Mongabay.co.id

Sidang Surya Darmadi: Kupas Kasus Kebun Sawit dalam Kawasan Hutan

 

 

 

 

 

Surya Darmadi, bos PT Duta Palma Grup/Darmex Grup, diseret ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2 September 2022. Merujuk surat dakwaan penuntut umum, dia didakwa melanggar UU pemberantasan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Kasus ini antara lain soal pengembangan kebun sawit di dalam kawasan hutan. Keuntungannya digunakan untuk memperkaya diri sendiri dan mengembangkan bisnis dari uang hasil tindak pidana itu.

Perusahaan-perusahaan perkebunan sawit yang bermasalah antara lain, PT Kencana Amal Tani, PT Seberida Subur, PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari dan PT Palma Satu.

Akhir 2003, Surya Darmadi, memohon pada Bupati Indragiri Hulu Raja Thamsir Rachman—juga terdakwa dalam perkara ini—agar perusahaan-perusahaan kebun sawitnya, PT Banyu Bening Utama, PT Seberida Subur, PT Palma Satu dan PT Panca Agro Lestari, dapat izin lokasi dan izin usaha perkebunan. Padahal , perusahaan-perusahaan itu sudah beroperasi duluan.

Pertemuan itu berlangsung di lobi Hotel Indonesia. Thamsir lalu memerintahkan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Indragiri Hulu 2002-2008, Amedtribja Praja, untuk memproses permohonan itu.

“Saya baru beberapa hari pulang haji dan masih dalam masa cuti. Disuruh berangkat ke Jakarta. Saya disodorkan satu dokumen,” kata Amed, membenarkan cerita itu, saat beri keterangan di persidangan 10 Oktober lalu.

Amed kembali ke Indragiri Hulu dan memerintahkan anak buahnya mengecek kebun yang dimohonkan. Hasil survei menemukan areal berada dalam kawasan hutan dikonversi (HPK) dan hutan produksi terbatas.

 

Baca juga: Akhir Perburuan Sang Taipan Sawit Surya Darmadi

Pabrik sawit Duta Palma di Indragiri Hulu yang disita Kejaksaan Agung. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Tim Amed merujuk SK Menhut 173/1986 tentang Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK). Karena itu, dia melapor ke Thamsir agar Surya Darmadi mengurus pelepasan kawasan hutan terlebih dahulu.

Thamsir menginginkan hal lain. Dia tetap memerintahkan Amed mengeluarkan rekomendasi teknis ketersediaan dan kesesuaian lahan, merujuk Perda RTRW Riau 10/1994. Berdasarkan peta lokasi dalam peraturan itu, areal yang dimohon untuk perkebunan hingga tak memerlukan izin pelepasan kawasan hutan.

Amed mengatakan, ada perbedaan status areal dalam dua aturan itu. Dia sadar, Perda RTRW Riau waktu itu belum paduserasi dengan SK penunjukan kawasan Menteri Kehutanan sebelumnya. Berdasarkan SE Menhut 404/2003, kawasan hutan di Riau tetap merujuk SK 173/1986 kembali.

Alih-alih menentang perintah bupati yang jelas menyalahi kewenangan, Amed tetap menerbitkan surat rekomendasi yang sesuai keinginan Surya Darmadi, secara bertahap mulai 2004-2007.

Dari rekomendasi itu pula, Kepala Dinas Pertanahan Indragiri Hulu, Syahsoerya, mengeluarkan pertimbangan teknis penerbitan izin lokasi. Padahal, perusahaan Surya Darmadi belum memiliki persetujuan penanaman modal yang juga disebut izin prinsip. Pemberian izin lokasi ini juga bertahap, termasuk revisi luasan, mulai 2004-2011.

Saat hadir dalam persidangan 17 Oktober 2022, Syahsoerya, selalu menjawab lupa ketika ditanya mengenai perannya, waktu itu. Umur sudah 70 tahun. Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri, tetap membutuhkan keterangannya. Dia pun diminta hadir kembali pada kesempatan lain.

Akhirnya, Bupati Thamsir menerbitkan izin usaha perkebunan (IUP) buat perusahaan Surya Darmadi. Lagi-lagi, tanpa melengkapi syarat pendukung lain terlebih dahulu, seperti Surat Keterangan Kelayakan Lingkungan (SKKL). IUPB Banyu Bening Utama keluar 29 September 2003 luas 5.060 hektar dan 16 April 2004 luas 6.420 hektar, sedang SKKL baru terbit 1 November 2004. Pabrik bahkan tanpa izin lingkungan sama sekali.

