- Dugaan korupsi dan pencucian uang terhadap Surya Darmadi, si bos perusahaan sawit Duta Palma Grup masih berlanjut. Lima perusahaannya, PT Kencana Amal Tani, PT Seberida Subur, PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari dan PT Banyu Bening Utama, diduga berkebun sawit dalam kawasan hutan sejak 2003. Di Riau, ada juga perusahaan Duta Palma Group yang izin hak guna usaha kena bekukan, PT Duta Palma Nusantara. Perusahaan ini sebenarnya sudah bermasalah sejak lama.
- Surya Darmadi, menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, 8 September 2022. Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mendakwa dia merugikan keuangan dan perekonomian negara Rp86,5 triliun. Hitungan ini dua kali berubah. Semula Kejagung mengumumkan Rp78 triliun. Sebelum diajukan ke meja hijau sempat bertambah jadi Rp104 triliun.
- Sejak penyitaan itu, berbagai aset Duta Palma Grup yang tersebar di sejumlah provinsi pun kena imbas. Misal, PT Duta Palma Nusantara. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, memblokir hak guna usaha (HGU) perusahaan sawit yang terletak di Kuantan Singingi, Riau ini.
- PT Duta Palma Nusantara di Riau bermasalah, antara lain konflik lahan dengan Masyarakat Adat Siberakun. Perusahaan ini sudah masuk Panitia Khusus Konflik Lahan bentukan DPRD Riau, sejak November tahun lalu. Marwan Yohanis, Ketua Pansus DPRD Riau, menyebut, masalah perusahaan Surya Darmadi itu paling besar diantara kasus lain.
Upaya penelusuran aset PT Duta Palma Grup terus berlanjut. Seiring penegakan hukum dugaan korupsi dan pencucian uang terhadap Surya Darmadi, si bos perusahaan sawit yang kini tengah menjalani persidangan. Surya Darmadi merugikan negara, karena lima perusahaannya, PT Kencana Amal Tani, PT Seberida Subur, PT Palma Satu, PT Panca Agro Lestari dan PT Banyu Bening Utama, diduga berkebun sawit dalam kawasan hutan sejak 2003.
Kebun ini telah disita. Perusahaan sempat mengajukan praperadilan. Hakim PN Pekanbaru, Salomo Ginting, menggugurkan permohonan pada 6 September 2022. Kejaksaan Agung telah melimpahkan perkara Surya Darmadi ke PN Tipikor Jakarta Pusat, empat hari sebelum sidang praperadilan dibuka.
Surya Darmadi, menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, 8 September 2022. Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat mendakwa dia merugikan keuangan dan perekonomian negara Rp86,5 triliun. Hitungan ini dua kali berubah. Semula Kejagung mengumumkan Rp78 triliun. Sebelum diajukan ke meja hijau sempat bertambah jadi Rp104 triliun.
Sejak penyitaan itu, berbagai aset Duta Palma Grup yang tersebar di sejumlah provinsi pun kena imbas. Misal, PT Duta Palma Nusantara. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, memblokir hak guna usaha (HGU) perusahaan sawit yang terletak di Kuantan Singingi, Riau ini.
HGU yang diblokir antara lain hak Nomor 1 seluas 11.260 hektar dan 2.997 hektar hak Nomor 3. KATR/BPN ambil tindakan, setelah menyetujui permintaan aparat penegak hukum. Tak akan ada peralihan hak, pengalihan tanggungan apalagi transaksi jual beli tanah sampai proses hukum Surya Darmadi tuntas.
Baca juga: Annas Maamun, Penjara 6 Tahun dan Lolos Kasus Duta Palma, Ada Apa?
Informasi ini disampaikan Wakil Menteri Raja Juli Antoni, ketika berkunjung di Kantor Pertanahan Kuansing—singkatan nama kabupaten—21 Agustus 2022. Kala itu, dia pulang kampung sekaligus menyaksikan pembukaan festival tahunan pacu jalur.
Lomba mendayung perahu sepanjang 40 meter dan lebar 1,5 meter di Sungai Batang Kuantan.
Kembali ke Jakarta, Raja Juli Antoni mengumumkan ingin berbagi oleh-oleh dari Riau. Yang dia maksud bukan bolu komojo, makanan khas Melayu, melainkan data tentang aset-aset Duta Palma yang sudah diblokir KATR/BPN.
“Kemarin, ketika di Pekanbaru atas petunjuk dan izin Pak Menteri (Hadi Tjahjanto), kami sudah blokir dua HGU Duta Palma di Kuantan Singingi seluas sekitar 14.000 hektar,” kata Raja di Instagram-nya, 25 Agustus lalu.
Oleh-oleh kedua, Kepala Kantor Pertanahan Indragiri Hulu juga sudah blokir aset putra Surya Darmadi, sebanyak delapan hak milik yang sudah tanam sawit. Dia tidak menyebut detail lokasinya.
