Mongabay.co.id

Ketika Organisasi Masyarakat Sipil Tak Bebas Suarakan Krisis Iklim Jelang KTT G20

 

 

Pertemuan puncak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) negara-negara G20 dihelat 15-16 November di Bali. Sekitar 17 kepala negara hadir dari Joe Biden, Presiden Amerika Serikat sampai Xi Jinping, Presiden Tiongkok. Beberapa hari menjelang pertemuan puncak ini situasi menyulitkan bagi para aktivis lingkungan di Indonesia. Sejumlah agenda kampanye dan diskusi menyuarakan krisis iklim seperti bicara transisi energi dan masalah lingkungan hidup tak bisa berlangsung.

Kampanye krisis iklim Greenpeace Indonesia dengan tajuk Chasing the Shadow dengan naik sepeda dari Jakarta ke Bali diikuti dari awal dan dihadang di Probolinggo, Jawa Timur. Mereka diminta menandatangani pernyataan sikap tak melanjutkan perjalanan oleh beberapa orang yang mengaku dari ormas Tapal Kuda Nusantara, 7 November lalu.

Diskusi di Denpasar oleh Greenpeace pada 13-14 November pun batal. Berikutnya, pada 9 November di Denpasar, ruang aspirasi dan  seni anak muda Bali untuk iklim oleh 360 Indonesia dan lembaga lain juga terpaksa dibatalkan.

Pada 11 November, ada jumpa pers tatap muka oleh Aliansi Masyarakat Sipil yang akan menyikapi agenda lingkungan KTT G20. Di lokasi acara ada belasan petugas intel yang memenuhi tempat. Panitia mengkonfirmasi jumpa pers batal, berencana pindah lokasi. Namun tak jadi juga karena panitia menyebut para narasumber sedang diawasi.

Akhirnya pada 12 November, jumpa pers ini dihelat online. Sesaat setelah jumpa pers daring, Ni Kadek Vany Primaliraning, Direktur LBH Bali menyampaikan, didatangi oknum mengaku pecalang, petugas keamanan adat di Bali. Di sekitar rumah singgah itu sejumlah aktivis juga ‘dijaga’ intel.

Dalam pernyataan sikap, Aliansi Masyarakat Sipil  untuk Keadilan Iklim, mengajak masyarakat memastikan tiga hal ini. Pertama, saling bahu membahu menjaga sumber-sumber penghidupan dari penghisapan para pelaku industri ekstraktif.

Kedua, memastikan transisi energi, dalam pengertian luas, juga jadi proses demokratisasi energi, dan demokratisasi ekonomi dan politik. Transisi energi, harus diselenggarakan dengan prinsip dan nilai transisi adil dan berkelanjutan–akuntabel, transparan, dan partisipatif; menghormati, memenuhi dan melindungi hak asasi manusia–, adil secara ekologis, adil secara ekonomi; dan transformatif.

Ketiga, membangun kekuatan bersama untuk membangun tata produksi, distribusi, konsumsi sesuai dengan kultur dan budaya yang selama ini melekat di sendi-sendi kehidupan.

Baca juga: Kala Tim Pesepeda Greenpeace Alami Intimidasi saat Suarakan Krisis Iklim Jelang G20

Para pesepeda Chasing the Shadow Greenpeace Indonesia. Mereka suarakan krisis iklim dengan bersepeda ke Bali, jelang pertemuan G20. Foto: dari website Greenpeace Indonesia

 

Muhammad Isnur, Ketua Umum YLBHI mengatakan, intimidasi warga yang menyuarakan pendapat jelang KTT G20 sebagai pelanggaran demokrasi dan HAM. Warga, katanya, makin sulit berpartisipasi dalam menentukan arah pembangunan.

“Kalau pegang teguh UU 1945 sebagai konstitusi, harus ada jaminan dimiliki setiap negara berkebebasan berkspresi, partisipasi, dilindungi. Tidak boleh ada penghalangan, intimidasi, harusnya aparat melindungi,” katanya.

Ketika ada upaya pembungkaman, dia berharap warga saling membantu dan melindungi juga mengingatkan aparat untuk menghormati hak warga.

Dalam jumpa pers daring itu, hadir warga yang hidup dan jadi korban industri ekstraktif, pembangkit listrik batubara maupun proyek strategis nasional.

Nurhayati, warga Desa Pintu Air, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, mengeluh anak-anak menderita penyakit kulit berkepanjangan. Warga juga kehilangan pekerjaan sebagai nelayan dan petani. Kesehatan dan perekonomian terganggu karena pencemaran limbah pembangkit batubara Pangkalan Susu.

“Sulit mencari ikan, hasil pertanian merosot. Untuk makan saja harus utang.’

Kisah Nurhayati ini mewakili kelompok warga dari Aceh, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Jawa yang mengikuti rembug warga yang dilangsungkan Yayasan Kanopi, Bengkulu, selama dua hari.

