- BKKPN Kupang melakukan penertiban terhadap nelayan di Desa Raedewa, Kecamatan Sabu Barat, Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT) karena menggunakan kompresor dalam melakukan aktifitas penangkapan ikan di perairan desa ini.
- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meminta agar penggunaan kompresor sebagai alat bantu aktivitas penangkapan ikan harus sudah mulai ditinggalkan. Selain merupakan pelanggaran atas undang-undang perikanan, juga memiliki dampak yang negatif bagi kesehatan nelayan
- Akademisi Unipa Maumere mengatakan kompresor dapat membahayakan pengguna yang bisa menyebabkan kelumpuhan permanen bahkan bisa mengakibatkan kematian. Di dalam kompresor biasa, tidak terdapat filter penyaringan udara serta menggunakan oli sintetis yang berasal dari minyak bumi sebagai pelumas kompresornya
- Penggunaan kompresor dalam kegiatan penangkapan ikan biasanya dilakukan untuk kegiatan destructive fishing seperti membius ikan menggunakan potasium, menebarkan racun dan pengeboman ikan
Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai unit pengelola Kawasan Konservasi Perairan Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu, melakukan penertiban terhadap nelayan yang menggunakan kompresor untuk aktivitas penangkapan ikan di perairan Desa Raedewa, Kecamatan Sabu Barat, Kabupaten Sabu Raijua, Provinsi NTT.
Penertiban dilakukan berawal dari adanya informasi dari nelayan di desa ini mengenai adanya aktivitas penangkapan ikan menggunakan kompresor. Laporan kepada BKKPN Kupang wilayah kerja TNP Laut Sawu area Sabu Raijua ini pun ditindaklanjuti.
“Tim Respon Cepat BKKPN Kupang segera melakukan koordinasi dengan instansi terkait mengenai laporan tersebut. Tim menuju lokasi kejadian untuk melakukan pengumpulan informasi ke lapangan,” ujar Kepala BKKPN Kupang, Imam Fauzi dalam rilis yang diterima Mongabay Indonesia, Sabtu (18/9/2021).
Imam menyebutkan, tim pun berhasil mendekat dan naik ke kapal pelaku untuk mengumpulkan informasi dan keterangan. Hasilnya, ditemukan barang bukti berupa mesin kompresor yang digunakan oleh pelaku.
Dia menambahkan selain menemukan mesin kompresor, ditemukan juga teripang yang rencananya akan dijual ke Kupang. Di dalam kapal tersebut ada enam orang pelaku yang semuanya berasal dari luar Kabupaten Sabu Raijua.
“Kapal yang digunakan disewa dari warga Kecamatan Sabu Timur. Saat ditemui, pelaku tidak dapat menunjukkan berkas surat-surat kapal sehingga pengumpulan informasi dilanjutkan kepada pemilik kapal,” tuturnya.
baca : Kisah Nelayan Penyelam Kompresor Berburu Ikan Karang
Imam menambahkan, pemilik kapal diminta menurunkan kompresor dan tidak diizinkan untuk digunakan dalam aktivitas penangkapan ikan maupun teripang. Selanjutnya tim langsung memberikan penjelasan tentang peraturan yang berlaku dan meminta pemilik kapal untuk menandatangani surat pernyataan tidak akan mengulangi pelanggaran tersebut.
Sedangkan Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, KKP, Pamuji Lestari menyampaikan apresiasinya kepada pihak-pihak yang ikut serta membantu dalam pemberantasan praktik-praktik penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing) tersebut.
Parmuji mengapresiasi masyarakat, khususnya nelayan yang turut peduli dan tanggap dengan melaporkan kegiatan pelanggaran ini. Ia tegaskan, penggunaan kompresor sebagai alat bantu aktivitas penangkapan ikan harus sudah mulai ditinggalkan.
“Selain merupakan pelanggaran atas Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, penggunaan kompresor ini juga memiliki dampak yang negatif bagi kesehatan nelayan,” jelasnya.
baca juga : Cerita Tragis Para Nelayan Penyelam Kompresor
Memantau dan Mangawasi
Kepala BKKPN Kupang Imam Fauzi kepada Mongabay Indonesia, Rabu (22/9/2021) menjelaskan, kompresor digunakan oleh para nelayan sebagai alat bantu pernapasan di bawah laut ketika menangkap ikan karang, lobster atau teripang.
Imam mengakui penggunaan alat ini sering digabungkan dengan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti bius ikan. Dia katakan, hal ini tentu saja termasuk dalam praktek destructive fishing dan dilarang oleh pemerintah.
