Mongabay.co.id

Divonis 6 Bulan Penjara di Malaysia, KJRI Minta Pemda Perhatikan Nelayan Natuna

 

Yusnarti hanya bisa pasrah setelah mendengar suaminya Kasnadi (51 tahun) divonis bersalah oleh pemerintah Malaysia. Kasnadi dijatuhkan hukuman 6 bulan penjara atau membayar denda 250.000 ringgit Malaysia. Nelayan kecil Natuna ini didakwa melakukan illegal fishing di perairan Malaysia menggunakan kapal berukuran tiga gross tonnage dan alat pancing ulur tradisional khas Natuna.

Vonis itu disampaikan Kasnadi kepada istrinya setelah proses sidang berlangsung melalui panggilan video yang difasilitasi Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kuching Malaysia. Persidangan berlangsung pada 3 Oktober 2022 lalu.

Tidak sanggup membayar denda yang cukup besar, membuat Kasnadi harus mendekam di Malaysia sampai saat ini. “Mau bayar denda pakai apa, kami orang susah,” kata Yusnarti bercerita kepada Mongabay Indonesia, Selasa, 11 Oktober 2022.

Kasnadi merupakan tulang punggung keluarga. Dari hasil melaut ia menafkahi istri, anak perempuan dan cucunya yang masih balita. Semenjak Kasnadi ditangkap pada 7 September 2022 lalu, dirinya hanya bisa mengandalkan bantuan sumbangan nelayan Natuna di bawah naungan Aliansi Nelayan Natuna sebesar Rp7 juta lebih.

Beberapa waktu lalu Yusnarti juga menerima bantuan dari Bupati Natuna sebesar Rp450 ribu. “Uang bantuan itulah yang saya gunakan bayar kontrakan, beli makan, beli pampers cucu, selama bapak (Kasnadi) ditangkap,” ujar ibu rumah tangga yang biasa dipanggil Yus itu.

Dalam kondisi seperti itu Yus berharap suaminya bisa pulang. Apalagi ia tahu Kasnadi melaut hanya menggunakan kapal kecil tiga GT dan alat pancing ulur yang notabenenya tidak merusak laut manapun.

baca :  Nasib Nelayan Natuna: Terusir Dari Laut Sendiri, Ditangkap di Laut Malaysia

 

Kapal nelayan Natuna yang ditangkap aparat maritim Malaysia. Foto : Malaysian Maritime Enforcement Agency

 

Yus yakin sang suami tidak mungkin berniat untuk mencuri ikan di perairan Malaysia. Ia mengatakan, walaupun Kasnadi sudah lama melaut terkadang dirinya tidak memperhatikan nomor titik koordinat keberadaan kapalnya. “Walaupun masuk Malaysia saya yakin dia tidak mengetahui hal itu,” kata wanita 47 tahun itu.

Melalui panggilan video saat itulah komunikasi terakhir Yus dengan Kasnadi. Setelah itu tidak ada lagi kabar dari suaminya. “Kami pun sekarang tidak tahu bagaimana keadaan bapak,” katanya.

Yus hanya meminta pemerintah baik yang di Indonesia maupun yang berada di Malaysia menfasilitasi dirinya agar bisa berkomunikasi dengan suami. “”Ya saya rindulah bapak, setidaknya kalau bisa kami diberikan waktu video call dengan bapak, dua kali sebulan atau satu kali sebulan,” katanya.

Tidak hanya komunikasi dengan Kasnadi yang putus, Yus juga tidak mendapatkan kabar lagi dari pemerintah Provinsi Kepulauan Riau ataupun Kabupaten Natuna setelah putusan itu dijatuhkan kepada suaminya.

Saat dikonfirmasi Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri Tengku Said Arif Fadillah mengatakan, belum mendapatkan laporan dari KJRI terkait vonis yang dijatuhkan pengadilan Malaysia.

“Saya belum dapat kabar dari KJRI (terkait vonis itu),” kata Arif melalui pesan singkat kepada Mongabay Indonesia, Selasa, 11 Oktober 2022.

Sebelum penetapan vonis, Arif yakin melalui pendampingan KJRI Kuching di Malaysia Kasnadi bisa dibebaskan dalam persidangan tersebut. Ia juga mengatakan, Kasnadi masuk malaysia karena kemungkinan terbawa arus laut.

baca juga : Ironis, Nelayan Natuna Terusir di Laut Sendiri karena Kapal Asing

 

Dua orang nelayan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau ditangkap aparta maritim Malaysia karena diduga menangkap ikan di laut Malaysia. Foto : Malaysian Maritime Enforcement Agency

 

Pemda Agar Perhatikan Nelayan Lokal

Konjen RI Kuching Sarawak Malaysia R Sigit Witjaksono membenarkan vonis yang diterima Kasnadi. Nelayan Natuna itu diperkirakan akan ditahan sampai bulan Februari mendatang setelah melewati potongan hukuman penjara.

