Mongabay.co.id

Buka-Tutup Sementara, Upaya Nelayan Kepulauan Selayar Selamatkan Terumbu Karang

 

Terumbu karang adalah ekosistem laut dengan fungsi ekologi sekaligus manfaat ekonomi yang penting dengan keanekaragaman hayati yang tinggi di dalamnya. Secara ekologi, terumbu karang berfungsi melindungi pantai sekaligus tempat hidup dan membiak berbagai biota laut, termasuk di dalamnya gurita.

Sayangnya, terumbu karang kerapkali mengalami tekanan dari berbagai kegiatan manusia, serta adanya dampak perubahan iklim. Seperti halnya yang terjadi di Desa Kahu-kahu, Kecamatan Bontoharu, Kabupaten Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan.

Kondisi ini kemudian melahirkan inisiasi dari Yayasan Alam Indonesia Lestari (LINI) bekerja sama dengan pemerintah desa dan kelompok nelayan gurita Kelompok Usaha Bersama (KUB) Dopa Lestari, KUB Assamaturu dan KUB Samudra Maju, untuk menyelamatkan terumbu karang, melalui sebuah program buka-tutup kawasan penangkapan ikan selama 3 bulan di lokasi seluas 6 hektar di pantai Jeneiya Kahu-kahu.

Menurut Andri Mustain, Koordinator Program Yayasan LINI untuk Kepulauan Selayar, selain penutupan selama 3 bulan, terdapat sejumlah kesepakatan lain yang telah disusun nelayan bersama pemerintah desa setempat.

“Di dalam kesepakatan itu disebutkan juga aturan bahwa di seluruh kawasan pesisir dan laut Desa Kahu-kahu dilarang keras melakukan penangkapan ikan yang merusak lingkungan menggunakan bahan beracun dan atau bom ikan,” katanya kepada Mongabay, Kamis (17/11/2022).

baca : Ekosistem Laut dan Pesisir Terancam, Habituasi Berdayakan Nelayan Pulau Tanah Jampea

 

Nelayan gurita menandatangani kesepakatan bersama untuk melakukan buka-tutup sementara selama 3 bulan di lokasi seluas 6 hektar di pantai Jeneiya Kahu-kahu, Kepulauan Selayar, Sulsel. Foto: Yayasan LINI

 

Selain itu, dilarang melakukan aktivitas penangkapan dan budidaya di kawasan penutupan sementara selama periode yang telah ditetapkan dan dilarang membuang sampah dan atau mengotori kawasan penutupan sementara.

“Ada juga larangan merusak rambu-rambu atau tanda yang digunakan sebagai tanda batas kawasan perlindungan dan papan-papan informasi sebagai sarana penunjangnya. Barang siapa menemukan rambu atau tanda yang dimaksud maka wajib mengembalikan ke lembaga pengelola. Selain itu, setiap warga berhak melaporkan jika ada pelanggaran kepada lembaga pengelola atau pemerintah desa,” jelasnya.

Kegiatan ini merupakan bagian dari Fishery Improvement Project (FIP) Gurita bekerja sama dengan Yayasan Pesisir Lestari (YPL), di mana sejak tahun 2020 bersama dengan masyarakat Desa Kahu-kahu dan Mekar Indah telah melaksanakan pendataan hasil tangkapan gurita, pembentukan kelompok nelayan, dan memfasilitasi pertemuan-pertemuan di tingkat desa dan kabupaten untuk membahas mengenai pengelolaan perikanan gurita di Kabupaten Kepulauan Selayar.

Menurut Andri dari kegiatan buka-tutup sementara dan restorasi terumbu karang ini diharapkan berdampak pada pulihnya fungsi ekosistem terumbu karang sebagai rumah ikan konsumsi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir.

“Dari kegiatan juga diharapkan terciptanya pengelolaan perikanan berkelanjutan yang didukung dan sepenuhnya masyarakat sebagai salah satu pengelolanya. Kami juga berharap adanya dukungan penuh para pemangku kepentingan terhadap terselenggaranya kegiatan restorasi terumbu karang,” katanya.

baca juga : Sinergi dan Kolaborasi untuk Perikanan Berkelanjutan di Sulsel

 

Nelayan dan aparat pemerintah desa, kecamatan dan Babinsa berkumpul untuk membangun kesepakatan buka-tutup sementara penangkapan ikan di perairan Kecamatan Bontoharu, Kepulauan Selayar, Sulsel. Foto: Yayasan LINI

 

Khusus untuk buka-tutup sementara ini bertujuan untuk memulihkan kembali terumbu karang yang rusak akibat adanya penangkapan ikan secara berlebih dan penggunaan alat tangkap yang tak ramah lingkungan, yang menyebabkan terjadinya penurunan hasil tangkapan nelayan, lokasi penangkapan yang makin jauh, dan rata-rata ukuran gurita yang tertangkap semakin menurun.

Menurut Andri, kegiatan buka-tutup lahir dari sebuah proses musyawarah dan diskusi yang panjang berbagai unsur masyarakat. Selain penutupan sementara selama 3 bulan, dari 15 November 2022 hingga 14 Januari 2023, nelayan juga melakukan upaya restorasi terumbu karang untuk memperbaiki habitat gurita yang ada.

Secara teknis kegiatan dimulai kegiatan acara simbolis penutupan sementara yang dilanjutkan dengan pemasangan tanda batas kawasan, penurunan terumbu buatan, dan transplantasi karang.

