Mongabay.co.id

Perburuan Ikan Napoleon: Ditangkap di Wakatobi, Transit di Bali, Jadi Sup di Hongkong (1)

 

Di bawah langit gerimis pada sepertiga awal malam pertengahan Juni lalu, Arjun (nama disamarkan) mendayung perahu kayu kecilnya mendekati tubir gugusan terumbu karang yang berjarak beberapa ratus meter dari pesisir pantai timur Pulau Tomia, Kepulauan Wakatobi. Lelaki tinggi tegap berusia 30-an tahun itu mengabaikan hembusan angin timur yang menampar-nampar tubuhnya yang hanya dilindungi selembar pakaian kusam.

Di depannya, di dasar perahu, tergeletak panah ikan. Panah sepanjang satu setengah meter ini bermata besi tajam. Inilah satu-satunya alat tangkap yang ia bawa malam itu untuk berburu ikan Napoleon. Dan, malam-malam begini, Napoleon biasanya sedang tidur di bagian dasar karang yang berpasir. Jadi ikan ini akan mudah dipanah.

Tiba di tubir karang, ia bersiap-siap menyelam. Dengan seksama ia memasang kacamata selam dan menyetel headlamp di kepalanya, lalu byur… badannya masuk ke air. Dengan panah ikan di tangan, ia segera bertolak ke dasar laut, tempat Napoleon biasa tidur, di kedalaman sekitar 10 meter. Sudah terlatih menahan nafas selama tujuh menit di dalam laut, ia tak kesulitan mencapai dasar laut. Sinar cahaya headlamp-nya liar ke sana kemari menembus pekatnya kegelapan dalam laut, mengikuti matanya yang mencari-cari buruan.

Setelah beberapa jam mencari, akhirnya ia melihat seekor Napoleon sedang tidur, menghadap ke arahnya. Ia pun memutar haluan untuk mendekati target dari belakang. “Napoleon harus dipanah dari belakang”, katanya agar anak panah bisa masuk di sela-sela sisiknya yang terkenal keras. Dari jarak 2 meter ia melepaskan anak panahnya dan tepat menembus badan ikan Napoleon yang sedang tertidur itu.

Malam itu ia hanya mendapat buruan satu ekor Napoleon seberat 2,7 kg. Untunglah ia juga memanah aneka jenis ikan-ikan karang lainnya. Hasil buruan malam itu cukup untuk lauk keluarganya selama dua hari.

baca : Ikan Napoleon yang Makin Langka di Laut Maluku Utara

 

Panah ikan tradisonal menjadi salah satu alat tangkap yang digunakan nelayan pemburu ikan napoleon. Foto : Riza Salman/Mongabay Indonesia

 

“Populasi Ikan Napoleon terus berkurang dan semakin jarang ditemui. Berbeda dengan dua tahun lalu. Hampir setiap malam dapat napoleon,” ujarnya kepada tim liputan kolaborasi investigasi Bela Satwa, ketika ditemui di rumahnya pada 15 Juni 2022.

Ia juga memperlihatkan ikan Napoleon hasil tangkapan semalam yang disimpannya di lemari pendingin dan memperbolehkan kami untuk mendokumentasikannya.

Tim liputan kolaborasi lalu memperlihatkan foto dokumentasi tersebut kepada Kepala Fungsional Pengelolaan Produksi Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sulawesi Tenggara, Abdul Kadir. Dari bentuk dan cirinya, Kadir membenarkan bahwa ikan dalam foto itu merupakan ikan Napoleon jenis Cheilinus undulatus yang dilindungi undang-undang.

Cheilinus undulatus yang memiliki ciri utama berupa bibirnya yang dower merupakan salah satu ikan karang berukuran besar dengan ukuran bisa mencapai 2 meter dengan berat badan 190 kg. Pada tahun 2004 jenis ikan ini ditetapkan masuk dalam daftar apendiks II CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), yang perdagangan internasionalnya telah ditetapkan ketentuannya. CITES adalah perjanjian internasional antar negara yang bertujuan untuk melindungi tumbuhan dan satwa liar dari perdagangan internasional.

Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 37 tahun 2013 tentang tentang Perlindungan Ikan Napoleon Wrasse (Cheilinus undulatus) menyatakan ikan napoleon berukuran berat antara 100 gram sampai 1 kg/ekor dan ukuran lebih besar dari 3 kg/ekor dinyatakan sebagai ukuran yang dilindungi. Ikan Napoleon yang berukuran dan berat di bawah ketentuan 100 gr/ekor dengan berat antara 1 kg –3 kg/ekor tidak termasuk dilindungi, artinya bisa dimanfaatkan.

Sementara di wilayah laut Wakatobi, pihak Balai TN Wakatobi mengeluarkan larangan tidak membolehkan aktivitas penangkapan dan penjualan ikan napoleon dalam bentuk ukuran, berat, dan dalam kondisi apapun untuk menjaga keseimbangan biodiversitas laut. Ikan napoleon yang bersumber dari kawasan laut TN Wakatobi juga tidak boleh dieksploitasi tanpa seizin pemangku kawasan, apapun alasannya. Kekecualiannya: untuk tujuan penelitian, dengan catatan yang bersangkutan mengajukan permohonan izin. “Untuk kepentingan konsumsi atau komersial tidak diperbolehkan,” ujar Kepala Balai TN Wakatobi, Darman, saat dikonfirmasi langsung.

baca juga : Kenapa Natuna dan Anambas Ekspor Napoleon Kembali lewat Laut?

 

Ikan napoleon semakin jarang terlihat di habitat terumbu karang TN Wakatobi. Foto : Riza Salman/Mongabay Indonesia

 

Selain menemui Arjun, kami mendatangi seorang nelayan pemburu ikan Napoleon di Tomia Timur. Namanya sebut saja Abdi. Abdi mengaku hampir setiap bulan berburu ikan Napoleon di laut TN Wakatobi. Ukuran yang ditangkap tergolong besar dengan berat rata-rata sekitar 20 kg. Ikan napoleon hidup dijual kepada pengepul lokal. Yang mati dijual dari rumah ke rumah atau ke pasar setempat. Ikan napoleon hidup dan mati dijual dengan nilai yang sama, seharga Rp500 ribu/kg.

Menurut Abdi, ada perjanjian tidak tertulis yang disepakati bersama antara nelayan dan pengepul. “Kita sistemnya ada perjanjian tidak tertulis yang disepakati bersama antara nelayan dan pengepul. Bahwa jika ke depannya aktivitas ilegal ini berbuntut hukum lantaran tertangkap petugas berwenang, pengepul tidak akan membawa-bawa nama nelayan,” ujarnya.

Abdi mengungkapkan bahwa ikan napoleon yang dijual ke pengepul dikirim ke pengumpul ikan di Kota Baubau menggunakan kapal kayu penumpang reguler dengan waktu tempuh perjalanan selama satu malam. Ikan Napoleon itu diselundupkan di antara ikan kerapu hidup dalam boks kardus yang dilakban rapi.

Untuk ikan napoleon mati, daging ikan dipotong-potong agar sekilas terlihat serupa dengan jenis daging ikan lain yang berwarna putih, untuk mengelabui pantauan petugas jagawana TN Wakatobi. “Untuk membedakan, petugas harus mencicipi dagingnya,” kata Abdi, yang mengaku tidak pernah sekalipun kedapatan petugas dalam menjalankan aksinya.

baca juga : Hiu Mati dan Temuan Jaring Misterius, Perburuan Marak di Wakatobi?

 

Ikan napoleon (tengah) diperdagangkan secara bebas di lapak pasar basah Wamoe, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara. Foto : Riza Salman/Mongabay Indonesia

 

Penyelundupan

Hari lainnya, di Wakatobi. Kami bertemu Lawa. Siang itu Lawa (nama disamarkan) sedang menduduki kotak pendingin berukuran besar, sembari menikmati sepoi-sepoi angin laut di halaman rumahnya di pemukiman penduduk kawasan pesisir Barat Daya pulau Tomia. “Saya mengepul ikan dengan mendatangi nelayan dari Binongko, Tomia, Kaledupa dan Wanci,” ujarnya ketika memperkenalkan diri.

