Mongabay.co.id

Cerita Nelayan Maginti Raya Kelola Laut Atasi Perikanan Merusak

 

 

Wilayah laut Kabupaten Muna Barat, Sulawesi Tenggara memiliki kekayaan laut yang melimpah. Sebagian besar masyarakat di kabupaten itu pun memanfaatkan kekayaan laut itu dengan menjadi nelayan penangkap ikan. Seperti masyarakat di Kecamatan Maginti Raya, Muna Barat yang berprofesi sebagai nelayan.

Sayangnya, para nelayan di Kecamatan Maginti Raya mengeluhkan kondisi susah melaut, susah mendapatkan ikan dan lokasi menangkap ikan semakin jauh.

Ketua Kelompok Nelayan PAAP kawasan Maginti Raya Abdul Hafid mengatakan makin sedikitnya nelayan setempat mendapatkan ikan karena adanya praktek perikanan merusak yaitu penangkapan ikan dengan menggunakan jaring troll dan pukat yang dapat merusak habitat laut dan terumbu karang.

Melihat kondisi itu, pemerintah daerah didukung oleh LSM Rare Indonesia membuat program Pengelolaan Akses Area Perikanan (PAAP), yaitu berupa pemberian akses dan tanggung jawab pengelolaan di wilayah perairan tertentu kepada kelompok masyarakat setempat yang berbadan hukum dengan jangka waktu tertentu sejak 2018.

Untuk pelaksanaanya, dibentuk kelompok nelayan PAAP kawasan Maginti Raya yang meliputi enam desa setempat yakni Desa Pajala, Desa Gala, Desa Bangko, Desa Maginti, Desa Kangkunawe, dan Desa Pasi Padangan.

Kelompok nelayan PAAP kawasan Maginti Raya itu diketuai Abdul Hafid dibantu 40 orang nelayan dalam struktur kepengurusannya dan telah mendapat legalitas berupa SK Gubernur Sulawesi Tenggara No.135/2022 tentang Penetapan PAAP di Kecamatan Maginti Kabupaten Muna Barat.

baca : Begini Cara Nelayan Kelola Warisan Laut Teluk Kolono dari Perikanan Merusak

 

Perkampungan nelayan di Pulau Gala, Maginti Raya, Muna Barat Sultra. Foto: La Ode Darlan

 

Dalam pelaksanaan PAAP, para nelayan menyepakati satu area laut sebagai tempat pemijahan dan perkembangbiakan ikan yang tidak boleh ditangkap bernama kawasan larang ambil (KLA) yang meliputi meliputi area laut Pulau Gala Kecil, Pulau Gala Besar, Pasi Toboang, dan Pasi Madiki.

Åbdul Hafid merasa bersyukur dengan adanya program PAAP karena bisa membuat berbagai aturan tentang perikanan yang mengutamakan kepentingan nelayan lokal dan tradisional, termasuk menyepakati bersama kawasan KLA yang dilarang untuk melakukan penangkapan dengan cara tidak ramah lingkungan apalagi ilegal.

Selain itu, program PAAP juga bisa mencegah dan mengurangi kegiatan ilegal fishing yang merusak yaitu penangkapan ikan dengan menggunakan troll dan pukat.

“Alhamdulillah dengan adanya program ini kegiatan penangkapan ikan di wilayah PAAP dengan cara ilegal sudah berkurang karena sebagian besar warga disini sudah mulai memahami tentang aturan yang ditetapkan dalam PAAP ini” sebutnya saat ditemui awal September lalu.

Hanya saja, ia bersama kelompok nya menyesalkan masyarakat nelayan yang berasal dari luar pulau atau daerah Kecamatan Maginti Raya datang menangkap dengan cara yang tidak wajar terutama di wilayah KLA. Pihaknya pun sudah melakukan teguran dan peringatan, namun terkadang tidak diindahkan.

Apalagi ditambah dengan adanya beberapa kapal tongkang bermuatan ore nikel yang kerap melewati wilayah PAAP dan KLA, baik pagi hari, siang hari maupun pada malam hari yang merugikan para nelayan di sekitar PAAP Maginti Raya. Kapal tongkang bermuatan ore nikel itu berasal dari wilayah Pulau Kabaena, Kabupaten Bombana menuju Kabupaten Morowali

“Terkadang kalau sudah kapal tongkang lewat, pukat sebagai alat tangkap ikan kami dirusak” kesalnya

Kelompok nelayan sudah memperingatkan mereka agar tidak melewati wilayah PAAP dengan dasar hukum SK Gubernur Sulawesi Tenggara tentang PAAP. “Kami sempat tegur mereka, Alhamdulillah saat ini mereka sudah jarang lewat” lanjutnya

baca juga : Tangkapan Ikan Melimpah, Dampak PAAP yang dirasakan Nelayan Pulau Buton

 

Seorang nelayan di Maginti Raya, Muna Barat, Sultra, akan berangkat melaut. Foto: La Ode Darlan

 

Sedangkan Ketua Kelompok Nelayan Desa Maginti   membenarkan adanya berbagai keluhan nelayan setempat.

