Mongabay.co.id

Inisiatif Anas dan Harapan Baru Konservasi Penyu di Pulau Lanjukang

 

Anas (27) terlihat sumringah sambil menunjuk ke sebuah gundukan pasir yang telah dipagari seng dan kayu, tempat di mana puluhan telur penyu berada. Tak jauh dari tempat itu terdapat wadah gabus berisi puluhan tukik yang sebentar lagi akan rilis ke alam.

Anas adalah pemuda dan nelayan di Pulau Lanjukang, Kelurahan Barrang Caddi, Kecamatan Kepulauan Sangkarrang, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Ia adalah nelayan penangkap gurita di musim-musim tertentu. Di sela-sela waktunya ia gunakan untuk berjalan di pesisir pantai mencari lubang-lubang di mana penyu bertelur di musim tertentu.

Kebiasaan ini baru dilakukan beberapa bulan lalu. Bersama temannya Yusri, ia tergerak melakukannya setelah mendapat penjelasan dari pihak Balai Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar dalam sebuah workshop yang diadakan oleh Yayasan Konservasi Laut (YKL) Indonesia melalui program Proteksi Gama.

“Saya baru tahu kalau penyu itu penting itu dijaga makanya saya tergerak untuk melindungi,” katanya, Sabtu (1/10/2022) lalu.

Penyu-penyu itu sendiri telah lama diketahuinya berada di pesisir pantai. Ia sering melihat warga sekitar mencari telur penyu untuk kebutuhan konsumsi. Tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan pangan, namun telur penyu itu juga diyakini bisa memberi kekuatan bagi vitalis pria jika dikonsumsi.

“Kalau di sini sih tak ada yang dijual, hanya untuk dimakan saja. Ini sudah jadi kebiasaan sejak lama.”

baca : Pulau Langkai, Surga Penyu yang Terlupakan

 

Anas (dua dari kiri) menunjukkan lubang telur penyu yang telah dia pagari menggunakan kayu dan seng selain sebagai penanda, pemagaran itu juga bertujuan untuk menjaga dari predator lain yang ada di sekitar lokasi. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Menurut Anas, langkah awal yang dilakukan setelah mengetahui pentingnya menjaga penyu tersebut adalah dengan memagari lokasi bertelur menggunakan kayu dan seng yang ditemukannya di sekitar pantai. Selain sebagai penanda, pemagaran itu juga bertujuan untuk menjaga dari predator lain yang ada di sekitar lokasi.

Setelah tukik menetas ia memindahkan ke tempat penangkaran tukik yang dibuat atas inisiasi sendiri. Setelah besar dilepas ke laut, kadang ditawarkan ke wisatawan yang datang untuk pelepasan dengan harga Rp10 ribu-20 ribu, sehingga ini bisa menjadi tambahan penghasilan.

Inisiatif yang dilakukan Anas mendapat perhatian dari YKL Indonesia yang kemudian memberikan perhatian khusus atas inisiatif yang dilakukan oleh Anas karena lahir dari kesadaran nelayan tersebut sendiri dan dilakukan secara mandiri.

“Perlu didukung dan mendapatkan pendampingan serta dukungan lainnya. Apalagi penyu yang sering ditemukan adalah penyu sisik dan penyu hijau yang merupakan spesies kunci yang dilindungi. Memang informasi awal yang kami terima bahwa kedua jenis penyu ini memang sering ditemukan di perairan setempat. Di Pulau Lanjukang bisa ditemukan 15-20 lubang, sementara di Pulau Langkai ada sekitar 3-5 lubang penyu,” ungkap Adi Zulkarnaen, fasilitator dari YKL Indonesia.

Menurut Zulkarnaen, Pulau Lanjukang sendiri memang sangat ideal untuk perlindungan penyu karena penduduk yang sedikit dan tak begitu padat, sehingga kurang aktivitas warga yang bisa mengganggu lokasi telur. Selain itu pulau ini dikenal sebagai pulau wisata, sehingga ada potensi wisata untuk peralihan tukik ke laut.

baca juga : Melepas Tukik di ‘Rumah Tinggal Penyu’ Pulau Kapoposang   

 

Pelepasan tukik ke laut oleh Jaring Nusa, YKL Indonesia dan warga Pulau Lanjukang. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Penyu sisik (Eretmochelys imbricata) adalah jenis penyu terancam punah yang tergolong dalam familia Cheloniidae. Penyu ini adalah satu satunya spesies dalam genusnya yang memiliki persebaran di seluruh dunia, dengan dua subspesies terdapat di Atlantik dan Pasifik.

Sementara penyu hijau (Chelonia mydas) adalah penyu laut besar yang termasuk dalam keluarga Cheloniidae. Hewan ini adalah satu-satunya spesies dalam golongan Chelonia. Mereka hidup di semua laut tropis dan subtropis, terutama di Samudera Atlantik dan Samudera Pasifik.

Namanya didapat dari lemak berwarna hijau yang terletak di bawah cangkang mereka. Jumlah penyu hijau semakin berkurang karena banyak diburu untuk diambil pelindung tubuhnya berupa karapaks dan plastron sebagai hiasan. Telurnya adalah sumber protein tinggi dan obat, sementara dagingnya sebagai bahan makanan.