Ikan-ikan yang kecil, kata dia, dibesarkan dulu di keramba yang berada di tengah laut, berjarak puluhan meter tempat tinggalnya. Ikan napoleon dan jenis ikan lain yang telah mencapai bobot tubuh yang standar sesuai dengan permintaan pasar dijual ke beberapa kapal berkapasitas bak penampung besar 8-20 ton, yang setiap dua bulan datang berlabuh di perairan laut Tomia.

Lawa mengungkapkan kapal-kapal itu menempuh rute pelayaran regular: Bali–Selayar–Bulukumba–Korumpa– Kabaena–Wanci–Tomia–Wanci–Kendari–Wawonii–Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng)–Pulau Bungku–Bitung. “Jika sudah memenuhi target maka langsung diekspor ke Hongkong,” kata dia. Katanya, kapal-kapal itu menggunakan bendera Indonesia selama melakukan pelayaran di rute tersebut. Ketika hendak bertolak dari Bitung ke Hongkong, kapal itu mengibarkan bendera Indonesia dan bendera Hongkong. Ia melanjutkan, “Kapal tersebut memiliki kelengkapan dokumen perizinan.”

Lawa sempat menunjukan kapal yang dimaksud kepada tim liputan kolaborasi. Namun kapal itu sudah berlayar menjauh meninggalkan pulau Tomia, sehingga menyulitkan tim liputan kolaborasi untuk mengidentifikasi kapal tersebut.

Adapun ikan Napoleon mati yang diperoleh dari para nelayan dikirim ke pengepul besar di pulau Wangi-wangi atau lazim disebut Wanci yang berjarak dua jam perjalanan menggunakan transportasi laut speedboat reguler. “Dari Wanci itu dikirim lagi ke Kendari sampai dipasarkan hingga di Makassar.”

baca juga : Anomali Cuaca, Kehidupan Masyarakat Pesisir Wakatobi Makin Sulit

 

Ikan napoleon diperdagangkan secara bebas di pasar sentral Wangi-wangi, Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Foto : Riza Salman/Mongabay Indonesia

 

Paket Ilegal di Pelayaran Resmi

Kampung pesisir Mola di bagian selatan pulau Wangi-wangi sedang ramai dan dijaga ketat oleh TNI-POLRI pada 9 Juni 2022 siang itu. Masyarakat turun memadati jalan dan lorong-lorong sempit, menyambut Presiden Joko Widodo yang tengah melintas melakukan blusukan mengendarai motor bebek matic roda dua, dikawal rombongan yang turut mengendarai motor di bawah sengatan terik panas matahari.

Ini merupakan kunjungan perdana Presiden di Kabupaten Wakatobi pada 9 Juni 2022 siang. Kehadiran Jokowi untuk menghadiri sekaligus membuka Pertemuan Puncak Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA Summit) 2022. Sebanyak 4.500 Personel gabungan TNI-POLRI disiagakan untuk menjaga keamanan.

Rombongan yang dipimpin langsung Jokowi melintasi jembatan kayu berwarna-warni di kawasan padat pemukiman rumah nelayan yang dibangun di atas laut. Tak jauh dari tempat melintas Presiden, di salah satu kolong rumah nelayan, terdapat keramba ikan berisi ikan napoleon yang disamarkan di antara budidaya ikan kerapu.

Kami mendatangi rumah apung tempat penangkaran ilegal ikan napoleon itu, yang berjarak sekitar 2 kilometer dari resort Seksi Pengelolaan TN Wakatobi wilayah Wangi-wangi Selatan, dengan waktu tempuh 7 menit menggunakan sepeda motor roda dua.