Dia menyarankan wilayah PAAP dan KLA dberi tanda pembatas sehingga para nelayan setempat maupun nelayan dari luar daerah dapat mengetahui batasan wilayah yang tidak diperbolehkan untuk melakukan penangkapan ikan.

“Saya kira ini penting juga, batasan wilayah PAAP dan KLA nanti diberi tanda atau lampu-lampu yang menandakan bahwa itu wilayah PAAP/KLA, jadi tidak sembarang nelayan masuk, kalaupun itu terjadi kami akan langsung melakukan peneguran tetapi harus mempunyai alat transportasi kapal laut. Percuma kami di beri teropong dan pembangunan pos jaga tapi tidak ada kapal” keluhnya.

Abdul Hafid juga menambahkan harapannya agar Pemkab Muna Barat tidak hanya memberi bantuan alat tangkap ikan, namun juga peningkatan kemampuan nelayan dalam menangkap ikan dan kapal untuk operasional pengawasan PAAP dan KLA.

“Percuma kalau hanya sekedar diberi bantuan tapi tidak ada praktek. Kami juga sangat membutuhkan kapal katinting untuk transportasi saat terjadi masalah di wilayah PAAP, seperti menangkap dengan menggunakan trawl, pengeboman ikan, bius atau kapal tongkang yang sering melewati wilayah PAAP ini,” pintanya

baca juga : Upaya Kelompok Nelayan Pulihkan Laut dan Pesisir Lora

 

Seorang nelayan di Maginti Raya, Muna Barat, Sultra, akan berangkat melaut. Foto: La Ode Darlan

 

Dukungan DKP Muna Barat

Kepala Bidang Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Muna Barat, Saluddin, mengatakan, wilayah Muna Barat merupakan salah satu daerah yang ditetapkan sebagai salah satu kawasan PAAP dan KLA di antara 11 kabupaten/kota di wilayah Sultra sejak 2018.

“Alhamdulillah Muna Barat memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai salah satu kawasan PAAP. Saya kira ini suatu kebanggaan tersendiri untuk daerah kita. Hal ini merupakan inisiatif dari pemerintah provinsi bekerja sama dengan Rare yang disertai dengan pembuatan MoU (memorandum of understanding/nota kesepahaman),” ujarnya.

Lanjut Saluddin, mengacu pada MoU yang telah disepakati bersama, Pemerintah Kabupaten Muna Barat sangat mendukung penuh adanya kawasan PAAP ini.

Sebagai bentuk implementasi dalam mendukung program PAAP dari pihak Provinsi ini, pihaknya memprioritaskan bantuan hibah untuk kelompok nelayan PAAP dan peningkatan kapasitas masyarakat di wilayah PAAP pada tahun ini.

“Jadi tujuannya adalah agar bagaimana mengelola perikanan secara berkelanjutan, makanya peningkatan kapasitas dan bantuan sarana prasarana alat tangkap penting terutama mengubah karakter para nelayan. Ini adalah komitmen dari pihak Pemerintah Provinsi,” jelasnya

Ia mengaku untuk menyadarkan para nelayan tidaklah mudah. Sebab, sejak 4 tahun terakhir ia sudah melakukan evaluasi terhadap masyarakat nelayan. Faktanya, dengan pola hanya memberikan bantuan hibah maka tidak dapat mengubah secara signifikan penghasilan nelayan terutama dalam meningkatkan produksi tangkap dan produktivitas dengan adanya bantuan tersebut.

“Ternyata tidak efektif kalau dengan hanya sekadar memberi bantuan terhadap nelayan kita, harus diikutsertakan dengan berbagai pelatihan dan pembinaan terutama melakukan penangkapan ikan dengan cara ramah lingkungan,” jelasnya lagi.

baca juga : KTP dan Kisah Perempuan Nelayan Pesisir Buton Timur

 

Masyarakat nelayan di Maginti Raya, Muna Barat, Sultra. Foto: La Ode Darlan

 

Kesadaran Pentingnya Menjaga Laut

Saluddin tak menampik sejak pengenalan konsep PAAP sampai pada implementasi kawasan PAAP ini, secara keseluruhan belum terdapat perubahan-perubahan yang signifikan terhadap masyarakat nelayan. Namun, sebagian besar masyarakat sudah mulai memahami pentingnya menjaga laut.

