Mongabay.co.id

Ketika Nelayan Pulau Sapuka Pangkep Bersepakat Batasi Penangkapan Teripang

 

Andi Nur Apung dengan sumringah memperlihatkan sejumlah dokumentasi kegiatan dan selembar kertas bertandatangan. Kertas itu adalah sebuah dokumen kesepakatan yang telah ditandatangani sejumlah nelayan dan aparat pemerintah di Pulau Sapuka, Kelurahan Sapuka, Kecamatan Liukang Tangaya, Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan.

“Ini adalah kesepakatan yang telah ditandatangani nelayan pada sebuah pertemuan September 2022 lalu. Ini tak mudah, melalui proses diskusi yang panjang dan alot. Tapi mereka kemudian bersepakat untuk membatasi penangkapan teripang dan segi ukuran dan lokasi tangkapan,” ungkap Nur Apung kepada Mongabay, di Makassar, Sabtu (29/10/2022).

Lahirnya kesepakatan itu sendiri melalui proses perjalanan hampir setahun sebagai bagian dari program perikanan teripang skala kecil berkelanjutan yang dilakukan oleh Yayasan Romang Celebes (YRC) Indonesia atas dukungan Critical Ecosystem Partnertship Fund (CEPF) dan Burung Indonesia di Pulau Sapuka.

Tidak hanya dalam secarik kertas, poin-poin kesepakatan juga ditulis di sebuah spanduk yang juga ditandatangani parapihak, yang kemudian dipajang di kantor Kelurahan Sapuka.

Nur Apung, yang merupakan program manager dalam program ini menyatakan bahwa terdapat empat poin yang disepakati nelayan dalam rangka pembatasan penangkapan teripang.

Pertama, nelayan tidak akan menangkap teripang dengan berat kurang dari 2 ons untuk jenis teripang polos (Bohadschia vitiensis), binti (Bohadschia argus), koro (Holothuria fuscogilva), gama (Stichopus noctivagus), cera merah (Holothuria atra), lotong-lotong (Holothuriidae sp), talengko (Holothuria coluber), donga (Thelenota anax), pisang-pisang (Stichopodidae sp), pandang (Stichopodidae sp), dan kapo (Actinopyga miliaris).

“Kesepakatan kedua bahwa para nelayan akan mendukung pembatasan alat tangkap pada wilayah perairan Pulau Kembang Lemari dan Tinggalungan hanya untuk nelayan yang menggunakan alat tangkap pancing pada titik koordinat tertentu. Ketiga, tidak melakukan aktivitas penangkapan teripang pada bulan Januari dan Februari di daerah perairan Pulau Cakalangan, Lammuruang dan Sambargitang,” katanya.

Kesepakatan terakhir terkait pembatasan wilayah penangkapan teripang khusus bagi nelayan dari luar provinsi Sulawesi Selatan yang hanya boleh melakukan penangkapan teripang di Pulau Cakalangan, Lammuruang dan Sambargitang.

baca : Eksistensi Teripang Harus Dikawal Indonesia

 

Pertemuan warga Pulau Sapuka di Kabupaten Pangkep, Sulsel, untuk membangun kesepakatan pembatasan penangkapan teripang sebagai upaya mendorong perikanan teripang skala kecil berkelanjutan. Foto: YRC Indonesia.

 

Menurutnya, untuk mencapai kesepakatan tersebut suasana diskusi berlangsung alot karena sejumlah peserta yang tidak setuju terhadap masukan peserta lainnya, sehingga diperlukan diskusi lebih lanjut untuk mengerucutkan dan menyepakati tata kelola yang dapat diterapkan.

“Namun pada akhirnya lahirlah sebuah kesepakatan bersama yang isinya diharapkan tidak merugikan nelayan teripang, tetapi mampu meningkatkan hasil penangkapan mereka dalam kurun waktu tertentu dan sekaligus memperhatikan keberlanjutan teripang. Tidak hanya nelayan, kesepakatan ini juga melibatkan pihak pemerintah kelurahan, kecamatan, Polsek dan Koramil,” katanya.

Setelah lahirnya kesepakatan tersebut langkah terpenting yang harus dilakukan adalah kepada seluruh masyarakat Pulau Sapuka, melalui aktor kunci dan aparat pemerintah, polsek dan koramil, serta nelayan teripang itu sendiri.

“Kita juga menyosialisasikannya pada dokumen leasson learned dan pemerintah kabupaten dan provinsi, serta stakeholder lainnya pada kegiatan lokakarya para pihak yang akan segera dilakukan,” lanjutnya.

Pulau Sapuka sendiri terletak di bagian selatan Kabupaten Pangkep dan Kota Makassar, di antara gugusan Kepulauan Spermonde, perairan Selat Makassar. Posisi pulau ini lebih dekat dengan provinsi Nusa Tenggara Barat.

Di bagian utara berbatasan dengan Selat Makassar. Di bagian selatan berbatasan dengan Pulau Sapuka Kecil. Di bagian timur berbatasan dengan Pulau Sambarjaga dan di bagian barat berbatasan dengan Pulau Kembang Lamari dan Pulau Tinggalungan. Dari Pangkep dan Makassar butuh waktu sekitar 24-26 jam pelayaran untuk sampai lokasi, sementara dari Bima, NTB, hanya butuh 10-12 jam pelayaran.

baca juga : Menjaga Populasi Teripang dengan Cara Budi daya

 

Nelayan bersama parapihak, seperti aparat pemerintah kelurahan dan kecamatan, Polsek dan Koramil menandatangani kesepakatan pembatasan penangkapan teripang di sekitar perairan Pulau Sapuka Pangkep. Foto: YRC Indonesia.