Aparat penegak hukum sebenarnya juga sudah mengirimkan surat permohonan pemblokiran dua HGU anak perusahaan Duta Palma, PT Cerenti Subur dan PT Wana Jingga Timur seluas 13.125 hektar. Lokasinya kurang tepat. Seharusnya di Kuansing, bukan Indragiri Hulu.
“Apabila nanti aparat penegak hukum sudah kirim surat yang tepat pada Kepala Kantor Pertanahan Kuantan Singingi, maka saat itu juga saya akan perintahkan untuk memblokir HGU itu,” kata Raja.
Oleh-oleh ketiga, katanya, Kepala Kantor Pertanahan Indragiri Hulu sudah beritahu pihak berwajib, ada tiga HGU dari dua perusahaan lagi yang belum dimohonkan untuk diblokir. PT Banyu Bening Utama dan Kencana Amal Tani. Seluruhnya sekitar 15.000 hektar. KATR/BPN tinggal menunggu permohonan itu.
Baca juga: Akhir Perburuan Sang Taipan Sawit Surya Darmadi
Pansus konflik lahan
Duta Palma Nusantara (DPN), sudah masuk radar Panitia Khusus Konflik Lahan bentukan DPRD Riau, sejak November tahun lalu. Perusahaan ini satu dari 36 laporan yang digodok selama enam bulan.
Marwan Yohanis, Ketua Pansus DPRD Riau menyebut, masalah perusahaan Surya Darmadi itu paling besar diantara kasus lain.
“Kami sangat berterima kasih dan bersyukur. Dari teriakan masyarakat bertahun-tahun dan upaya fasilitasi yang kami lakukan, akhirnya ada satu perusahaan Duta Palma di Kuansing yang diblokir HGU-nya,” katanya merespon penindakan Korps Adhyaksa dan kerjasama KATR/BPN.
Masyarakat Adat Siberakun melaporkan kesewenang-wenangan DPN ke DPRD Riau. Konflik itu membentang waktu cukup panjang. Melewati kepemimpinan enam presiden. Beragam gejolak telah mewarnai perjuangan masyarakat dan pemuka adat.
Kebun dan kantor perusahaan pernah dibakar. Demonstrasi berulang kali. Berunding ke sana sini. Terjadi intimidasi dan kriminalisasi. Seorang kepala desa bahkan meninggal dalam tahanan karena memperjuangkan hak warga.
Surat-surat yang dilayangkan para datuk maupun penghulu adat tak terhitung lagi jumlahnya. Mulai ke pemerintah paling bawah sampai pusat. Meski pengaduan itu kadang direspon, namun hanya formalitas. Kenyataan di lapangan tetap tidak sesuai keinginan masyarakat.
Bahkan, sebelum Surya Darmadi ‘lumpuh’ di tangan Kejagung, perusahaan itu sempat memutus akses masyarakat ke kebun dengan menggali parit gajah. Lebar lima meter, kedalaman sampai empat meter dengan dalih buah sawit dicuri. Padahal mereka justru gencar mengimingi masyarakat dengan uang agar menyerahkan kebun yang tak seberapa luas lagi tersisa.
Masyarakat Adat Siberakun berjuang hampir tiga dekade. Bupati Indragiri Hulu 1989-1999, Ruchiyat Saefudin—saat itu Kuansing belum menjadi kabupaten—pernah menyatakan, sekitar 11.ooo hektar pelepasan kawasan hutan Duta Palma Nusantara, hanya 7.000 berhak dikelola. Sisanya, milik masyarakat yang sudah tanam karet, tanah ulayat dan rimba larangan.
Surat itu ditembuskan ke Gubernur Riau, setelah Bina Graha—gedung kepresidenan pada masa Soeharto—memerintahkan pengecekan. Kesimpulannya, DPN diperintahkan ganti rugi atau kembalikan lahan masyarakat yang telah diserobot.
Baca juga: Petani Kuantan Singingi Kesulitan ke Kebun Kala Perusahaan Sawit Putus Akses Jalan
Singkat cerita, antara DPN dan masyarakat buat kesepakatan pada 19 September 1998. Perusahaan sedia membangun kebun sawit kemitraan. Untuk Kenegerian Benai (lima desa) seluas 562,5 hektar, Kenegerian Siberakun (enam desa) 675 hektar, Kenegerian Kopah (lima desa) seluas 562,5 hektar serta Pulau Kopung dan KUD Sederhana masing-masing 112,5 hektar.
Untuk menjalankan pengelolaan kebun, juga disepakati pembentukan koperasi yang berkedudukan di Kecamatan Benai. Kelak sebagai perpanjangan atau penghubung masyarakat dengan perusahaan. Termasuk, DPN juga berjanji menerima tenaga kerja dari masyarakat setempat.