“Alhamdulillah, dengan adanya PAAP sangat membantu para nelayan kita untuk mengubah pola pikir mereka dalam hal memanfaatkan hasil laut dengan baik. Saya melihat, yang baru menyadari hal ini baru sekitar 30-50%,” sebutnya.

Terkait keluhan para kelompok nelayan tentang maraknya praktek ilegal fishing, kapal tongkang yang kerap melewati wilayah PAAP, belum ada pembatas di wilayah PAAP, tidak ada fasilitas transportasi laut, dan biaya operasional, pihaknya sudah mengusulkan di tahun sebelumnya.

“Kami sudah melakukan langkah-langkah terhadap keluhan masyarakat nelayan. Semua usulan-usulan yang diinginkan di tahun 2022 ini sudah terjawab. Akan ada dua unit perahu untuk kelompok nelayan di Maginti Raya dan Tiworo Utara,” jelasnya.

“Untuk usulan batasan wilayah PAAP kami juga sudah berupaya sejak tahun 2019 hingga tahun 2022 ini, namun belum terakomodir karena keterbatasan anggaran tetapi tahun depan harus kita upayakan karena ini guna menjawab masalah nelayan kita termasuk biaya operasional nelayan,” tambahnya.

Selain itu, untuk memberi efek jera terhadap nelayan yang kerap melakukan ilegal fishing, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian dan kejaksaan untuk melakukan pengawasan di wilayah PAAP.

“Insyaallah kami sudah koordinasikan hal ini kepada pihak-pihak terkait,” tutupnya.

baca juga : Menghapus Bias Gender di Pesisir Indonesia

 

Para istri nelayan anggota kelompok koperasi simpan pinjam PAAP Desa Gala, Maginti Raya, Muna Barat, Sultra. Foto: La Ode Darlan

 

Program Koperasi Simpan Pinjam (KSP)

Selain pengelolaan area laut dan pengawasan KLA, program PAAP juga menyasar para istri nelayan dengan program Koperasi Simpan Pinjam (KSP) untuk pengelolaan keuangan keluarga yang lebih terarah dan lebih menyejahterakan.

Menurut Fasilitator KSP Lokal Desa Gala Hasmiati mengatakan dari 6 desa yang tergabung dalam kelompok nelayan PAAP Maginti Raya, baru satu kelompok yang aktif menjalankan program KSP tersebut yakni Desa Gala itu sendiri.

Ia menamai kelompoknya sebagai KSP PAAP Rajungan Gala disingkat dengan Raja, dengan 27 orang anggota.

“Untuk ibu-ibu nelayan yang bergabung di KSP barusan Desa Gala, rencana kami mau bentuk satu kelompok lagi” ujarnya

Hasmiati menjelaskan tujuan sehingga dibentuknya kelompok KSP agar dapat melatih dan bersifat hemat dalam mengelola penghasilan para suaminya dari hasil melaut.

Menurutnya dengan adanya KSP juga, jika para nelayan membutuhkan modal maka tidak perlu meminjam di tempat lain.

“Jadi kami di KSP ini sistemnya beli saham. Untuk per sahamnya tergantung kesepakatan anggota kelompok, kami waktu itu sepakat untuk per sahamnya Rp.20 ribu tiap kali menabung. Kalau diambil 5 saham berarti nabungnya Rp.100 ribu setiap kali pertemuan. Dalam sebulan kami 2 kali pertemuan” sebutnya.

Tidak hanya itu, KSP juga melakukan kegiatan sosial kemasyarakatan seperti membersihkan sampah-sampah yang ada di bibir pantai setiap bulannya. “Setiap tanggal 24,  program rutin kami setiap bulan bersihkan pantai karena ini bagian dari peduli kebersihan laut”

Ia berharap semoga kedepannya pengurus KSP memiliki koordinator dalam satu kecamatan untuk mengontrol seluruh ketua KSP di tingkat desa.

Ia juga mengajak kepada ibu-ibu nelayan di desa atau kecamatan lainnya yang belum mengikuti program KSP ini agar segera aktif dan membentuk kelompok karena memiliki banyak manfaat terutama dalam mengelola penghasilan masing-masing.

“Semoga desa lain termotivasi untuk bergabung di KSP ini, mungkin hanya tingkat kesadaran masih rendah, jadi masih butuh edukasi” pungkasnya. (***)

 

 

*La Ode Darlan, wartawan Detiksultra.com. Artikel ini didukung oleh Mongabay Indonesia dan Rare Indonesia

 

 

Exit mobile version