“Selama dua tahun ini kami juga fasilitasi pembentukan dan pendampingan nelayan hingga terbentuk 3 KUB nelayan gurita untuk pengelolaan perikanan berkelanjutan. Untuk restorasi terumbu karang dimulai dengan pelatihan kepada nelayan, dilanjutkan pembuatan terumbu buatan. Terdapat 3 bentuk terumbu buatan antara lain fishdome, rotibuaya, dan hexa frame dengan total 170 struktur.”

Struktur terumbu karang buatan ini diharapkan menjadi rumah ikan yang bisa dimanfaatkan nelayan. Melalui buka-tutup sementara ini diharapkan ekosistem dan biota dalam kawasan memiliki kesempatan tumbuh dan berkembang sehingga memberikan manfaat ekonomi yang maksimal bagi nelayan.

“Harapan kita bersama dengan peran serta semua pihak, sumber daya perikanan Desa Kahu-Kahu bisa pulih kembali dan ekonomi masyarakat meningkat. Pada hari ini juga akan ditandatangani pengesahan peta kawasan penutupan sementara yang nantinya bisa disosialisasikan kepada masyarakat,” lanjutnya.

Ditambahkan Andri bahwa kegiatan buka-tutup sementara dan restorasi terumbu karang yang mereka lakukan saat ini hanya sebagian kecil dari berbagai upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak.

baca juga : Cerita Membangun ‘Surga Karang’ di Pulau Bontosua

 

Pemasangan tanda batas larangan penangkapan ikan di lokasi yang telah disepakati di perairan Kecamatan Bontoharu, Kepulauan Selayar, Sulsel. Pelanggaran atas aturan ini akan dikenakan sanksi. Foto: Yayasan LINI

 

Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar sendiri telah berupaya menekan pengrusakan terhadap sumber daya laut, antara lain melalui penerbitan Peraturan Daerah No.3/2002 tentang Alat Tangkap dan Alat Bantu Pengambilan Hasil laut serta Peraturan Bupati No.493/2006 tentang Pembentukan Tim Terpadu Patroli Pengawasan Terumbu Karang.

Herawati yang mewakili Kepala Dinas Perikanan Kepulauan Selayar menyampaikan ucapan terima kasih atas inisiatif Yayasan LINI yang seperti halnya program Coremap sebelumnya bertujuan untuk pengelolaan perikanan berkelanjutan.

“Harapannya dengan program ini tidak ada lagi penangkapan ikan yang merusak seperti bom dan bius. Ini tentunya bertujuan baik untuk peningkatan sumber daya ikan dan ekonomi nelayan sehingga perlu dukungan kita semua. Penutupan sementara ini juga perlu disosialisasikan ke masyarakat baik dari desa ini maupun desa tetangga agar diketahui batas dan lokasinya, sehingga perlu komitmen bersama untuk saling menjaga dan berkelanjutan,” katanya.

Dwi Sabriyadi Arsal yang mewakili Kepala Cabang Dinas Kelautan Kepulauan Selayar menyampaikan apresiasinya atas kegiatan ini yang menurutnya penting dalam memberi kesempatan ekosistem dan sumber daya perikanan tumbuh dan berkembang biak. Ia berharap penegakan hukum dilakukan secara persuasif.

“Perlu juga disampaikan ke masyarakat kalau penggunaan dangke sebagai bius ikan itu berbahaya, tidak hanya terhadap terumbu karang tapi juga akan sangat berbahaya bagi manusia yang mengonsumsi ikan hasil bius itu. Bisa menimbulkan keracunan,” katanya.

Siti Syamsuarti, petugas penyuluh lapangan (PPL) perikanan setempat, menyatakan pentingnya kolaborasi dalam kegiatan ini, termasuk pelibatan kelompok masyarakat pengawas (Pokmaswas) Desa Kahu-kahu untuk membantu pengawasan kawasan.

“Keterlibatan Pokmaswas sangat penting untuk melakukan pengawasan dan memastikan aturan ini betul-betul dipatuhi para nelayan sesuai kesepakatan yang ada,” katanya.

Harapan yang sama disampaikan Sumardi, sebagai Binmas Desa Kahu-Kahu, yang mengharapkan program ini bisa berkelanjutan dan perlu peran kerja sama antar stakeholder untuk berperan aktif menjaga, terutama nelayan yang memanfaatkan sumber daya ikan.

baca juga : Nelayan Makassar Sepakat Tutup Sementara Wilayah Tangkap Gurita

 

Transplantasi terumbu karang di lokasi buka-tutup di perairan Kecamatan Bontoharu, Kepulauan Selayar, Sulsel. Terdapat 3 bentuk terumbu buatan antara lain fishdome, rotibuaya, dan hexaframe dengan total 170 struktur. Foto: Yayasan LINI

 

Usman, Kepala Desa Kahu-kahu, menyampaikan harapannya agar kegiatan ini bermanfaat kepada seluruh masyarakat, dan menghimbau agar nelayan dan masyarakat bisa saling mengingatkan dan menjaga.

“Nanti kami akan berupaya mengajak dua desa tetangga, yaitu Desa Bontolebeng dan Bontoburusu di Pulau Pasi Gusung agar melakukan pengelolaan perikanan berkelanjutan secara bersama-sama,” tambahnya.

Ia juga berjanji akan mengupayakan lahirnya Perdes terkait pemberian sanksi bagi yang melanggar, yang selanjutnya akan disosialisasikan kepada masyarakat agar diketahui dan dipahami.

Alauddin, salah seorang nelayan gurita yang juga menjabat Ketua KUB Assamaturu, berharap terumbu buatan yang diturunkan dalam kegiatan ini berhasil menjadi rumah gurita khususnya di kawasan yang dilindungi sehingga memberikan manfaat bagi nelayan.

 

Exit mobile version