Dirinya mengatakan BKKPN Kupang aktif melakukan sosialisasi secara persuasif ke nelayan di sekitar kawasan.
Ditambahkannya jika terdapat aktivitas penangkapan dengan kompresor maka pelaku diminta untuk membuat surat pernyataan agar tidak mengulangi lagi dan kalau terbukti mengulangi akan siap penanganan jalur hukum.
“BKKPN Kupang juga rutin melakukan pemantauan aktivitas pemanfaatan kawasan bersama dengan stakeholder dan pemangku kepentingan terkait seperti PSDKP, TNI AL, dan POLAIR. Selain itu juga dilakukan pelibatan POKMASWAS untuk turut mengawasi kawasannya,” terangnya.
Saat ditanyai apakah di wilayah lainnya di TNP Laut Sawu juga ditemukan kasus serupa, Imam sebutkan, sejauh ini info yang diterima dari masyarakat, penggunaan kompresor oleh nelayan di TNP Laut Sawu memang terdapat dibeberapa wilayah antara lain di Sabu Raijua dan Manggarai Barat.
perlu dibaca : Pengeboman Ikan Kembali Terjadi di Perairan Utara Flores. Kenapa Masih Marak Terjadi?
Bisa Sebabkan Kelumpuhan
Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Universitas Nusa Nipa (Unipa) Maumere, Yohanes Don Bosco Ricardson Minggo, S.Pi, M.Si kepada Mongabay Indonesia, Kamis (23/9/2021) mengakui masih adanya nelayan yang menggunakan kompresor dalam beraktifitas di laut.
Bosco sapaannya mengatakan kompresor merupakan salah satu alat bantu penangkapan ikan yang dilarang sebagaimana tertuang dalam UU No.45/2009 tentang perubahan atas UU No.21/2004 tentang Perikanan.
Ia jelaskan pada pasal 9 yang menyebutkan “Setiap orang dilarang memiliki, menguasai, membawa alat penangkapan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumberdaya ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia”.
Kompresor dilarang karena membahayakan pengguna yang bisa menyebabkan kelumpuhan permanen bahkan bisa mengakibatkan kematian.
“Penggunaan kompresor cukup berbahaya dikarenakan di dalam kompresor biasa tidak terdapat filter penyaringan udara serta menggunakan oli sintetis yang berasal dari minyak bumi sebagai pelumas kompresornya,” jelasnya.
Bosco menambahkan penggunaan kompresor untuk menyelam tidak memberikan batas waktu bagi nelayan ketika menyelam di dalam air karena udara di pasok terus dari permukaan air. Hal tersebut akan mengakibatkan dekompresi akut bagi nelayan.
Menurutnya, kompresor yang dipergunakan oleh nelayan pada umumnya kompresor untuk memompa ban yang telah dimodifikasi.
“Satu kompresor bisa terpasang sampai 2 sampai 4 buah selang. Selang-selang tersebut selanjutnya diikatkan ke tubuh penyelam, biasanya di bagian pinggang. Tujuannya agar tidak terbawa arus yang bisa melepaskan regulator dari mulut penyelam,” ungkapnya.
Bosco menuturkan ketika terjadi sesuatu hal, seperti mesin kompresor mati mendadak atau kehabisan bahan bakar, seorang penjaga (operator) di atas perahu tidak punya pilihan selain harus segera menarik selang dan penyelamnya ke permukaan.
Lanjutnya, dalam kasus seperti ini, sering terjadi kasus dekompresi dan kecelakaan penyelaman.
baca juga : Hanya Sepekan, 9 Nelayan Pengebom Ikan Asal Sikka Ditangkap. Kenapa Kian Marak?
Bosco berucap, penggunaan kompresor dalam kegiatan penangkapan ikan biasanya dilakukan untuk kegiatan destructive fishing seperti membius ikan (menggunakan potasium), menebarkan racun dan pengeboman ikan.
Ia menerangkan kompresor yang diperbolehkan yaitu kompresor yang digunakan untuk mengisi tabung penyelam (rekreasi). Selain itu, kompresor elektrik untuk penyelam menggunakan alat tangkap panah atau tombak.
Lanjutnya, juga kompressor yang digunakan di kapal perikanan seperti kompresor engine, kompresor mesin pendingin dan kompresor hidrolik.
“Pemerintah harus selalu memberikan sosialisasi bagi nelayan terkait bahaya penggunaan kompresor bagi nelayan penyelam sehingga ada kesadaran dari nelayan di wilayah NTT,” harapnya.