Sigit mengatakan, selama proses kasus ini berjalan pihaknya terus melakukan pendampingan kepada Kasnadi. Setiap perkembangan kasus selalu dilaporkan kepada Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), instansi terkait dan juga Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau.

Sebelum sidang berlangsung Sigit bilang, sudah menyampaikan kepada pemerintah Malaysia bahwa kapal dan alat tangkap Kasnadi tidak merusak laut. Tetapi, aparat Malaysia menemukan fakta ketika menangkap Kasnadi, posisi kapalnya sedang berhenti dan mereka dalam aktivitas memancing. “Disitu memberatkan, kalau kapal bergerak, tidak mungkin ditangkap, akan diusir saja,” katanya.

Setidaknya ditemukan 15 kilogram ikan di atas kapal Kasnadi. Melalui pemantauan satelit, aparat Malaysia menemukan kapal Kasnadi berdiam cukup lama di titik penangkapan. Posisi kapal Kasnadi juga jauh masuk ke perairan Malaysia yaitu 68 batu nautika Barat Laut Tanjung Jerijeh. “Kalau di 10-30 masih aman, ini sudah jauh masuk,” katanya.

Namun, setidaknya upaya pendampingan yang dilakukan KJRI Kuching Malaysia membuat waktu kurungan yang dijatuhkan kepada Kasnadi berkurang, awalnya 6 bulan sekarang menjadi 4.5 bulan. Begitu juga dengan denda, awalnya akan didenda 600.000 ringgit, tetapi turun menjadi 250.000 ringgit.

Menurut Sigit, kasus ini harus menjadi perhatian dan pembelajaran bagi Indonesia. Nelayan harus mendapatkan sosialisasi agar tidak melewati batas negara ketika mencari ikan. “Itu sebenarnya kan jauh sekali dari Natuna, apalagi untuk ukuran kapal kecil seperti itu,” katanya.

Selain itu pemerintah harus mencari bantuan untuk alat GPS nelayan yang lebih canggih. “Walaupun di kapal Kasnadi ini ada alat GPS, tetapi itu alat sederhana, tidak membantu,” katanya.

Sigit berjanji akan mengawal sampai Kasnadi dibebaskan untuk dipulangkan, dan juga akan memfasilitasi keluarga untuk bisa berkomunikasi dengan Kasnadi minggu depan. “Sampai saat ini kondisi Kasnadi sehat, minggu depan akan kita kontak lagi untuk memberi kabar kepada keluarga,” katanya.

perlu dibaca : Diintimidasi Kapal Penjaga Pantai China, Nelayan Natuna Teriak NKRI Harga Mati

 

Seorang nelayan tradisional dari Pulau Batam, Kepulauan Riau, yang melaut di daerah perbatasan antara Singapura-Indonesia. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Nelayan Natuna Terusir dari Laut Sendiri

Sigit Witjaksono menambahkan Kasnadi sepertinya tidak sadar kalau dirinya sudah masuk perairan Malaysia ketika mencari ikan yang mungkin semakin sulit didapat di Natuna. “Jadi dia jauh dari Natuna mencari ikan, ketika ikan sudah dapat rupanya sudah berada di Malaysia saja,” katanya.

Sigit juga mengatakan, jika memang nelayan kesulitan mencari ikan di Natuna seharusnya pemerintah mencarikan solusi, agar kasus seperti Kasnadi tidak terjadi lagi. “Kalau Natuna memang lagi masa paceklik ikan, pemerintah harus carikan cara, apakah ada alternatif lain untuk mereka mencari nafkah,” katanya.

Menurut Ketua Aliansi Nelayan Natuna Hendri, nelayan melaut ke Malaysia bukan karena di Natuna lagi masa paceklik, tetapi ikan di Natuna habis disapu kapal ikan asing dan cantrang. Kasus yang menimpa Kasnadi contoh dari ketidakpedulian pemerintah Indonesia dengan nelayan lokal Natuna.