Kemudian, IUPB Panca Agro Lestari keluar 23 Januari 2006 luas 2.980 hektar. SKKL terbit 2007. Begitu juga perluasan areal menjadi 3.800 hektar pada 2010 tetapi baru peroleh dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) pada 2014.

IUPB Palma Satu 14.144 hektar dan Seberida Subur 6.312 hektar terbit 26 Februari 2007 tanpa SKKL, amdal dan izin lingkungan. Adapun Kencana Amal Tani, selain tidak punya IUPB dan IUPP, pabrik juga tanpa amdal, SKKL dan izin lingkungan.

Padahal, penerbitan izin lokasi dan IUP juga tidak dilengkapi rekomendasi kesesuaian rencana makro pembangunan perkebunan provinsi dari gubernur.

“Secara fakta ada amdal. Tapi diperoleh tidak prosedural. Tidak sesuai aturan. Karena sudah dapat IUP baru urus amdal,” kata Moch Bayu Setiya Budiono, Kepala Badan Lingkungan Hidup Indragiri Hulu 2012-2016, 17 Oktober 2022.

Dua dari lima perusahaan itu bahkan memperoleh hak guna usaha (HGU) dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Luas HGU kencana Amal Tani 3.792 hektar pada 2003 dan Banyu Bening Utama 6.417 hektar pada 20 November 2007.

 

Baca juga: Terseret Kasus Korupsi Surya Darmadi, Duta Palma Bermasalah Sejak Lama

Surya Darmadi di persidangan. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Bambang Priyono, Kepala Kantor Pertanahan Indragiri Hulu pada 2002, yang menandatangani sertifikat HGU Kencana Amal Tani, menyebut sebelumnya perusahaan ini juga mendapat HGU 5.384 hektar.

Dia menyangkal terlibat dalam proses pembahasan permohonan hak atas tanah yang biasa digodok Panitia B bentukan Kanwil BPN Riau. “Saya menjabat tinggal tanda tangan sertifikat.”

Dia tak menampik mengenai status kawasan hutan yang diberikan HGU untuk Kencana Amal Tani tetapi berdalih gunakan surat Dirjen Planologi, Kementerian Kehutanan, 21 Juni 2001. Surat itu menyatakan, berdasarkan Perda RTRW Riau 10/1994, areal Kencana Amal Tani berada dalam area penggunaan lain (APL).

Padahal ada Keputusan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian dan Kepala Badan Pertanahan Nasional pada 25 Juli 1990 soal ketentuan pelepasan kawasan hutan dan pemberian hak guna usaha untuk pengembangan usaha pertanian.

Hadi Sutjipto, Kepala Kantor Pertanahan Indragiri Hulu 2006-2011 juga tak menampik status kawasan hutan pada areal HGU Banyu Bening Utama. Keterangan itu juga dimuat dalam risalah Panitia B.

Perusahaan Surya Darmadi wajib mengurus pelepasan kawasan hutan terlebih dahulu, lagi-lagi rujukan Perda RTRW 1994.

“Saya pernah dengar polemik tentang kawasan hutan Riau yang berbeda antara TGHK ( tata guna hutan kesepakatan) dan tata ruang wilayah Riau. Tapi saya tak tahu soal paduserasi,” kata Hadi, saat beri keterangan di persidangan, 17 Oktober 2022.

Penyimpangan terus berjalan belasan tahun seolah tak ada masalah. Sampai akhirnya mulai terungkap lewat penegakan hukum. Menurut penuntut umum, kegiatan Duta Palma mengubah fisik hutan jadi perkebunan sawit, menghilangkan hutan alam, merusak tanah mineral, gambut dan lingkungan dari ragam parameter yang telah diteliti ahli.

Surya Darmadi telah memperkaya diri sendiri Rp7, 593 triliun dari keuntungan tak sah dan tak menerapkan alokasi sawit bagi rakyat. Dia juga merugikan keuangan negara Rp4, 798 triliun karena tidak menerima manfaat dari provisi sumber daya hutan, dana reboisasi, denda eksploitasi dan biaya penggunaan kawasan hutan. Juga merugikan perekonomian negara Rp73, 920 triliun dari sisi rumah tangga dan dunia usaha.

Surya Darmadi kena dakwa tindak pidana pencucian uang, karena keuntungan yang diperoleh secara ilegal dipakai untuk memperluas bisnisnya. Lewat PT Darmex Plantation, induk perusahaan perkebunan dan pengolahan sawit di Riau, uang ini dipakai untuk pembagian deviden dan pembayaran utang pemegang saham.

Surya Darmadi juga menyetor modal ke PT Monteredo Mas, holding perusahaan pengolahan sawit dan turunannya, PT Alfa Ledo, holding perusahaan perkebunan dan pengolahan sawit di Kalimantan Barat, PT Asset Pacific, holding perusahaan properti di Jakarta dan perusahaan lain. Dia juga yang menguasai 99,9% saham perusahaan-perusahaan itu.

