Mongabay.co.id

Uji Coba Konser Musik Menggunakan Bahan Bakar dari Olahan Sampah Plastik

 

Raungan sound system terdengar ketika memasuki arena konser di Musem Njana Tilem, Gianyar, Bali, 16 Oktober 2022. Setidaknya ada 12 musisi dan grup band yang tampil. Panitia menyebut bahan bakar mesin genset untuk mendukung kebutuhan listrik mereka dibangkitkan dari solar olahan sampah plastik melalui mesin pirolisis. Ini adalah proses dekomposisi pada suhu tinggi tanpa oksigen.

Sebuah mesin pirolisis nampak dipamerkan di tengah halaman setelah pintu masuk. Didampingi beberapa poster penjelasan terkait teknik ini dan kampanye konser.

Konser ini terbagi jadi dua lokasi panggung di museum yang teduh di Kecamatan Mas, Ubud. Panggung utama yang terbesar, berikutnya panggung lebih kecil di halaman dalam. Musisi yang tampil adalah Navicula, Jason Ranti, Iksan Skuter, Oppie Andaresta, Nugie, Ipank Hore-Hore, Made Mawut, Rhytym Rebels, dan lainnya.

Ratusan orang terlihat menikmati musik yang diracik Get The Fest, judul konser ini, dibuat oleh Yayasan Get Plastic. Lembaga yang bermimpi Indonesia bebas plastik karena aksi mereka adalah “plastic to fuel” mengolah plastik menjadi BBM. Apakah semudah itu?

Konser ini dinilai sebagai salah satu pembuktian sekaligus kampanye menggaungkan jalan pengelolaan sampah alternatif. Get Plastic bekerjasama dengan organizer Antida Musik, disponsori Pertamina, dan didukung Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali. Panitia memperkirakan kebutuhan solar sekitar 420 liter untuk sekitar 24 jam.

baca : Sampah Plastik Bertebaran di Laut, Teknologi Pirolisis Terus Dikembangkan

 

Suasana konser Get The Fest di Njana Tilem Museum, Ubud. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Usai konser, Ayu Pawitri, Manager Get Plastic merangkum bahan bakar yang digunakan untuk tur pra konser dan konser. Kebutuhan generator di konser sebanyak 420 liter. Sedangkan untuk kendaraan tur, bahan bakarnya juga menggunakan solar dari pirolisis, yakni Chevrolet 160 liter, Triton 130 liter, dan bus 360 liter. Total sampah plastik yang diolah 1320 kg, lokasi pengolahan di Bali 430 kg, Madiun 620 kg, dan Bogor 270 kg.

Dimas Bagus Wijanarko, pendiri Get Plastic mengatakan 1 kg sampah kresek (jenis plastik HDPE) bisa menghasilkan 1 liter solar. Sementara plastik jenis lain, hasilnya lebih sedikit sekitar 600 ml. “Biaya produksi di bawah Rp5000/liter. Kami ingin mengaplikasikan mesin di tiap desa untuk menyelesaikan sampah,” harapnya.

Bahan baku kantong plastik memang minyak bumi, namun dalam beberapa artikel disebutkan untuk memproduksi 1 kg plastik HDPE diperlukan lebih dari 1 kg minyak bumi. HDPE (High Density Polyethylene) dinilai sebagai jenis yang lebih kuat dan tahan panas dan hasil olahannya seperti botol kemasan. Jenis lainnya adalah Low Density Polyethylene (LDPE), Polypropylene (PP), dan lainnya.

“Saya penasaran apakah alat aman. Jika bisa, saya promosikan tiap festival,” ujar Anom, ahli tata suara musik ini. Untuk mengumpulkan bahan baku sampah plastik, panitia membuat titik pengumpulan, dropbox 3 unit di sejumlah tempat. Konser juga melibatkan arsitek dari Universitas Warmadewa yang menggunakan material alami sebagai dekor panggung.

Permasalahan sampah diakui tak selesai. Get Plastik lahir 2016 dan pada 2019 mendapat penghargaan social innovation fund di Jerman untuk inovasi pengelolaan sampah. Sebelum konser Get The Fest, mereka membuat serangkaian kegiatan di luar Bali di antaranya tur Bogor-Bali menggunakan solar dari olahan sampah plastik sebagai BBM kendaraan. “Pengolahan pirolisis tak menghasilkan limbah karena dipanaskan. Kalau sampah plastik dibakar materinya jadi emisi,” jelas Dimas.

baca juga : Upaya Penanganan Sampah di Banyumas, Dari TPST, Mesin Pirolisis Hingga TPA BLE

 

Get The Fest jumpa pers di Denpasar. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Namun BBM olahan ini belum dijual bebas, sehingga kampanye sampah plastik bisa kembali jadi bahan bakar dinilai belum mengena. Edukasi pirolisis minim, itulah yang memantik ide tur dan konser musik ini.