 

Terancam Punah

Menurut Awaluddin, Direktur YRC Indonesia, teripang telah menjadi komoditas primadona bagi masyarakat Pulau Sapuka sejak era 1960-an dan terus dieksploitasi hingga saat ini. Apalagi dengan harga yang mahal karena merupakan komoditas ekspor. Harga teripang di tingkat nelayan saat ini berkisar Rp300 ribu – Rp500 ribu/kg, dengan harga kering dapat mencapai Rp2 juta/kg.

“Hingga saat ini, belum dilakukan kegiatan budidaya teripang, sehingga semua teripang yang ada di pasaran merupakan bersumber dari alam,” katanya.

Tingginya upaya penangkapan teripang menjadikan sumberdaya teripang mengalami tekanan yang tinggi dan akhirnya over-exploited. Pangsa pasar yang tersedia dan permintaan yang tinggi menyebabkan teripang menjadi target buruan penangkapan bagi sebagian nelayan, khususnya pada daerah-daerah yang potensial sebagai habitat teripang.

Habitat utama teripang sendiri adalah daerah berkarang dan padang lamun yang kaya akan nutrient. Penyebaran teripang hampir di seluruh perairan Indonesia, terutama pada daerah kepulauan seperti Kepulauan Riau, Kepulauan Seribu, Kepulauan Spermonde, Kepulauan Nusa Tenggara dan Kepulauan Maluku.

Kondisi ini memunculkan kekhawatiran akan kepunahan teripang yang diakibatkan oleh perdagangan internasional sehingga pada tahun 2019 CITES menetapkan 3 jenis teripang masuk ke dalam APPENDIX II pada COP ke-18 di Geneva, Swiss. Ketiga jenis teripang tersebut adalah Holothuria nobilis (cera hitam), Holothuria whitmaei (susu hitam), Holothuria fuscogilva (susu putih).

Menurut Awaluddin, Pulau Sapuka merupakan salah satu pulau dari gugusan pulau yang ada di Kepulauan Spermonde dikenal sebagai salah satu sentra teripang, di mana sebagian besar penduduknya adalah sebagai nelayan teripang, sehingga kemudian menuntut adanya pengelolaan yang berkelanjutan.

“Hanya saja minimnya data dan informasi terkait teripang, baik terkait jenis dan populasinya, ekosistem, karakteristik perikanan teripang, daerah penangkapan teripang, hingga rantai pasok perikanan teripang, menyebabkan pengelolaannya secara berkelanjutan sulit terealisasi.”

baca juga : Teripang, Biota Laut Si Pencegah Kanker

 

Penangkapan teripang skala kecil di Pulau Sapuka, Pangkep, Sulsel telah berlangsung sejak tahun 1960-an dan terus berlangsung hingga saat ini karena populasi melimpah dan harga yang tinggi. Meski belakangan menimbulkan kekhawatiran akan punah karena over-exploited. Foto: YRC Indonesia

 

Peran Ekologis dan Nilai Ekonomis

Menurut Ikhsan Mahfud, salah satu fasilitator program di YRC Indonesia, teripang dikenal sebagai hewan laut yang hidup di dasar perairan pada substrat berpasir, batu karang dan padang lamun. Teripang merupakan komponen penting dalam rantai makanan di terumbu karang dan ekosistem asosiasinya pada berbagai tingkat struktur pakan (trophic levels). Teripang juga berperan penting sebagai pemakan deposit (deposit feeder) dan pemakan suspensi (suspensi feeder).

Teripang merupakan salah satu sumberdaya perairan yang memiliki peran ekologis dan nilai ekonomis. Fungsi ekologis teripang dalam struktur trofik sebagai pemakan suspensi dan detritus serta penyeimbang rantai makanan.

“Dalam rantai makanan di perairan laut, teripang berperan sebagai penyumbang pakan berupa telur, larva dan juwana teripang bagi organisme laut lain seperti berbagai krustasea, moluska maupun ikan. Teripang mencerna sejumlah besar sedimen, yang memungkinkan terjadinya oksigenisasi lapisan atas sedimen,” katanya.

Teripang berperan sebagai deposit feeder, sehingga dapat mengolah substrat yang ditempatinya dan sebagai penyedia pangan dalam bentuk telur-telur, larva dan juwana teripang, bagi biota laut pemangsa di sekitarnya.

“Dengan kata lain, teripang memiliki peran penting dalam rantai makan sebagai penyedia pakan dan penyubur substrat.”

Sementara untuk fungsi ekonomi, teripang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk dikonsumsi maupun dijual. Teripang memiliki potensi ekonomis yang cukup tinggi dan banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan makanan dengan kandungan gizi dan protein yang cukup tinggi.

Jenis teripang yang dapat dikonsumsi dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi adalah jenis teripang famili Holothuriidea dan Stichopodidae yang meliputi genus Holothuria, Actinopyga, Bohadschia, Thelenota, dan Stichopus.

 

Indukan teripang pasir (Holothuria scabra) yang diambil dari alam untuk penelitian oleh Balai Bio Industri Laut (BBIL) LIPI di Lombok Barat, NTB. Foto : BBIL LIPI

 

Exit mobile version