Selain itu, Surya Darmadi juga membeli sejumlah bangunan dan tanah, terletak di Jakarta dan sebagian di Jambi, ada juga di luar negeri. Pembelian itu atas nama pribadi, keluarga maupun perusahaan di bawah kendalinya.

Dia juga tercatat menyembunyikan dan menyamarkan asal usul kekayaan, dengan penempatan dana di bank, penyetoran modal, transaksi saham, membeli kapal dan mengalihkan dana ke perusahaan di luar negeri.

Berdasarkan berkas dakwaan, Surya Darmadi mendirikan Rich Asian Pte Ltd, Waxbill Pte Ltd, Palm Bridge Pte Ltd dan Palma Pacific Pte Ltd di Singapura. Ini perusahaan trading minyak sawit mentah (crued palm oil/CPO) dan properti. Di Australia, dia juga memiliki perusahaan properti lewat Asset Pacific Pty Ltd. Dalam negeri, masih ada PT Delimuda Nusantara yang mengurus kapal tongkang dan perusahaan penerbangan PT Dabi Air Nusantara yang 25% saham dalam bentuk helikopter.

 

Baca jugaAnnas Maamun, Penjara 6 Tahun dan Lolos Kasus Duta Palma, Ada Apa?

Tumpukan cangkang sawit dekat pabrik perusahaan Duta Palma Grup di Indragiri Hulu paska penyegelan Kejaksaan Agung. Foto: Suryadi.

 

Konflik lahan sejak lama

Aksi Kejaksaan Agung menyeret bos PT Duta Palma Grup, Surya Darmadi, tak hanya jadi kabar baik bagi penyelamatan keuangan dan perekonomian negara bagi sebagian masyarakat Indragiri Hulu, terutama Masyarakat Adat Talang Mamak. Mereka belasan tahun menderita karena perampasan ruang hidup oleh perusahaan-perusahaan perkebunan sawit Surya Darmadi itu.

Gilung, Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Indragiri Hulu, mengatakan, Kencana Amal Tani menyerobot wilayah adat Talang Mamak, Batin Muka Muka seluas 9.000 hektar dari 32.000 hektar hasil pemetaan partisipatif masyarakat. Kebun Palma Satu dan Siberida Subur masuk dalam wilayah adat Batin Belimbing.

“Itu, belum termasuk dalam penguasaan selain anak perusahaan Duta Palma. Ada lagi Meganusa Inti Sawit dan Arvena Sepakat,” kata Gilung.

Masyarakat Adat Talang Mamak merespon positif penegakan hukum terhadap Surya Darmadi. Mereka ingin pemerintah mengembalikan lahan adat paska putusan pengadilan nanti.

Sembari itu, AMAN Indragiri Hulu juga berupaya menyelesaikan pemetaan seluruh wilayah adat 29 batin.

“Sebelum hujan sedia payung. Kita tergantung perintah batin. AMAN Inhu tak bisa melampaui mereka. Kita harus siap. Sebelum diserahkan ke masyarakat adat, data-data sudah lengkap. Termasuk kelompok masyarakat adat yang akan mengelola lahannya,” katanya, beberapa waktu lalu.

Konflik masyarakat dengan perusahaan Duta Palma di mulai dari kehadiran Kencana Amal Tani. Satu dari lima perusahaan milik Surya Darmadi yang disegel Kejaksaan Agung. Perusahaan ini mulai beoperasi masa orde baru.

Gejolak timbul di permukaan sekitar 2001. Juindra, mantan Kepala Desa Pangkalan Kasai, Kecamatan Seberida, Kabupaten Indrahiri Hulu mengatakan, terjadi kesenjangan sosial dan ekonomi di masyarakat sekitar perkebunan yang dikuasai Kencana Amal Tani. Terutama, masyarakat adat yang bergantung pada hutan: cari rotan, gaharu, ikan dan berburu.

Kearifan lokal ini makin lenyap setelah sumber kehidupan mereka berubah jadi perkebunan sawit. Sementara tenaga kerja pun didatangkan perusahaan dari luar daerah.

Puncaknya, ketika masyarakat manyandera delapan kendaraan pengangkut sawit kencana Amal Tani. Polres Indragiri Hulu kemudian menahan enam orang yang terlibat dalam aksi itu. Masyarakat justru bertambah marah. Mereka berbondong-bondong mendatangi Mapolres menuntut pembebasan rekan-rekannya.