“Banyak yang pelihara ikan begini (Napoleon) di sini,” kata Rafi (nama disamarkan), seorang pria paruh baya, sambil menunjuk ke keramba yang berada tepat di bawah lantai rumah. Hanya ada satu lubang intip berbentuk persegi panjang yang berukuran kecil, dibuat khusus untuk memantau dan memberi makan ikan-ikan itu.

Dalam keramba jaring yang luasnya sekitar 3×4 meter persegi itu, kami melihat beberapa ikan napoleon berukuran kecil dan sedang. Dengan kisaran berat 5 ons atau lebih, seukuran telapak tangan orang dewasa. Napoleon itu “dipelihara tahunan sampai besar,” dengan cara disamarkan di antara sekumpulan ikan Kerapu.

“Ada juga yang besar, satu meter,” katanya. Namun Rafi tidak menyebutkan di mana lokasi keramba penyimpanan ikan napoleon berukuran besar itu.

 

Seorang pengepul ikan memantau kerambah berisi ikan napoleon dibawah kolong rumahnya. Foto : Riza Salman/Mongabay Indonesia

 

Ia mengaku tidak kesulitan memperoleh ikan napoleon, karena ada nelayan yang siap setiap saat untuk mengumpulkan ikan sesuai permintaannya. Ia mengatakan periode Juni-September merupakan masa bertelur ikan napoleon, dan perburuan dimudahkan karena ikan napoleon ‘jalan berombongan’.

Penjualan ikan napoleon hidup digabung bersama ikan-ikan karang jenis Sunu dan Kerapu dalam bak penampungan khusus berisi air dalam kapal berkapasitas muatan 50 ton dari Bali. Selanjutnya diangkut kembali ke Benoa di Bali.

Aktivitas pemuatan ikan ke kapal dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Namun enggan menyebutkan nama kapal tersebut dan Kementerian apa yang menerbitkan izin kapal.

“Kalau pemuatan ke sana (Bali) setiap dua bulan. Tinggal laporan dari sini kalau sudah tertampung ikan,” ungkapnya. Rafi mengaku sempat empat kali melakukan pengantaran kapal penampung lokal berisi Napoleon dan ikan karang lain ke Benoa, Bali.

Rafi bercerita, dirinya sejak tahun 1990-an menjalani jual beli jenis ikan-ikan karang, di antaranya Napoleon. Rafi kini dibantu beberapa orang kerabat dekatnya dalam menjalankan usahanya.

Untuk ikan napoleon mati dengan kategori segar kerap disuplai untuk melayani permintaan ikan napoleon segar dari Kota Kendari, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tenggara. Untuk harga terkini, ikan napoleon dari tangannya dibeli seharga Rp200 ribu per kilogram.

Ikan napoleon dikirim ke Kendari menggunakan jasa pengangkutan kapal penumpang regular rute Wangi-wangi ke Kendari, dengan waktu tempuh pelayaran delapan jam. Ikan napoleon digabung bersama ikan karang jenis lainnya ke dalam kotak gabus berisi es yang disegel menggunakan lakban. Ikan Napoleon juga kerap dikirim menggunakan jasa pengangkutan laut Pelayaran Nasional (PELNI) KM Jetliner dan kapal jalur tol laut KM Sabuk Nusantara. Kedua kapal PELNI itu melayani rute pelayaran domestik antar Pulau di Sulawesi Tenggara.

Sesampainya di Kendari, “Dikirim langsung ke Makassar”. Dan, “Bos-bos di Kendari dia oper ke temannya lagi, biasa begitu!” Rafi mengaku pernah bertemu salah satu bos penampung ikan napoleon di sekitar kawasan Pasar Pelelangan Ikan (PPI) di Kendari.

Kami pun memantau aktivitas bongkar muat di setiap pelabuhan persinggahan kapal dari Wakatobi–Kendari dan Wakatobi–Baubau. Petugas pelabuhan dan Petugas Balai Karantina Ikan setempat tidak terlihat memeriksa isi kotak-kotak gabus yang dimuat oleh kapal dari Kabupaten Wakatobi.

