Mongabay.co.id

ShellBank, Aplikasi untuk Memutus Perburuan dan Perdagangan Penyu Ilegal

 

 

Penyu dikenal sebagai satwa purba pengembara. Dari tujuh jenis penyu di dunia, tercatat enam jenis berada di perairan Indonesia. Namun, ancaman kepunahan secara global tengah dihadapi penyu akibat perburuan untuk diperdagangkan.

Dalam rilis yang diluncurkan WWF [World Wide Fund for nature] disebutkan bahwa selama 30 tahun terakhir, sekitar 1,1 juta penyu [tidak termasuk produk karapas dan telur] telah dieksploitasi secara ilegal di 65 negara yang 22 persennya kemungkinan telah diperdagangkan secara internasional.

Asia Pasifik merupakan pusat pemanfaatan dan perdagangan penyu. Antara tahun 2015 dan 2019, lebih dari 1.800 penyu hidup dan 1.200 penyu mati, serta 1.900 keping karapas dan perhiasan, ditambah ribuan kilogram daging dan puluhan ribu telur, disita pihak berwenang di Indonesia, Malaysia, dan Vietnam.

Meskipun ada larangan global oleh CITES sejak 1977, namun pengambilan yang tidak berkelanjutan dan perdagangan penyu [telur, daging, dan bagian-bagian tubuh] secara ilegal masih terjadi, ditambah pasar gelap yang terus bermunculan.

Hingga saat ini, tantangan terbesar mengatasi perdagangan dan pemanfaatan penyu secara ilegal adalah ketidakmampuan untuk mengidentifikasi populasi yang menjadi sasaran dan yang paling berisiko dieksploitasi.

Baca: Perubahan Iklim Bisa Sebabkan Penyu Punah  

 

Tukik penyu hijau yang terpantau di Pulau Anano, Wakatobi. Foto: Jürgen Freund/WWF

 

Aplikasi ShellBank

Untuk mengatasi perburuan dan perdagangan penyu ilegal, sebuah aplikasi pertama di dunia bernama ShellBank dikembangkan.

Aplikasi ini diluncurkan pada Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Fauna dan Flora Liar Terancam Punah [CITES] ke-19 pada 23 November 2022. Pada konvensi ini, negara-negara anggota sepakat untuk mengadopsi resolusi yang mendukung kelestarian penyu.

Christine Madden Hof, Pimpinan Konservasi Penyu Global, WWF Internasional, menjelaskan bahwa ShellBank adalah sebuah inovasi dalam upaya global untuk mendeteksi, memutuskan, dan melindungi penyu dari perdagangan ilegal. Alat ini memberikan informasi serta akses pada basis data DNA global untuk melacak penyu dan bagian-bagiannya, mulai dari penjualan hingga ke sumbernya.

“Alat ini bisa diandalkan para penegak hukum, juga sebagai bahan dasar informasi hingga rencana aksi lainnya,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis [24/11/2022].

Baca: Penyu Hijau, Si Hewan Purba Penjelajah

 

Perdagangan penyu yang terjadi di Vietnam. Foto: Meg Gawler/WWF

 

ShellBank adalah proyek multi-kolaborasi yang disumbangkan oleh banyak organisasi. Diharapkan, dapat memutus perdagangan gelap dengan menghubungkan titik-titik antara pemburu gelap, pedagang, dan penegak hukum menggunakan DNA penyu.

Referensi datanya terdiri dari data genetik yang dikumpulkan dari sarang dan tempat penyu mencari makan, serta penyu yang ditangkap ataupun terdampar. Ketika semua penyu betina kembali ke tempat penetasannya untuk berkembang biak dan bertelur, penanda genetik diturunkan dari ibu ke anak, sehingga terdapat keunikan pada setiap daerah sarang.

Penanda unik ini dapat dianalisis menggunakan DNA dan akan diunggah ke dalam basis data global ShellBank yang memungkinkan dapat dilakukan perbandingan DNA yang diekstraksi dari barang yang disita. Hal ini merupakan sebuah langkah penting menuju penegakan dan perlindungan yang lebih efektif untuk penyu.

“Dengan ShellBank, kita dapat menelusuri, melacak, dan melindungi penyu. DNA dari produk yang disita akan dicocokkan, seperti telur atau pernak-pernik karapas penyu. Kita juga dapat mengidentifikasi titik perburuan dan populasi penyu yang paling terancam,” terang Michael Jensen, Koordinator Genetika Spesies, WWF Internasional.

Dengan menghubungkan berbagai basis data DNA penyu, maka data global untuk ShellBank tumbuh dan berkembang.

“Kondisi ini dapat mengubah upaya konservasi penyu secara global untuk mengidentifikasi tren perdagangan ilegal, serta membongkar perdagangan yang mengancam spesies ikonik ini,” tutur Prof. Rob Ogden, Direktur TRACE Wildlife Forensics Network.

Imam Musthofa Zainudin, Direktur Program Kelautan dan Perikanan Yayasan WWF Indonesia mengatakan, di Indonesia semua jenis penyu merupakan biota laut yang dilindungi penuh melalui Peraturan Pemerintah [PP] Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Untuk itu, pihaknya mendukung pemberantasan perdagangan ilegal terhadap semua spesies laut yang dilindungi.

“Shellbank diharapkan dapat memudahkan semua pihak, khususnya untuk melindungi penyu,” ujarnya dalam rilis yang sama.

Baca juga: Mengapa Kura-kura Bisa Hidup Begitu Lama?

 

Perburuan dan perdagangan penyu secara global merupakan ancaman utama kehidupan penyu saat ini. Foto: Education for Nature – Viet Nam [ENV]

 

Perdagangan telur maupun daging penyu di Indonesia seringkali dilaporkan terjadi. Satu kejadian yang menarik perhatian banyak pihak pada Oktober 2020, ketika polisi berhasil menggebrek rumah warga di Kecamatan Kalukku, Mamuju, Sulawesi Barat, yang dijadikan tempat pengolahan daging penyu.

Dalam penangkapan itu, polisi mengamankan 220 kilogram daging penyu kering siap jual. Juga, disita lima ekor penyu dewasa hidup yang disembunyikan di semak belukar.

Masyarakat di Indonesia juga masih ada yang mempercayai bahwa mengonsumsi telur dan daging penyu dapat meningkatkan stamina, meskipun itu hanya mitos. Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa daging penyu mengandung senyawa polutan organik persisten [POP] dan logam berat yang sangat berbahaya.

Kandungan polychlorinated biphenyl [PCB] dalam telur penyu juga sangat tinggi [300 kali di atas batas aman]. PCB ini dapat menyebabkan cacat lahir dan mendatangkan berbagai jenis kanker.

 

Exit mobile version