Ayu mencatat dari konser diketahui bahan bakar genset lebih irit dan tahan 3 jam lebih dari operasional biasanya. Namun antusias masyarakat masih sedikit untuk pembahasan isu lingkungan di konser ini, misalnya dari kehadiran di workshop dan talkshow. “Jumlah pengunjung yang hadir sekitar 383, lebih ramainya menjelang konser musiknya saja,” sebut Ayu.

Ide konser dengan energi sampah plastik ini digagas bersama Oppie Andaresta, musisi perempuan yang kini mukim di Bali bersama Anom Antida. Dimulai dengan sebuah tur perjalanan Bogor-Jakarta.

Hambatannya dalam kampanye ini menurut Dimas adalah pendanaan, karena pengembangan teknologi perlu dana besar. Untuk menghindari mispersepsi soal sampah plastik, panitia membuat sesi edukasi dan workshop. “Plastik bukan dimusuhi tapi digunakan dengan bijak,” imbuh Dimas menjawab rentannya kampanye ini dijadikan pembenar untuk konsumsi plastik sekali pakai.

Oppie mengaku mengenal Get Plastic sekitar 10 bulan terakhir. Untuk menghelat konser perdana ini, mereka hampir menyerah, mentok di pendanaan. Alasannya, sejumlah institusi pemerintah yang didekati mengaku sedang tidak ada anggaran dan jelang perhelatan G20. “Kami ngeyel, sesuatu yang layak diperjuangkan, lalu ada pintu dibuka,” katanya.

Konser ini hendak menawarkan solusi di dua isu besar global saat ini yakni sampah plastik dan kenaikan harga BBM sejak perang Rusia-Ukraina. “Pertamina melihat masa depan pirolisis dan bantu scalling-up mesin karena ada hal yang belum memenuhi syarat. Semoga jadi BBM alternatif,” tambah Dimas. Namun sejauh ini hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan polusi dan residu karbon nol persen. Emisinya dinilai di bawah standar pemerintah.

baca juga : Pertama di Indonesia, Sampah RDF Jadi Pengganti Batu Bara

 

Mesin pirolisis di arena konser Get The Fest. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Dalam laman website-nya Get Plastic Indonesia berupaya mengembangkan desain dan kinerja mesin yang efektif. Hingga kini Get Plastic telah menghasilkan 12 desain mesin berbeda.

Desain mesin yang digunakan diyakini low-tech sehingga mesin ini sangat mudah dibuat dan dioperasikan. Pada tahun 2019 mereka menerima proyek kolaborasi bersama dengan Dr. Laia Soler Bru, doktor pirolisis asal Spanyol yang memiliki fokus area kajian nano partikel. Metode pirolisis atau destilasi kering yang terdapat dalam mesin ini dapat merubah plastik ke bentuk semula yaitu minyak/gas. Hasil dari proses pirolisis ini dapat menghasilkan energi baru berupa bensin dan solar yang berguna bagi kendaraan, listrik, dan sarana lain.

Namun, tidak semua jenis sampah plastik efektif dan efisien diolah jadi BBM kembali. Ada sebagian jenis yang menghasilkan BBM lebih sedikit. Limbah padatannya disebut bisa diolah jadi berbagai barang kerajinan. Dalam arena konser juga diperlihatkan palet-palet dari papan limbah yang dijadikan semacam kanvas untuk gambar ilustrasi, asbak, patung, dan lainnya.

Kelemahannya, pemanasan dengan pirolisis juga menggunakan energi seperti solar dan gas. Inilah yang jadi biaya operasional. Dimas mencontohkan, untuk memanaskan 10 kg sampah plastik, ia perlu 1 tabung gas dengan kecil seharga Rp20 ribu. Hasilnya sekitar 10 liter solar. Skala dan volume mesin pengolahan masih kecil.

baca juga : Tak Sekadar Solusi Sampah, RDF Jadi Energi Terbarukan Rendah Emisi

 

Gundukan sampah laut di Pantai Sanur pada awal Oktober 2022 ini. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Bagaimana dengan biaya pembersihan sampah plastik sebelum dipanaskan? Karena dari berbagai contoh kasus, biaya membersihkan sampah ini cukup besar dan perlu sumberdaya manusia sebelum siap didaur ulang. Dimas menyebut bahan baku tidak harus bersih, tapi harus kering dan dicacah. Bisa dalam kondisi kotor misal berisi tanah karena itu karbon dan karena tidak dibakar. Pihaknya akan menyediakan program pelatihan penggunaan mesin dan pendampingan bagi pihak yang tertarik.

Selain pyrolysis, saat ini ada juga refuse-derived fuel (RDF), bahan bakar yang dihasilkan dari berbagai jenis limbah seperti limbah padat perkotaan dengan teknologi pembakaran. Hasilnya bisa dalam bentuk pelet, jadi bahan bakar juga. Namun teknologi ini masih diperdebatkan dampaknya. Dimas menyebut tips pengolahan sampah plastik memang perlu dicermati. Misalnya jika dibentuk ecobrick, masih bisa jadi limbah plastik yang mencemari.

 

Exit mobile version