Sebagai bentuk dukungan atas Anas, YKL Indonesia akan memperkuat inisiasi yang telah dilakukan warga dengan membantu pembentukan dan pengembangan kapasitas kelompok konservasi.

“Kami juga akan membantu dalam pengembangan sarana dan prasarana konservasi penyu melalui kerja sama parapihak, seperti BPSPL Makassar, dan pihak-pihak lain. Lalu membantu penyebaran informasi terkait konservasi penyu tersebut sehingga bisa menjadi destinasi wisata baru di Pulau Lanjukang, baik melalui website YKL Indonesia maupun media lain,” jelas Zulkarnaen.

baca juga : Perdagangan Liar Penyu Hijau di Sulsel Berhasil Digagalkan

 

Penyu sisik yang ditemukan pada saat endline survey. Biasanya penyu yang ditemukan warga di pantai langsung dilepas ke laut. Foto: YKL Indonesia.

 

Pengenalan atas Spesies Kunci

Menurut Zulkarnen, apa yang dilakukan oleh Anas merupakan dampak lain dari program Proteksi Gama yang dilakukan satu setengah tahun terakhir di Pulau Lanjukang dan Langkai. Program yang dijalankan YKL Indonesia sebagai mitra Critical Ecosystem Partnership Fund (CEPF) dan Burung Indonesia ini bertujuan untuk memperkuat pengelolaan perikanan gurita skala kecil berbasis masyarakat di Pulau Langkai dan Pulau Lanjukang.

YKL Indonesia sendiri, bekerjasama dengan BPSL Makassar telah melaksanakan training terkait identifikasi spesies prioritas penting pada Maret 2022 lalu, yang diikuti oleh 42 nelayan, termasuk Anas.

“Melalui training ini dilakukan identifikasi spesies prioritas penting di daerah penangkapan gurita sekitar Pulau Langkai dan Lanjukang. Lalu secara bersama-sama direncanakan tindakan prioritas untuk konservasi spesies prioritas penting. Peserta berperan aktif saat diskusi dalam menentukan dan mengidentifikasi jenis biota laut prioritas yang dilindungi di wilayahnya masing-masing.”

Dalam training ini peserta diminta untuk menempelkan gambar-gambar biota ke peta yang telah disiapkan. Selanjutnya mereka mengidentifikasi berbagai jenis biota laut dilindungi yang pernah dijumpai di perairan Pulau Langkai dan Lanjukang dan membuat kategori sesuai intensitas kemunculannya.

Peserta kemudian membuat kategori untuk diisi informasinya seperti keberadaan/ditemukan (banyak, melimpah, kurang), pihak-pihak mana saja yang sering melakukan penangkapan ikan dilindungi, ancaman terhadap jenis ikan yang dilindungi dan kasus yang pernah terjadi dan bagaimana penegakan hukum/aturan oleh pihak berwenang.

“Sebagai hasil training ini, nelayan kemudian mampu menunjukkan beberapa spesies kunci yang ada di sekitar pulau dan bagaimana penanganannya. Seperti misalnya, menjaga telur penyu dari ancaman predator maupun dari manusia agar tidak dikonsumsi, dan ketika telurnya telah menetas, mereka melepaskan tukik ke laut.”

baca juga : Ini Dia Relawan Pecinta Penyu dari Sulawesi Utara

 

YKL Indonesia melakukan penguatan pada Pokmaswas untuk memperkuat sisi kelembagaan untuk pengawasan pengelolaan perikanan skala kecil, khususnya perikanan gurita. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

Memperkuat Pokmaswas

Selain pemahaman akan spesies kunci, YKL Indonesia melalui program Proteksi Gama juga memperkuat kelompok masyarakat pengawas (pokmaswas). Tujuannya adalah memperkuat sisi kelembagaan untuk pengawasan pengelolaan perikanan skala kecil, khususnya perikanan gurita.

“Dari hasil diskusi yang kami lakukan akhirnya lahir kesepakatan untuk memperkuat peran kelembagaan terkait pengelolaan perikanan gurita skala kecil,” kata Zulkarnaen.

Dari berbagai diskusi yang dilakukan, lanjutnya, memberikan gambaran kepada nelayan dan masyarakat terkait pentingnya kelembagaan dan pengelolaannya Pokmaswas.

“Di setiap diskusi juga ada brainstroming terkait pemahaman dan kesadaran kritis mereka terkait kaitan konservasi dengan pengelolaan kelembagaan yang baik dan benar.”

Dari kegiatan ini, anggota Pokmaswas secara partisipatif menentukan konsep kelembagaannya dan siapa saja yang terlibat. Mereka kemudian membangun komitmen bersama mengenai aspek kelembagaan yang dapat mendukung pengelolaan perikanan gurita skala kecil di perairan Pulau Langkai dan Lanjukang.

“Selama ini mereka menganggap pembentukan lembaga hanya terkait pada bantuan, namun persepsi tersebut berubah dan bergeser menjadi pemahaman kelembagaan yang fokus pada peningkatan kapasitas, membangun jejaring, dan tujuan pengembangan lembaga yang berperan dalam pengelolaan perikanan gurita skala kecil berkelanjutan.”

 

Exit mobile version