Mongabay.co.id

Cerita Nelayan Kompresor Berburu Teripang di Perairan Masakambing

 

Nelayan di Pulau Masakambing, Sumenep, Madura, Jawa Timur, banyak yang menangkap teripang dengan menyelam bebas gunakan kompresor tanpa standar keamanan.

Tak jarang para penyelam tripang mengalami lumpuh dan tuli. Bila masih pemula, biasa penyelam keluar darah dari mulut, hidung, dan telinga. Dia juga alami muntah dan telinga berdarah.

Baharuddin, mantan penyelam kompresor berbagi cerita. Beberapa bulan lalu, pemuda 22 tahun ini memutuskan berhenti ambil teripang dengan menyelam karena masalah keamanan dan kesehatan.

Mereka menyelam hanya pakai kompresor ban, bukan khusus menyelam. Dalam satu tim penyelaman, ada enam sampai tujuh orang, ada yang bertugas menjaga mesin perahu, ada yang menjaga selang kompresor sambil menjaga waktu (timer), ada yang menjaga mesin kompresor, selebihnya menyelam.

“Kalau di sini bahasanya, kalau gak muntah darah, kalau gak keluar darah dari hidung sama kuping belum lulus,” kata Baharuddin, 12 Oktober 2022.

Ketika masih aktif, dia biasa menyelam sampai kedalaman 30 meter di bawah permukaan laut. Sekali menyelam bisa menghasilkan 60-70 teripang. Hasil tangkapan tak menentu, tergantung alam. Sekali berangkat, bisa sampai tiga kali menyelam per orang.

“Kalau untuk hasilnya dalam 15 hari itu kurang lebih Rp2 juta gitu. Itu udah paling banyak itu, maksimalnya,” kata Baharuddin.

baca : Cerita Tragis Para Nelayan Penyelam Kompresor

 

Teripang, tangkapan nelayan. Foto: Foto: Moh. Tamimi/Mongabay Indonesia

 

Mereka berada di tengah laut selama setengah bulan. Mereka menyelam ketika bulan kecil. Setengah bulan untuk mengeringkan teripang untuk dijual sekaligus waktu istirahat bagi para penyelam.

Harga teripang tegantung jenis dan ukuran.

Mereka kadang menyelam siang hari, kadang malam. Kalau mau menyelam malam, mereka berangkat sore dan pulang pagi. Ke lokasi penyelaman bisa ditempuh dalam dua jam.

“Kalau yang siang beda lagi, teripang itu yang berkelas. Satu kilo [gram] bisa sampai Rp1,5 juta.”

Waktu menyelam bervariasi, di kalangan tua zaman dahulu dalam satu kali selam bisa sampai satu jam. Akhir-akhir ini, durasi lebih pendek. Apalagi, katanya, bagi mereka yang masih baru belajar, waktu menyelam sampai 15 menit, 30 menit bagi yang berpengalaman.

“Tapi kebanyakan sekarang penyelam teripang itu anak-anak muda. Yang pengalaman, yang tua-tua, jaga mesin di atas, cari lokasi,” kata Bahar.

Dalam satu grup penyelam, sekali turun, dua orang bersamaan, selang kompresor bercabang dua di pertengahan. Mereka berjalan di dasar laut sambil memegang senter khusus. Satu sama lain, mereka tidak berjalan terlalu jauh.

Bila sudah sampai waktu yang ditentukan, selang ditarik orang yang menjaga di atas perahu. Bila terlalu lama, mereka akan kram ketika sampai permukaan. Bahar bilang, ketika masih dalam laut terasa nyaman, biasa saja, baru terasa ketika sudah sampai atas.

Dalam setiap periode satu bulan, mereka biasa mendapat bagian Rp1,2 juta-Rp2 juta per orang.

baca juga : Gunakan Kompresor untuk Tangkap Ikan, Nelayan di Sabu Raijua Ditertibkan. Kenapa?

 

Pelabuhan di Pulau Masakambing. Foto: M tamimi/ Mongabay Indonesia

 

Michael Antony Ugiono, marine instruktur for the International Uitemate Training Course, mengatakan, penyelaman dengan kompresor ban tidak ada yang aman. Menyelam, katanya, perlu kompresor selam, ada alat-alat khusus penyelaman.

Filter dalam kompresor ban tidak pakai filter khusus penyelam, ia hanya gabus atau spons. Banyak senyawa beracun yang berbahaya bagi tubuh, sifat udara dalam kompresor ban itu panas yang berbahaya bagi paru-paru. Sedang di kompresor penyelaman, katanya, ada drainase hingga udara tak terlalu kering.

Penyelam harus dibekali pengetahuan tentang prosedur penyelaman dengan baik, dibekali soal dekompresi. Dekompresi, katanya, terjadi karena ada perubahan tekanan air laut yang tejadi terlalu cepat. Kalau penyelam tak naik secara bertahap ke atas, katanya, akan terkena dekompresi. Jadi,bisa terjadi antara lain lumpuh dan tuli.

“Kalau penghirupan saja salah, bukan menggunakan scuba, ya gak ada yang aman.”

Kendati scuba itu mahal, Rp12-15 juta tetapi tak bisa dibandingkan dengan nyawa manusia.

baca juga : Kisah Nelayan Penyelam Kompresor Berburu Ikan Karang

 

Ilustrasi. Walaupun berjalan tidak normal seperti biasanya, Majmu masih bisa melaut. Dia kapok untuk menyelam menggunakan kompresor. Foto: Fathul Rakhman/ Mongabay Indonesia

 

 

Baharuddin adalah mantan penyelam tripang yang berhenti karena mempertimbangkan masalah kesehatan dan keamanan saat menyelam. Foto: Moh. Tamimi/Mongabay Indonesia

*********

Exit mobile version