Mongabay.co.id

Apa Dampak Perubahan Iklim Bagi Nelayan NTT?

 

Baca sebelumnya: Perubahan Iklim, Antara Aksi dan Adaptasi Masyarakat NTT

**

 

Nenek moyangku seorang pelaut. Gemar mengarung luas samudera. Menerjang ombak tiada takut. Menempuh badai sudah biasa.

Penggalan syair lagu Nenek Moyangku ciptaan Ibu Sud ini menggambarkan situasi di Pelabuhan Perikanan Tenau, Kelurahan Alak, Kecamatan Alak, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur [NTT], Jumat [18/11/2022].

Sejak subuh, puluhan perahu nelayan tradisional merapat ke dermaga. Rata-rata, kapal yang bersandar berukuran 5 hingga 20 GT. Ada kapal lampara, kapal pemancing ikan demersal, serta beberapa kapal pole and line [huhate].

NTT merupakan wilayah kepulauan, terdiri 1.192 pulau yang 432 pulau sudah memiliki nama. Sebanyak 42 pulau telah dihuni dan 1.150 pulau tidak dihuni.

Dari pulau yang sudah diberi nama itu terdapat 4 pulau besar yaitu Flores, Sumba, Timor dan Alor [Flobamora] dan pulau-pulau kecil seperti Solor, Adonara, Lembata, Sabu Rote, dan Semau.

Secara administatif, NTT terdiri 21 kabupaten dan 1 kota dengan 285 kecamatan, 2.468 desa, serta 300 kelurahan.

Luas wilayah daratan mencapai 47.349,90 km² atau 2,49% dari luas wilayah Indonesia. Luas wilayah perairan sekitar 200.000 km diluar peraiaran Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia [ZEEI].

Baca: Inilah Dampak Badai Siklon Tropis Seroja pada Terumbu Karang di TNP Laut Sawu

 

Ikan-ikan segar ini dijual di Pelabuhan Perikanan Tenau, Kecamatan Alak, Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Cuaca tidak menentu

Nelayan Nun Baun Sabu, Kecamatan Alak, Kota Kupang, La Ace, kepada Mongabay Indonesia mengatakan, dampak perubahan iklim menyebabkan nelayan tidak bisa memprediksi cuaca.

Kadang, di pesisir tidak ada angin namun ketika di tengah laut tiba-tiba angin kencang menerpa.

“Kalau bisa dilanjut, kami berlayar. Bila tidak memungkinkan, kami kembali pulang. Kami harus menanggung rugi karena sudah mengeluarkan biaya bahan bakar solar,” jelasnya.

Menggunakan perahu 5 GT, dia bersama 4 nelayan lain melaut hingga ke perbatasan Indonesia dan Australia. Butuh 24 jam ke lokasi.

“Kami memancing ikan demersal menggunakan senar dan kail. Terkait harga, ikan demersal atau ikan karang dipasaran lokal berkisar Rp20 ribu hingga Rp25 ribu per kilogramn. Untuk kelas ekspor, minimal Rp40 ribu per kilogram,” sebut La Ace.

Baca: Inilah Dampak Badai Siklon Tropis Seroja pada Terumbu Karang di TNP Laut Sawu

 

Perahu nelayan tradisional saat merapat pagi hari di Pelabuhan Perikanan Tenau, Kecamatan Alak, Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Sekjen Nelayan Bersatu Kota Kupang, Radith Giantiano membenarkan, dampak perubahan iklim sangat berpengaruh bagi nelayan. Sebentar angin, kadang gelombang tinggi, juga badai.

“Bila angin kencang, nelayan terpaksa menepi ke pesisir. Belum lagi cuaca siang hari yang sangat panas mulai Mei hingga Desember.”

Laporan Koaksi Indonesia menyebutkan, panas ekstrim bisa menjadi halangan orang untuk bekerja. Indonesia kehilangan 36 miliar jam kerja per tahunnya yang merupakan dampak hawa panas dan kelembapan tinggi, atau setara 4,76% PDB Indonesia. Saat iklim memanas, Indonesia merupakan negara yang mengalami kemerosotan jumlah jam kerja paling signifikan [Parsons, et al., 2021].