 

Aktivitas bongkar muat boks ikan yang dikirim dari Wakatobi di pelabuhan Kendari. Foto : Riza Salman/Mongabay Indonesia

 

Ekspor

Suasana pagi hari di PPI Kendari, Kecamatan Kendari Barat, sesak pengunjung yang berbondong-bondong berburu ikan-ikan segar yang dijual dengan harga murah, dari kapal-kapal yang memuat tangkapan ikan yang di perairan laut pulau-pulau di Sulawesi Tenggara.

Kami berlagak sebagai calon pembeli ikan napoleon dan bertanya kepada salah seorang buruh bongkar muat kapal-kapal yang sedang istirahat pada 13 Juni 2022. Buruh itu menjawab ikan napoleon banyak dari Wanci. Tiga hari sebelumnya, ujarnya, sebanyak tiga ekor napoleon dengan total berat sekitar 40 kg diturunkan dari kapal yang berasal dari Wakatobi. Ikan itu difillet oleh salah satu agen penampung-supplier ikan yang hanya berjarak puluhan meter dari PPI, cerita buruh itu.

Kami lalu mendatangi agen penampung ikan tersebut, yang menjalankan operasional usahanya di bangunan rumah warga.

Di sana boks-boks gabus penampung ikan tertumpuk rapi di teras rumah yang dijadikan tempat pengepakan ikan. Ada tiga orang yang baru saja melakukan pengiriman paket boks-boks gabus berisi ikan menggunakan mobil pick up. Salah seorang di antara mereka mengatakan pihaknya hanya supplier, bukan perusahaan. “Semua jenis ikan kami tampung lalu disebar ke Makassar.”

 

Pengiriman boks gabus berisi ikan dari Wakatobi di kirim menggunakan jasa kapal transportasi umum reguler ke pelabuhan di Kendari. Foto : Riza Salman/Mongabay Indonesia

 

Lelaki itu, Iwan, bukan nama sebenarnya, juga mengaku menampung napoleon. “Ada dari semua penjuru. Dari Wakatobi setiap hari,” ujar Iwan. Sayangnya ia menolak permintaan kami untuk untuk melihat stok ikan napoleon yang ada.

Ia mengaku ikan napoleon hidup dan mati yang diperoleh dari pengumpul ikan di Wakatobi.

“Saya punya nelayan pengumpul di pulau. Ikan yang hidup di kirim ke Bali dan ikan yang mati dikirim ke sini (Kendari),” katanyanya. “Mau besar dan kecil ada,… satu ton mau?!” dia menggertak.

Ikan napoleon yang hidup di kirim ke Bali oleh jejaring nelayan pengepulnya di Wakatobi, menggunakan kapal yang berpenampung bak besar berisi air beroksigen. “Itu kan ada izin karantinanya, kelautannya, perjalanannya, ada semua,” kata dia.

Ketika kami menanyakan koneksi jejaring pengepul ikannya, ia cemberut. “Itu rahasia kami,” ujarnya. Ia juga tak mau menyebutkan nama klien perusahaan yang menjadi tujuan pengirimannya ke Makassar, ibu kota provinsi Sulawesi Selatan, menggunakan jasa angkut reguler transportasi darat bus berpenumpang.

Namun, ia memberi info, “Makassar setiap hari mengirim daftar-daftar harga itu. Ada perubahan harga ikan, kita sesuaikan dengan nelayan,” kata Iwan. Ia lalu menguraikan bagaimana modus pengiriman ikan Napoleon ke Makassar.

Mereka mengiris-iris tipis ikan napoleon yang akan dikirim ke Makassar, lalu dimasukan ke dalam boks gabus berisi es yang disegel menggunakan lakban. “Makassar mengirim ikan ke Singapura, Hongkong, Taiwan, ke Dubai”. Ia melanjutkan, “Makassar bandaranya Internasional, makanya bisa langsung ke luar negeri”.