Ia mengatakan, tidak hanya Kasnadi yang melaut sampai ke perbatasan Malaysia. “Hampir semua nelayan sekarang ini terpaksa mencari ikan ke perairan Malaysia,” kata Hendri kepada Mongabay Indonesia belum lama ini.

Karena laut Natuna kata Hendri, sudah hancur sejak beberapa tahun belakangan. Rusaknya laut Natuna akibat maraknya kapal asing di laut lepas dan kapal cantrang berkedok izin pukat tarik berkantong di pesisir. “Beberapa waktu lalu, nelayan juga mengamankan kapal pukat tarik berkantong atau cantrang melanggar zona tangkap,” katanya.

Kerusakan itu membuat hasil tangkapan nelayan berkurang drastis. Kekurangan hasil tangkapan itu sampai 50 persen. “Kalau begitu, orang Vietnam melaut mengejar ikan mereka yang masuk ke Natuna, nelayan kita melaut ke Malaysia juga mengejar ikan kita yang lari dari Natuna,” katanya.

baca juga : KKP dan TNI AL Tangkap Kapal Ilegal, Nelayan Natuna Terus Menjerit

 

Seorang nelayan Natuna sedang menggunakan alat tangkap tradisional yait pancing ulur di Laut Natuna. Foto : Yoga Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Abu Hurairah salah seorang nelayan Natuna yang melaut di perairan lepas mengaku hasil tangkapannya terus berkurang. Ia mengatakan, hasil tangkapannya jauh berkurang sejak 2020 sampai sekarang. “Dulu saya tidak perlu pinjam duit untuk kuliahkan tiga orang anak saya, sekarang apa yang terjadi, pinjam sana pinjam sini, susahlah pokoknya,” kata Abu.

Abu juga pernah ditangkap Malaysia tetapi dirinya hanya ditegur dan disuruh kembali ke Natuna. “Kawan-kawan lain juga sering ditangkap Malaysia, untungnya hanya ikan yang disita setelah itu kembali ke Natuna,” katanya.

Begitu juga yang dikatakan Dedi, ia sudah beberapa kali diusir kapal patroli Malaysia ketika kedapatan melaut disana. “Yang namanya mencuri tidak betul, tetapi bagaimana lagi,” katanya

Menurunnya penangkapan tidak hanya dirasakan nelayan Natuna yang melaut ke perbatasan, tetapi juga dirasakan nelayan pesisir. Seperti yang dikatakan Miswandi, ia berhadapan dengan kapal purse seine atau lengkong. Kapal yang dimodali perusahaan besar itu melaut di pesisir Natuna. Sedangkan dirinya hanya menggunakan alat tangkap bagan.

Tiga tahun lalu kata Miswandi satu bagan bisa mendapatkan penghasilan Rp100 juta. Sekarang mencari Rp10 juta sudah susah. “Di masa buk Susi, satu kali bagan ditarik itu isinya bisa mencapai 200 kg sampai 1 ton-an, sekarang 60 kg paling banyak,” katanya.

baca : Cerita Nelayan Natuna, Terjepit Antara Kapal Cantrang dan Kapal Asing

 

Beberapa kapal nelayan bersandar disalah satu pelabuhan yang ada di Natuna. Foto : Yoga Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Pengamat menilai negara tidak memberikan akses kepada nelayan Natuna terhadap laut mereka sendiri. Pemerintah dianggap tidak mematuhi UU No.7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan. “Pemerintah harus mengembalikan laut Natuna untuk mereka. Nelayan punya kedaulatan yang dijamin oleh negara,” kata Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) Susan Herawati belum lama ini.

Menurut Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim penting bagi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Natuna maupun Provinsi, melalui kejadian ini untuk berbenah diri, khususnya berkaitan dengan perlindungan dan pemberdayaan nelayan melaut di perairan perbatasan.

Selain itu juga penting pemerintah daerah memastikan kebutuhan dasar keluarga nelayan yang mendapatkan vonis di Malaysia bisa terpenuhi. “Dalam rangka memberikan perlindungan nelayan DKP Kabupaten atau Kota dan DKP Provinsi harus menggalakkan upaya sosialisasi mengenai tapal batas negara dan penambahan kelengkapan penanda tapal batas perairan Indonesia dan Malaysia,” katanya.

Sedangkan ditingkat pusat, KKP harus bekerja sama dengan Kemenlu bernegosiasi ulang dengan pemerintah Malaysia terkait dengan penanganan nelayan yang melintasi batas perairan kedua negara. “Supaya tujuan perlindungan dan pemberdayaan nelayan tadi tercapai,” pungkasnya.

 

Exit mobile version