“Warga Pangkalan Susu kehilangan mata pencarian sebagai nelayan. Tak ada lagi ikan, udang, dan kepiting, laut tercemar limbah batubara,” kata Ali Akbar, Ketua Yayasan Kanopi, Bengkulu.

 

Asap yang mengepul dari corong PLTU itu menebarkan beragam zat berbahaya di udara. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Cerita dari tapak, katanya, banyak ditemukan penderitaan warga karena industri energi batubara, tak hanya di Pangkalan Susu. Ada juga di PLTU Ombilin, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Di Kalimantan, ekstrasksi batubara membuat lingkungan hidup rusak.

“Mereka dihujani abu, senyawa beracun tapi orang lain yang menikmati. Mereka menderita luar biasa demi pemenuhan energi untuk industri besar,” katanya,

Kehadiran Nurhayati dan warga korban energi fosil, katanya, seharusnya membuka mata buat memaksa transisi ke energi terbarukan. Proses transisi energi yang dibahas dalam KTT G20, katanya, harus dikawal. “Jangan sampai hanya dinikmati elit dan korporasi.”

Ahmad Ashov Birry, Direktur Program dan Kampanye Trend Asia mengatakan, perlu dicurigai KTT G20 hanya akan menguntungkan segelintir negara yang intensif berinvestiasi di indusri ekstraktif. Dampaknya, bisa luas dan jangka panjang.

Dalam sisi transisi energi, katanya, meski ada rencana pensiun dini sejumlah PLTU di Indonesia, tetapi dalam Rancangan UU Energi Baru Terbarukan (RUU-EBT) banyak upaya tetap memanfaatkan batubara. Ambil contoh, gasifikasi batubara, dan mencampur batubara dengan biomassa (co-firing).

Selain itu, ada pula proyek strategis nasional yang banyak merenggut ruang hidup rakyat. Pemerintah mencangangkan PSN di berbagai daerah, seperti bangun PLTU batubara, waduk, jalan tol, food estate, geothermal, kawasan industri, sampai proyek ibu kota negara (IKN).

Dampak lingkungan terhadap proyek-proyek itu sudah menimpa masyarakat, seperti sumber air kering, air minum tercemar, lingkungan tercemar, udara kotor, tanah pertanian rusak, ikan-ikan mati, hutan-hutan rusak, dan areal tangkapan nelayan menyempit.

 

 

Kebun warga akan tergusur jadi tambang nikel. Foto: dokumen warga

 

Aliansi ini mengeluh keterbukaan dan partisipasi publik. Seluruh dokumen proyek seperti analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), izin lingkungan, izin operasi pertambangan dinilai diputuskan sepihak dan tertutup tanpa mengikutsertakan masyarakat. Demikian juga perundang-undangan PSN dibuat dengan cepat, tertutup, dan nir partisipasi rakyat.

Penolakan masyarakat atas proyek-proyek ini disampaikan melalui serangkaian aksi di lapangan, demonstrasi, sampai audiensi kepada gubernur, bupati, DPRD, BPN sampai pemerintah pusat. Pemerintah, justru membungkam protes-protes masyarakat dengan berbagai cara, yaitu kriminalisasi, intimidasi oleh aparat keamanan, preman maupun ormas, pembubaran aksi, penutupan akses dokumen, sampai perpanjangan perizinan perusahaan atau hak guna usaha.

“Terjadi manipulasi dengan istilah nasional atau pembangunan, sesungguhnya terjadi pemiskinan rakyat dan menguntungkan segelintir orang,” kata Fanny Tri Jambore Christanto, Manager Kampanye Tambang dan Energi, Eksekutif Nasional Walhi.

Dia bilang, hukum juga jadi alat perampas hak, misal, melalui Perpres PSN, UU Minerba, dan UU Cipta Kerja. Sifat PSN sentralistik dan otoritasian, katanya, berdampak luar biasa terhadap rakyat. “Mengabaikan tata kelola ruang dan wilayah daerah, sedangkan pemerintah daerah yang memahami daya tampung, lingkungan dan mengalami dampaknya.”

Walhi mendapat beragam laporan dampak PSN, terjadi perampasan lahan di berbagai daerah. Penggunaan lahan otoritarian, dengan alasan pengadaan lahan untuk kepentingan umum. Padahal, PSN justru menguntungkan korporasi yang membuat tambang, investasi dan insfrastruktur tetapi pengadaan lahan gunakan lahan umum dengan merampas lahan.

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyelenggarakan forum temu warga yang menghadirkan perwakilan warga dari 18 provinsi. Mereka membicarakan kondisi di lapangan.

Dalam proyek strategis nasional, seharusnya warga berhak dan turut merumuskan arah pebangunan serta menjamin perlindungan ruang hidup, dan lahan mereka.

