Mongabay.co.id

Lahan Bekas Terbakar Itu Dijadikan Areal Pertanian Terpadu

Masyarakat lokal di Kalimantan Tengah memiliki kearifan lokal dalam mengolah lahan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Lahan yang dulunya sering terbakar itu, kini dijadikan kebun yang menghasilkan sayuran dan buah segar. Pengelolaan rutin dan pemupukan teratur membuat areal tanam ini tidak miskin unsur hara.

“Kendala di sini adalah pasir putih, beda dengan pasir hitam di Jawa. Pasir hitam mampu menahan air, sementara pasir putih langsung amblas,” ungkap Sulis Wianto [44], petani pionir asal Kediri, Jawa Timur, yang menggarap 2 hektar dari 40 hektar lahan demplot Yayasan Pandu Alam Lestari bersama Kelompok Tani Hutan Bawan Lestari. Lokasinya di Desa Bawan, Kecamatan Banama Tingang, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.

Enam bulan sejak digarap, sayuran tumbuh subur dan dipanen. Ada sawi, kacang panjang, buncis, terong ungu, mentimun, paria, cabai, juga semangka. Juga, ada tanaman durian, cempedak, petai, hingga pulai dan meranti.

“Lahan di sini perlu sentuhan teknologi ramah lingkungan. Pengairan harus dilakukan secara efektif dan efisien,” tutur Eko Novianto, Kepala Balai Pelatihan Pertanian Bawan.

Baca: Varietas Lokal dan Sumber Pangan Masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah

 

Masyarakat di Kalimantan Tengah memiliki kearifan lokal dalam mengelola lahan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Ubah cara pandang

Adanya aturan membuka lahan dengan cara dibakar, sebagai antisipasi kebakaran, membuat petani Dayak beralih mata pencaharian. Dampaknya, bibit sayuran dan varietas padi lokal perlahan menghilang.

“Kami ingin mendorong dan mengubah cara pandang, pertanian itu sangat baik untuk perekonomian mereka. Perlahan, kami memotivasi dan melakukan pendekatan,” kata Ngeok T. Rasad, Camat Banama Tingang.

Dikarenakan sedikit yang bertani, kebutuhan sayuran dan pangan sangat bergantung dari luar daerah, terutama Jawa. Meskipun, beberapa komoditas masih disuplai dari kabupaten lain di Kalimantan Tengah.

Warga [petani Dayak] belum berpengalaman bertani intensif. Butuh kesabaran menggarap lahan,” tutur Yuda Prawira, Ketua Yayasan Pandu Alam Lestari [PAL].

Memang tidak mudah, untuk mengubah kebiasaan yang sudah terlanjur tersebut terutama menyangkut ekonomi masyarakat. Karena itu lanjut Yuda, mereka memerlukan petani pioner yang punya pengalaman dengan pertanian intensif, karena berkaitan dengan pangan yang menjadi hal utama kehidupan.

“Harapannya, petani pionir bisa berbagi ilmu dengan masyarakat,” terangnya, Selasa [11/10/2022].

Baca juga: Pak Taman, Petani Agroforestri yang Sukses Kembangkan Lahan Gambut Tanpa Bakar

 

Demplot pertanian Yayasan PAL dan Kelompok Tani Hutan Bawan Lestari di Desa Bawan, Kecamatan Banama Tingang, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Foto: Yusy Marie/Mongabay Indonesia

 

Konsep agrosilvopastura

Lahan pertanian ini, sebelumnya terbengkalai. Beberapa kali ditanami namun tidak dilanjutkan karena biaya pengolahan dan perawatan yang mahal. Di beberapa bagian, pernah ditanam  sorgum namun gagal.

Itu sebabnya, konsep yang diterapkan di demplot ini adalah lahan terpadu atau agrosilvopastura. Kombinasi pertanian, peternakan, perikanan, dan kehutanan.

“Peternakan menghasilkan pupuk kandang, digunakan untuk tanaman perkebunan dan kehutanan, yang dilakukan setelah pertanian,” ujar Panduh S. Tukat, dari Yayasan PAL.

 

Terong yang siap dipanen di demplot pertanian Yayasan PAL dan Kelompok Tani Hutan Bawan Lestari di Desa Bawan, Kecamatan Banama Tingang, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Foto: Yusy Marie/Mongabay Indonesia

 

Tidak hanya peternakan, kedepan akan dibuat kolam-kolam ikan, mengingat di sini ikan sungai merupakan sumber protein paling disukai dan potensial. Tujuannya, kesinambungan semua bidang, sehingga menghasilkan peluang ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

“Demplot kami bersama kelompok petani berada di Desa Bawan. Sebagai percontohan, untuk memotivasi masyarakat Dayak, agar kembali mengelola lahanya yang sering terbakar. Sekaligus upaya rehabilitasi hutan dan lahan,” tambah Yuda.

Keterlibatan masyarakat lokal, pemerintah, pihak swasta, dan lembaga sosial untuk mengelola lahan pertanian ini sangat diharapkan.

“Kami juga akan mengembangkan potensi sayuran dan buah lokal, agar kemandirian dan ketahanan pangan di Kalimantan Tengah terwujud,” tutup Yuda.

 

Exit mobile version