corak bunganya yang mirip macan. Foto: Board of Trustees, RBG Kew/creativecommons.org/licenses/by/3.0

 

Anggrek liar terancam punah

Di habitat alami [hutan], anggrek merupakan tumbuhan kategori langka, bahkan hampir punah. Sofi Mursidawati, kurator Anggrek dan Raflesia BRIN menjelaskan hal tersebut, karena anggrek sangat bergantung pada satu item, yaitu pohon yang ditumpanginya.

“Anggrek liar sangat bergantung pada pohon tempat hidupnya,” terang Sofi kepada Mongabay Indonesia, Kamis [06/10/2022].

Jika pohon tumpangan ditebang atau mati, maka anggrek ikut mati. Bila pun hidup, tidak bertahan lama. Termasuk anggrek tebu, yang sebagian besar sangat mengantungkan hidupnya di pohon.

“Itulah sebabnya, sebagian besar anggrek tercantum dalam daftar Appendix II Cites [Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora],” terang Sofi.

Baca: Para Penyelamat Anggrek Rawa Gambut Batang Damar

 

Bunga anggrek tebu yang bermotif macan. Foto: Board of Trustees, RBG Kew/creativecommons.org/licenses/by/3.0

 

Asal usul penamaan

Merujuk Royal Botanic Garden Kew, nama generic anggrek tebu, yaitu Grammatophyllum sesungguhnya berasal dari Bahasa Yunani untuk “huruf” [gramma] dan “daun” [phyllon]. Sebutan ini merujuk pada tanda-tanda gelap dan mencolok pada kelopak bunga, kalau diperhatikan menyerupai tulisan.

Salah satu anggrek tebu paling besar yang pernah tercatat, yaitu saat pameran besar tahun 1851 di Hyde Park di London. Saat itu dipajang anggrek tebu dengan berat dua ton dalam satu rumpun.

Anggrek ini berasal dari wilayah hutan hujan tropis dataran rendah, seperti Indonesia [Sumatera, Jawa, Sulawesi], Laos, Myanmar, Thailand, Vietnam, dan Malaysia.

“Tercatat juga ditemukan di Filipina, New Guinea, dan Kepulauan Solomon,” jelas Royal Botanic Garden Kew.

Baca: Menyelamatkan Anggrek Hutan, Menyelamatkan Kehidupan

 

Pohon anggrek tebu saat berbunga. Foto: Board of Trustees, RBG Kew/creativecommons.org/licenses/by/3.0

 

Ramai peminat

Dengan alasan bunga yang cantik, anggrek tebu kini menjadi jenis yang banyak diminati masyarakat.

Berdasarkan penelitian Ellok Dwi Sulichantini, Susylowati, dan Ariya Ramadhan di Jurnal AGRIFOR Volume XIX Nomor 2, Oktober 2020, berjudul “Respon Morfogenesis Eksplan Pucuk Anggrek Tebu (Grammatophylum speciosum Blume) Secara In Vitro terhadap Beberapa Konsentrasi Kinetin” dijelaskan mengenai sulitnya ditemukan anggrek tebu di habitat aslinya. Hal ini dipengaruhi perubahan atau rusaknya habitat, akibat penebangan hutan dan alih guna lahan.

“Eksploitasi anggrek tebu di alam akan mengakibatkan kepunahan.”

Peneliti mendorong upaya kegiatan konservasi. Salah satu cara, dengan teknik perbanyakan kultur jaringan. Ini dapat dilakukan tanpa perlu adanya asosiasi dengan mikoriza.

“Teknik kultur jaringan merupakan solusi perbanyakan biji yang tidak mempunyai cadangan makanan seperti anggrek, menggunakan media buatan kaya nutrisi.”

Teknik ini dinilai mempunyai kelebihan dapat menghasilkan bibit dalam jumlah banyak dengan waktu cepat. Bibit seragam dan pengadaan bibit tidak tergantung musim, serta memerlukan ruang relatif kecil.

 

Adi Ismanto menunjukkan anggrek macan di Taman Sakat Lebung Panjang, Desa Jambi Tulo, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Tahun 2018, BRIN [saat itu LIPI] telah melaksanakan konservasi anggrek Grammatophyllum speciosum melalui kegiatan eksplorasi di hutan-hutan Indonesia, dengan pengembangan secara in vitro maupun ex vitro. Termasuk pengembangan benih sintetik.

“Ukuran tanaman dan perbungaan yang besar, serta bunga yang menarik menjadikan jenis ini terancam di habitat alaminya,” tulis BRIN.

 

Adi Ismanto bersama Gerakan Muaro Jambi Bersakat [GMJB] terus menyelamatkan spesies anggrek liar yang terancam punah karena rusaknya hutan di Jambi. Foto: Rahmadi Rahmad/Mongabay Indonesia

 

Obat herbal lokal

Penelitian Tri Suwarni Wahyudiningsih, Yanetri Asi Nion, dan Pahawang dalam Jurnal Biodjati, 2 [2] 2017 berjudul “Pemanfaatan Anggrek Spesies Kalimantan Tengah Berbasis Kearifan Lokal yang Berpotensi Sebagai Bahan Obat Herbal” menjelaskan bahwa anggrek tebu atau anggrek tewu tedung [nama lokal di Kalimantan Tengah] dimanfaatkan masyarakat setempat untuk mengobati mioma.

Mioma adalah pertumbuhan massa atau daging di dalam atau luar rahim wanita yang tidak bersifat ganas.

“Bagian anggrek tebu yang digunakan sebagai obat adalah batang dan daun,” tulis peneliti.

Caranya, batang dan daun dicuci bersih kemudian direbus menggunakan air 400 ml selama 15 menit.

“Setelah dingin, air rebusan disaring dan dapat diminum dua kali sehari.”

Sejauh ini menurut para peneliti, kajian mengenai pemanfaatan jenis anggrek di Indonesia untuk obat herbal belum banyak diteliti.

Berdasarkan catatan BRIN, terdapat 750 famili anggrek di dunia dengan 43 ribu spesies, dan 35 ribu varietas hibrida. Di Indonesia, terdapat 5 ribu spesies anggrek. Rinciannya, 986 spesies tersebar di hutan Pulau Jawa, 971 spesies di hutan Sumatera, 113 spesies di Kepulauan Maluku, sisanya di Sulawesi, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Papua.

 

Exit mobile version