Mongabay.co.id

Kala Tim Pesepeda Greenpeace Alami Intimidasi saat Suarakan Krisis Iklim Jelang KTT G20

 

 

 

 

 

Tim pesepeda Chasing the Shadow Greenpeace Indonesia kena kepung sejumlah orang dari organisasi masyarakat, Tapal Kuda Nusantara saat makan siang di sebuah penginapan di Probolinggo, Jawa Timur, 7 November lalu. Dalam video yang tersebar, orang-orang itu sebagian berseragam kemeja hijau bertulis “Tapal Kuda Nusantara.”

Mereka meminta para pesepeda menyetop kampanye. Mereka meminta para aktivis ini menulis pernyataan dan tanda tangan di atas materai.

”Saya yang bertandatangan di bawah ini mewakili Greenpeace untuk tidak melakukan kampanye dalam bentuk apapun selama KTT G20 di Bali. Apalabila hal itu terjadi, maka kami dari Greenpeace siap menanggung konsekuensi yang diberikan.”

Surat ditandatangani Zamzam Fimardi, Enggament Greenpeace Indonesia. Video dan foto serta surat pernyataan tersebar ke sejumlah aplikasi perpesanan.

Tata Mustasya, Kepala Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia menyatakan, mereka menulis surat pernyataan di bawah tekanan dan keterpaksaan.

“Kami diikuti sampai keluar Probolinggo,” katanya kepada Mongabay, 8 November 2022.

Dia menyayangkan, aksi ormas yang mencederai demokrasi di Indonesia malah tumbuh. Apalagi, ada indikasi kesengajaan mengadu domba antar organisasi masyarakat, yang biasa dilakukan Orde Baru.

Para aktivis pesepeda Chasing the Shadow Greenpeace Indonesia berada dalam posisi sangat berisiko hingga tim ditarik kembali ke Jakarta. Kampanye bersepeda dihentikan dan tak melanjutkan perjalanan ke Bali. Semua kegiatan di Bali, katanya, batal.

 

Menyuarakan krisis iklim dengan kampanye bersepeda. Foto: dari website Greenpeace Indonesia

 

Perjalanan kesaksian krisis iklim

Tata mengatakan, Chasing the Shadow Greenpeace Indonesia merupakan perjalanan kesaksian Greenpeace selama sebulan. Para aktivis mengayuh sepeda dengan rute Jakarta-Bali. Mereka berangkat mulai 10 Oktober sampai di Bali menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20.

Tujuan perjalanan kesaksian, kata Tata, untuk menunjukkan krisis iklim yang berdampak terhadap lingkungan hidup dan manusia. Mereka menziarahi sejumlah tempat yang terdampak krisis iklim mulai Muara Gembong, Bekasi, mengenai pencemaran emisi dari PLTU batubara, maupun kawasan yang terendam banjir rob.

Aksi lanjut di Bandung dengan atraksi seni, dan pemutaran film di Selasar Sunaryo Art Space. Selepas dari Bandung, peserta diikuti polisi yang mengontak Walhi Jawa Barat menanyakan posisi Greenpeace.

“Setelah itu, ada polisi yang menempel dan mengikuti pesepeda,” katanya.

Dalam sebuah talkshow radio anak muda di Semarang, tujuh polisi berseragam mendatangi studio. Mereka mengawasi dan merekam talkshow. Setiap pergerakan Greenpeace ditempel. Diikuti mulai ke minimarket sampai ke hotel.

Ketika istirahat di hotel di Pati, satu mobil yang mereka parkir kena tabrak. “Mobil kami ditabrak dua kali secara sengaja. Ada indikasi teror,” kata Tata.

Para pesepeda berlanjut ke Semarang, Demak dan Jepara untuk mengingatkan banjir rob karena krisis iklim.

Di Surabaya, mereka menggelar pameran, diskusi dan penampilan seni di G Walk Citraland Surabaya 5-6 November 2022. Izin kegiatan di Surabaya hampir dicabut. Bahkan, polisi meminta data setiap narasumber dan mendata penginapan. “Mereka tak hanya diintai, juga difoto,” katanya.

Setelah dari Surabaya, kata Tata, tim pesepeda dikuntit motor dan makin intens. Polisi juga mengerahkan ormas untuk menolak kampanye Greenpeace dalam KTT G20. “Pengawasan makin vulgar, mereka mengikuti dan menempel.”

KTT G20 menjadi aksi strategis, lantaran 80% penyebab krisis iklim dan emisi karbon berasal dari negara-negara anggota G20. “Seharusnya negara anggota G-20 mengeluarkan pembiayaan untuk aksi mencegah krisis iklim,” katanya.

Padahal, kata Tata, kampanye mereka dengan damai, anti kekerasan hingga tak ada alasan ormas menghadang atau menghentikan pesepeda Greenpeace.

“Krisis iklim sudah terjadi, harus ada solusi, yakni melalui transisi energi dari energi kotor beralih ke energi terbarukan.”

 

Laman Greenpeace yang mengabarkan soal kampanye Chasing the Shadow. Mereka suarakan krisis iklim dengan bersepeda ke Bali, jelang pertemuan G20. Foto: dari website Greenpeace Indonesia

Dukung  kampanye Greenpeace

Walhi Jawa Timur dan LBH Surabaya mengecam intimidari terhadap Greenpeace Indonesia yang diduga dilakukan ormas dan aparat keamanan negara. Mereka menilai kejadian itu sebagai tindakan yang menghambat kebebasan bersuara dan berpendapat.