 

Surya Darmadi dan pengacaranya saat persidangan. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Waktu itu, terjadi kontak fisik. Juindra patah hidung kena pentungan polisi. Yang lain luka-luka, bahkan ada yang patah kaki dan cacat. Meski enam warga dikeluarkan, Juindra bersama satu warga justru gantian masuk sel selama 12 harim tak sampai proses hukum.

Setelah keluar, dibuat kesepakatan. Kencana Amal Tani bersedia fasilitasi pembangunan kebun sawit masyarakat sekitar 1.200 hektar.

Janji ini justru diingkari sendiri oleh perusahaan dan tak pernah terealisasi hingga kini. Seharusnya, lahan dibagikan pada masyarakat Pangkalan Kasai, Kelesa, Ringin, Belimbing, Paya Rumbai, Kuala Cenaku dan Siambul.

“Sampai sekarang, sebatang pokok (tanaman) pun tak ada dari mereka (Kencana Amal Tani).

Saat ini, masyarakat Pangkalan Kasai tak pernah berdamai dengan perusahaan itu. Kencana Amal Tani tidak memberi lapangan pekerjaan ke masyarakat. “Sementara wilayah adat masyarakat diserobot,” kata Juindra.

Juindra mendukung penyegelan lahan Duta Palma Grup. Sekaligus bersyukur atas pembekuan sebagian aset perusahaan maupun Surya Darmadi. Dia berharap, kejaksaan segera menyerahkan lahan kepada masyarakat sekitar terutama untuk wilayah adat yang dikuasai perusahaan selama ini.

Cerita Juindra diperkuat Basri, mantan Kades Kelesa. Riak-riak mempertanyakan kehadiran Kencana Amal Tani sudah mulai sejak 1996. Waktu itu, masyarakat belum begitu mengerti sawit.

Berbagai masalah muncul, mulai persoalan jarak pembangunan kebun terlalu dekat ke jalan utama sampai tak ada manfaat bagi masyarakat petani.

Belum lagi, ketika sawit Kencana Amal Tani mulai produksi, tak ada kepastian mengenai realisasi janji pembangunan kebun masyarakat. Alhasil masyarakat nekat ikut memanen bergantian tiap desa. Mereka malah disandera.

Tak menyerah, seluruh desa serentak memanen. Lagi-lagi masyarakat diamankan kepolisian. Ada 57 orang, waktu itu. Akhirnya 10 desa yang terlibat konflik berunjuk rasa.

Satu ketika, Basri mendengar berita di RRI kalau Kencana Amal Tani klaim perekonomian masyarakat Kelesa meningkat jadi menengah bahkan masuk kategori kelas atas.

“Informasi itu menjadi pertanyaan bagi kami. Hingga kami mendatangi Komisi III DPRD Indragiri Hulu, tempat mencurahkan aspirasi,” kata Basri.

Masyarakat tak mendapat jawaban apa lagi solusi yang memuaskan. Mediasi berulangkali dilakukan ke Komando Rayon Militer (Koramil) hingga Komando Distrik Militer (Kodim), juga Polres. Bupati Indragiri Hulu Raja Thamsir Rachman—yang terlibat korupsi dalam penerbitan izin perusahaan Duta Palma—setelah lima hari dilantik, janji pertemukan masyarakat dengan perusahaan.

Singkat cerita, setelah beberapa kali rapat difasilitasi pemerintah, kata Basri, Surya Darmadi berjanji membangun dua hektar kebun sawit tiap masyarakat. Andai sampai 2001 janji tak dipenuhi, jaminan kebun inti perusahaan.

“Kita percaya karena yang buat janji langsung pemilik saham perusahaan,” kata Basri mengenang.

Janji tinggal janji. Kebun sawit yang diimingi-imingi tak juga ada. Basri dan satu perwakilan dari Kelurahan Pangkalan Kasai pun mendatangi gedung DPRD Indragiri Hulu. Mereka bertemu Ketua DPRD, Sugianto, orangtua Yopi Arianto, kelak jadi bupati gantikan Thamsir. Jawaban yang didapat, justru diminta bersabar.

Gejolak di masyarakat terus memanas. Solusinya, Surya Darmadi beri kompensasi Rp250 juta tiap desa. Hanya Pangkalan Kasai yang menolak alias tak terima uang itu. Sebab kalaupun dibagi rata ke masyarakat, hanya cukup untuk belanja dapur satu hari.

“Dengan masalah sekarang ini, kembalikanlah lahan itu ke masyarakat. Sejak ada pembukaan lahan untuk sawit, masyarakat merasa dirugikan. Hutanlah tempat pencarian masyarakat. Sekarang sudah habis,” kata Basri.

 

 

 

********

Exit mobile version