Terakhir, DPN juga bersedia bantu pembangunan satu rumah ibadah atau mesjid dan balai adat di Desa Siberakun. Kenyataannya, hanya janji terakhir ini yang perusahaan penuhi.
Parahnya, setahun kemudian, DPN dan oknum Ninik Mamak Kenegerian Siberakun membuat kesepakatan baru. DPN akan bantu kas tiap desa di kenegerian Gunung Kesiangan, Banjar Lopak, Pulau Kalimanting, Pulau Tengah, Ujung Tanjung, Siberakun pulas KUD Sederhana Rp175 juta.
Kesepakatan yang dianggap sepihak itu juga sekaligus membatalkan janji tahun sebelumnya. Artinya, masyarakat Kenegerian Siberakun tak berhak lagi menuntut pengembalian tanah ulayat, masyarakat maupun soal kebun kredit koperasi primer anggota (KKPA).
“Itulah cara-cara mereka (perusahaan) merayu. Kita tidak salahkan para datuk. Zaman itu memang mudah diakali. Kemampuan orangtua kita juga sebatas itu. Janji kebun kemitraan 20% dari luas izin pun tak ditepati,” kata Marwan.
Masyarakat maupun para tokoh adat yang tak henti berjuang, memahami kekuatan posisi mereka pasca perjanjian itu. Mereka juga mengerti kalau HGU perusahaan tidak berlaku selamanya. Pada 2016, dua tahun jelang HGU DPN berakhir, masyarakat kembali meminta lahan kembali.
Parahnya, DPN melangkah lebih cepat. Mereka telah memperpanjang HGU sejak 2005 meski baru akan berakhir 2018.
Tindakan itu, kata Marwan, merupakan praktik penghianatan para pejabat masa lalu. Kongkalikong dengan Duta Palma guna mengakali masyarakat.
Ketika di Komisi II DPRD Riau, sebelum berinisiatif membentuk Pansus, dia sebenarnya sudah memanggil orang-orang perusahaan untuk menjelaskan persoalan ini.
Pejabat di badan pertanahan maupun perkebunan juga dicecarnya dalam satu ruangan yang sama. Semua gelagapan dan tak mampu menjawab pertanyaan. Mulai dari syarat perpanjangan HGU sampai masalah manajemen perusahaan, kebun, sosial, lingkungan, akses dan lain-lain.
“Artinya, tak ada penilaian satu pun yang dilakukan terhadap Duta Palma, sebagai sarat perpanjangan HGU. Bagaimana mungkin menilai, kalau pun ada berarti fiktif. Apa mungkin menilai HGU yang akan berakhir 2018 dilakukan pada 2005?”
Dugaan penyelewengan itu pula yang kembali diungkit Marwan bersama anggota pansus lain ketika masalah ini masuk dalam alat kelengkapan dewan. Pansus berkesimpulan, HGU DPN berada di sebagian lahan masyarakat, tanah ulayat dan hutan larangan.
Ada pun perpanjangan HGU 13 tahun sebelum berakhir, diduga tidak prosedural dan kurang lazim yang dicurigai terjadi kolusi.
DPN juga tak menepati sejumlah janji yang disepakati dalam beberapa kali perundingan. Misal, pembangunan kebun plasma yang sampai saat ini belum dipenuhi. Termasuk program tanggung jawab sosial, di samping secuil bantuan yang pernah mengalir ke desa.
Sebaliknya, DPN justru beberapa kali mengintimidasi hingga mengkriminalisasi masyarakat.
Atas dasar temuan itu, pada penghujung masa kerja, pansus merekomendasikan, KATR/BPN mencabut HGU DPN yang diperpanjang pada 18 April 2005, Menteri Pertanian memerintahkan DPN membangun kebun kemitraan minimal 20% dan total luas HGU. Lalu, Menteri Investasi meninjau ulang izin penanaman modal DPN dan menghitung kerugian masyarakat maupun negara.
Marwan meminta, Gubernur Riau mendorong kementerian terkait menjalankan rekomendasi yang mereka paripurnakan pada 27 Mei lalu. Supaya tak mengendap seperti laporan Pansus Monitoring dan Evaluasi Perizinan 2015.
Dia berharap, penegakan hukum tak berhenti pada Duta Palma Grup. Ada jutaan hektar kebun sawit di Riau juga ilegal.
“Sepeda motor, merupakan barang bergerak bisa dikejar ketika dicuri orang. Hutan kita (dikuasai Duta Palma Grup di Indragiri Hulu) 37.000 hektar, tidak bergerak, diolah puluhan tahun, ke mana saja pejabat yang digaji rakyat itu?” sindir Marwan.
Baca juga: Kasus Penyerobotan Lahan Duta Palma Bergulir di Kementerian Kehutanan
******