 

Ikan napoleon seberat puluhan kilo dipotong-potong di lapak pasar basah Wameo, untuk selanjutnya dijual ke pembeli berduit. Foto : istimewa

 

Mengenai soal harga, Iwan menolak menyebut angka. Ia berdalih jika selama ini harga standar ditentukan oleh Makassar. “Banyak pemain’ yang mengirim ikan napoleon ke Makassar,” ujarnya.

Sayangnya, tidak ada keterangan dari pihak Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Kendari mengenai pengawasan distribusi ikan napoleon di pelabuhan-pelabuhan antar pulau yang ada di wilayah Kendari, tempat keluar masuk perdagangan ikan napoleon dari Taman Nasional Wakatobi. Padahal Tim kolaborasi telah berulang kali mendatangi kantor BKIPM Kendari untuk mengkonfirmasi perihal tersebut.

Staff yang ditemui selalu beralasan pimpinan sedang rapat, belum bisa ditemui. Dan pada kedatangan terakhir kalinya pada 18 Oktober 2022, seorang staf BKIPM yang bertugas menemui tim kolaborasi berkata “Kalau untuk sekarang lagi banyak kegiatan dia (Kepala BKIPM Kendari) itu.”

 

Tak Ada Kuota Ikan Napoleon

Tapi ada tanggapan dari Getreda Hehanussa, Kepala Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Laut (BPSPL) Makassar di Sulawesi Selatan saat dikonfirmasi. “Mestinya tidak terjadi perdagangan (ikan napoleon)”, ujarnya. Dia mengatakan, perairan laut Sulawesi Tenggara merupakan bagian dari wilayah kerja dan pengawasan BPSPL Makassar.

Getreda mengaku hingga kini pihaknya ‘belum mengeluarkan izin’ pengembangbiakan atau pembudidayaan Ikan Napoleon kepada perusahaan apapun di Sulawesi Tenggara. BPSPL Makassar belum mengeluarkan izin budidaya dan aktivitas pengiriman ikan napoleon dari Sulawesi Tenggara. Keputusan itu berdasarkan hasil penelitian dan monitoring populasi ikan napoleon yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang kini menjadi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebagai Science Authority Kementerian Kelautan dan Perikanan.

 

Penjual di pasar basah Wameo, Kota Baubau, memperlihatkan ikan napoleon seberat puluham kilogram hendak diperjualbelikan secara bebas. Foto : Istimewa

 

Koordinator Pelayanan Masyarakat BKSDA Sultra, Erni, mengatakan jika status perlindungan hewan Napoleon bukan menjadi kewenangan dan tanggung jawab BKSDA sejak tahun 2021. Dialihkan sepenuhnya ke Dinas Perikanan dan Kelautan. Namun jika ada laporan terkait temuan kasus adanya penangkapan Napoleon, BKSDA akan memproses laporan tersebut dan memberikan edukasi bahwa tidak ada pemanfaatan ikan napoleon yang dilindungi untuk wilayah Sultra. Dan jika berakibat hukum akan dilimpahkan ke instansi Penegakan Hukum Kementerian dan Lingkungan Hidup (Gakkum KLHK) yang memiliki otoritas untuk melakukan penyidikan kasus perlindungan satwa.

“Bahkan saya pribadi tidak pernah ketemu langsung Napoleonnya itu seperti apa bentuknya,” ujar Erni.

Erni melanjutkan bahwa pada intinya ikan napoleon di Sultra tidak boleh diapa-apakan. Harus ada kuota penangkapan dan perlindungan penuh. Ukuran berapapun tidak bisa dilakukan penangkapan, “karena kita memang tidak dapat kuota dan nggak ada yang punya izin untuk pemanfaatannya,” kata Erni, mengutip peraturan yang ditetapkan oleh BPSPL Makassar. (***)

 

 

Liputan kolaborasi ini merupakan kerja sama Mongabay Indonesia, Kendari Pos, dan Rakyat Sultra dan terselenggara berkat dukungan Garda Animalia dan Auriga Nusantara dalam program Bela Satwa

 

 

Exit mobile version