Pradarma Rupang, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kalimantan Timur suarakan mengatakan, ratusan warga mengalami dampak proyek IKN, seperti di Kecamatan Sepaku, Penajam Paser Utara.

 

Presiden Joko Widodo, dan para menteri berada di titik nol IKN Nusantara, pertengahan Maret lalu. Foto: Dari video di Fabebook Presiden Joko Widodo

 

Mereka dipaksa menjual lahan untuk kebutuhan IKN, kalau tak bersedia diminta menggugat ke pengadilan. Sedangkan masyarakat adat tidak diberi ruang untuk berpartisipasi dan dilibatkan. “Tidak ada ruang demokrasi,” katanya.

Senada dengan Isnur. Dia bilang, PSN tanpa partisipasi, izin, dan kesediaan warga. “Amdal, izin lingkungan, izin lokasi diputuskan sepihak. Ketika warga protes menyampaikan penolakan dihadapi dengan represi, kekerasan, brutalitas.” Sejumlah peristiwa kekerasan tak hanya oleh aparatur pemerintah, juga dibenturkan dengan ormas.

 

Proyek di Bali

Aliansi juga mencatat sejumlah megaproyek besar yang bermasalah antara lain, pembangunan kawasan ekonomi khusus (KEK) pariwisata Medis pertama di Sanur, terminal LNG di kawasan hutan bakau, dan Pusat Kesenian Bali (PKB) di Klungkung. Pemerintah mengatakan, semua proyek ini sejalan dengan agenda prioritas G20, terutama sektor energi dan kesehatan, dan khusus pengembangan pariwisata Bali sebagai bagian dari PSN.

Proyek terminal LNG ini ditolak Desa Adat Intaran karena ancaman kerusakan lingkungan dan ekosistem laut Bali dari proyek ini. Berikutnya, Pusat Kesenian Bali (PKB), menuai kritik karena banyak persoalan dalam proses pembangunan, mulai marak pengerukan ilegal di Bukit Klungkung buat memasok material proyek sampai berada di kawasan rawan bencana.

Vany menilai, banyak PSN melabrak tata ruang seperti proyek jalan tol, terminal LNG, dan Pusat Kesenian Bali. Kondisi ini, katanya, meresahkan, terlebih jelang G20 ini ada pembatasan demokrasi di Bali.

“Membungkam ruang diskusi, dan ada penyebaran informasi adu domba bahwa ini mengganggu perekonomian Bali. Kita mendorong terakomodirnya suara warga atas kebijakan.”

 

Kawasan industri PT IWIP di Halmahera Tengah. Foto: Christ Belseran/ Mongabay Indonesia

 

Manfaat ekonomi G20

Melalui rilis media dari Tim Komunikasi dan Media G20 menyebutkan, sejumlah manfaat ekonomi dari KTT ini. Indonesia, akan membawa arah baru dalam G20 yang dihadiri 17 kepala negara. Sebanyak 12.750 orang mulai dari delegasi, pebisnis hingga lembaga swadaya masyarat akan menghadiri pertemuan penting ini.

“Ada begitu banyak kepala negara ingin melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Joko Widodo. Permintaan presiden segera mengatur pertemuan-pertemuan bilateral,’’ kata Luhur Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi dalam konferensi pers 12 November lalu.

Indonesia disebut memilki peran strategis dalam percaturan global dan jadi tempat investasi strategis. Kegiatan ini diklaim akan memberi dampak bukan hanya ekonomi nasional juga Bali secara khusus. Kontribusi G20, diperkirakan US$533 juta atau sekitar Rp7,4 triliun terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2022. Sebagain besar akan berdampak bagi perekonomian Bali.

Konsumsi domestik didorong dari rangkaian forum G20 diperkirakan naik Rp1,7 triliun, dan menyerap tenaga kerja sampai 33.000 orang. Ia tersebar di sektor transportasi, akomodasi, usaha mikro kecil menengah (UMKM) dan meeting, incentive conference exhibition (MICE).

Bagi masyarakat Bali, katanya, pemerintah menyadari kegiatan ini akan berdampak pada keseharian masyarakat. “Kepada warga Bali, saya mohon maaf apabila dalam beberapa hari aktivitasnya terdampak, kami membutuhkan dukungan semua pihak supaya kegiatan ini berlangsung sukses.”

Pemerintah daerah mengeluarkan imbauan agar masyarakat mengurangi kegiatan keluar rumah selama KTT. Bukan berarti masyarakat tidak bisa keluar rumah. Kegiatan seperti sekolah daring, dan karyawan kerja dari rumah.

 

Greenpeace menyuarakan “tak ada transisi energi tanpa demokrasi.” Foto: Greenpeace Indonesia
Warga Trenggalek datang ke beberapa kementerian di jakarta, tolak tambang emas. Foto: Rabul Sawal/ Mongabay Indonesia

 

**********

Exit mobile version