“Setiap orang di Indonesia berhak menyuarakan pendapat di muka umum sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 28 UUD 1945 dan UU Nomor 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia,” kata Walhyu Eka Setyawan, Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur.

Pengadangan dan intimidasi merupakan tindakan yang meningkatkan risiko keamanan seseorang. Ia membuat warga negara atau individu merasa tak aman dan nyaman dalam mengemukakan pendapat.

Aksi Chasing the Shadow, katanya, bertujuan menyuarakan krisis iklim secara damai, tidak memuat tindakan yang membahayakan negara atau sampai menganggu KTT G20 di Bali. Justru, katanya, kampanye ini mengingatkan persoalan krisis iklim akut di Indonesia yang seharusnya jadi perhatian pemimpin negara anggota G20.

KTT G20 turut membahas mengenai krisis iklim terutama berkaitan dengan perubahan iklim, transisi energi dan upaya merumuskan skema untuk mengatasi persoalan itu.

Aksi ini, kata Wahyu, mencoba mengingatkan kepada pemangku kepentingan untuk konsisten dan benar-benar serius dalam mendorong perbaikan kondisi lingkungan.

“Walhi Jawa Timur dan LBH Surabaya mengecam kejadian ini. Meminta aparat keamanan negara dalam hal ini kepolisian menjamin keamanan dan melindungi setiap warga negara yang aksi lingkungan termasuk Greenpeace,” kata Wahyu.

Mongabay mengirim pesan melalui aplikasi perpesanan kepada Ketua Umum Tapal Kuda Nusantara (TKN), Prasetyo Eko Karso. Sampai berita ini rilis, pesan belum dibaca dan dibalas.

Melalui laman tapalkudanusantara.com, TKN DPC Probolinggo Raya mendatangi Greenpeace yang tengah singgah dalam perjalanan di kabupaten itu. Mereka meminta, para aktivis ini mengurungkan niat kampanye lingkungan selama agenda KTT G20 di Bali.

Nazwa Agus, Humas TKN, mengklaim kalau TKN sudah benar dalam melakukan langkah pencegahan meminta Greenpeace secara persuasif tidak melanjutkan kampanye lingkungan menjelang dan selama agenda KTT G20.

“Kami mengedepankan azas kebangsaan, kami cinta NKRI untuk itu kami meminta Greenpeace untuk tidak melakukan kampanye lingkungan di Bali selama KTT G20,” kata Agus.

Dia bilang, sat melarang tidak ada kekerasan maupun intimidasi kepada Greenpeace. Semua damai. “Justru kami kawal sampai gerbang tol Probolinggo, mencegah hal yang tidak diinginkan, jadi beredar informasi soal intimidasi Greenpeace itu tidak benar,” katanya.

Senada Prasetyo Eko Karso. TKN, katanya, mencegah kampanye lingkungan Greenpeace secara damai. Bahkan, perwakilan Greenpeace membuat surat kesepakatan bermaterai.

“Mereka sendiri yang menulis berdasar kesepakatan bersama untuk tidak melanjutkan kegiatan kampanye. Tidak benar jika TKN memaksa dan mengintimidasi, tidak ada itu,” kata Eko.

Muhammad Al-Fayyadl, tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU), prihatin dengan pelarangan kampanye bersepeda Greenpeace. Menurut dia, yang dilakukan TKN sebagai bentuk pelanggaran konstitusi.

“Intimidasi itu bentuk pelanggaran hukum karena menghalangi hak orang lain untuk berekspresi,” kata Gus Fayyadl, sapaan akrabnya.

Dia mendukung kampanye damai Greenpeace. Pertemuan G20 yang melibatkan negara-negara maju menjadi momen tepat mendorong para pihak lebih serius mengatasi krisis iklim.

 

Para pesepeda yang ikut Chasing the Shadow Greenpeace Indonesia. Mereka suarakan krisis iklim dengan bersepeda ke Bali, jelang pertemuan G20. Foto: dari website Greenpeace Indonesia

 

Krisis iklim, katanya, sejatinya persoalan bersama bukan hanya Greenpeace. Seyogyanya, kampanye organisasi lingkungan hidup ini mendapat dukungan dari semua lapisan, bukan sebaliknya.

Gus Fayyadl mengatakan, bencana metrohidrologi marak, cuaca sulit diprediksi, musim tanam terganggu adalah dampak dari krisis iklim

Untuk itu, edukasi dan kampanye simultan perlu untuk memberi pemahaman kepada masyarakat luas.

“Kita butuh kampanye krisis iklim yang lebih konsisten dan berkelanjutan. Tidak semata-mata saat ada event globa. l Agar masyarakat makin sadar akan dampak krisis iklim bagi kehidupan mereka,” jelas Gus Fayyadl yang juga aktif di Front Nahdliyyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) ini.

Aksi Greenpeace, katanya, hanya bersepeda, aksi damai tak membawa senjata. “Kalau tidak setuju, hadapi dengan kampanye damai, bukan melakukan intimidasi.” Dia pun meminta aparat bersikap adil pada semua warga negara.

Menurut dia, intimidasi terhadap Greenpeace menunjukkan ada yang belum paham betul kalau krisis iklim ini isu semua orang. Krisis iklim bisa terdampak ke semua lapisan masyarakat , termasuk mereka yang melakukan intimidasi.

“Jadi aneh jika mereka menolak kampanye krisis iklim. Intimidasi itu semata-mata bentuk ketidaktahuan mereka atas isu yang hendak diangkat oleh Greenpeace dan para aktivis lingkungan,” katanya.

 

 

********

Exit mobile version