Baca: Transplantasi Terumbu Karang di Perairan Kojadoi. Apa Manfaatnya?

 

Perahu nelayan tampak berada di perairan Teluk Kupang, dilihat dari pantai Kelapa Lima, Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Dampak Badai Seroja

Badai Siklon Tropis Seroja yang melanda NTT awal April 2021, memberikan dampak besar terhadap kehidupan nelayan.

Perkumpulan PIKUL memperkirakan, sebanyak 80% kapal nelayan hancur atau rusak berat diterpa badai tersebut.

Sebagai informasi, berdasarkan data KKP 2019, terdapat 1.018 desa dan kelurahan pesisir di NTT,  yang 226.526 jiwa nelayan dan 66.525 rumah tangga perikanan.

Untuk Kota Kupang, terdapat 5.210 nelayan [BPS, 2019] dengan jumlah kapal sebanyak 947 unit di Kota Kupang. Sedangkan Kabupaten Kupang memiliki 700 kapal nelayan [KKP, 2019], namun masih banyak yang tidak tercatat terutama kapal kecil.

Terkait Badai Seroja, La Ace mengaku kapal motornya rusak akibat bencana tersebut. “Meski mengantongi kartu nelayan, saya tidak mendapat bantuan.”

Baca juga: Apa yang Terjadi di Laut Apabila Cuaca Ekstrim Bergabung dalam Satu Waktu?

 

Perahu nelayan tradisional di pesisir pantai Kelurahan Nunbaun Sabu, Kecamatan Alak, Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Radith menambahkan, dampak badai membuat hampir 100 kapal nelayan di Kelurahan Alak rusak. Hampir 2 minggu pasca-badai, belum ada pihak-pihak yang mengunjungi nelayan terdampak di kelurahan ini dan sekitar.

“Kami berinisiatif mendata nelayan terdampak dan membawa ke Komisi 2 DPRD Kota Kupang. HAsilnya, anggota dewan mengunjungi lokasi dan menggelar rapat dengar pendapat [RDP] bersama pemerintah. Namun, hingga sekarang belum ada tindak lanjutnya,” jelasnya.

Wa Ode Ade Isnan, isteri nelayan di Kelurahan Nun Baun Sabu, mengisahkan getirnya kehidupan mereka usai badai menerpa. Sang suami terpaksa berhenti melaut selama dua pekan.

“Kami terpaksa berutang karena tidak ada penghasilan, sementara bantuan tidak kunjung datang.”

 

Dampak perubahan iklim sangat berpengaruh pada hasil tangkapan ikan nelayan di NTT. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Balai Kawasan Konservasi Perikanan Nasional [BKKPN] Kupang melakukan survei cepat di 19 titik sekitar perairan Kota Kupang, Kabupaten Kupang, dan Kabupaten Rote Ndao, usai Badai Seroja.

Dari 7 lokasi terumbu karang di Teluk Kupang dan sekitar menunjukkan, perairan Kuanheum dan Lifuleo, tidak terdampak badai.

Sementara sekitar perairan Alak dan Nitneo terdampak sedang dan di wilayah Kelapa Lima, Pasir Panjang, serta Namosain kondisi terumbu karangnya sangat terdampak.

Sedangkan hasil survei di 12 lokasi Kabupaten Rote Ndao, di perairan wilayah Sedeoen, Mbueain, Pulau Nuse, Faifua, Papela, dan Tesabela tidak terdampak.

Perairan Maubesi, Sotimori, dan Siomeda terdampak sedang. Dampak sangat besar berada pada perairan Tolama, Dengka serta Tua Natuk.

Laporan perekonomian Provinsi NTT tahun 2021 yang diterbitkan Bank Indonesia memaparkan, badai siklon tropis seroja mengakibatkan 602 kapal rusak. Kerusakan berat terjadi pada 537 kapal kapasitas 1-10 GT, 65 unit kapal kapasitas 10-30 GT, serta 2.000 ton rumput laut terdampak bencana.

 

Exit mobile version