Mongabay.co.id

Gunung Raya, Rumah Gajah Sumatera yang Hilang

 

 

Gunung Raya adalah rumah besar bagi seratusan gajah sumatera [Elephas maximus sumatranus] yang hidup di dataran tinggi Sumatera Selatan. Itu dulu.

Setelah tahun 1990-an, hanya beberapa individu saja yang bertahan. Mengapa gajah-gajah itu menghilang?

“Saya bersama kawan-kawan menangkap sekitar 142 gajah di Gunung Raya, Buay Pemaca, dan sekitarnya. Kami menangkap dan memindahkan gajah-gajah tersebut dari tahun 1990 hingga 1996,” kata Akromi [62], mantan pegawai Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Sumatera Selatan, di Desa Gunung Raya, Kabupaten Ogan Komering Ulu [OKU] Selatan, Sabtu [17/12/2022] lalu.

Gajah yang ditangkap dari Gunung Raya sekitar 87 individu. Sisanya gajah yang berada di Buay Pemaca, sekitar Gunung Pesagi dan Bukit Sigigok.

“Gajah-gajah itu ditangkap lalu dikirim ke Kalimantan [sekitar 18 individu], Bali [sekitar 8 individu], dan Surabaya [3 individu]. Sisanya, dibawa ke PLG Lahat yang kemudian sebagian dipindahkan ke PLG Padang Sugihan,” kata Akromi yang pernah menjadi anggota DPRD OKU Selatan.

“Saat itu, gajah yang tersisa di Gunung Raya sekitar tiga individu,” lanjutnya.

Baca: Catatan Akhir Tahun: Gajah Sumatera yang Terusir dari Habitatnya

 

Gunung Seminung yang berdiri kokoh di tepi Danau Ranau, Kabupaten OKU Selatan, Sumatera Selatan, dilihat dari Gunung Raya. Foto: Taufik Wijaya/Mongabay Indonesia

 

Gunung Raya merupakan wilayah dataran tinggi di Kabupaten Ogan Komering Ulu [OKU] Selatan, Sumatera Selatan, yang terkoneksi dengan Gunung Pesagi [Sumatera Selatan-Lampung], Bukit Sigigok, dan Sukau [Sumatera Selatan-Lampung].

Lanskapnya berupa ekosistem hutan hujan tropis, topografi bergelombang, berbukit, dengan ketinggian antara 500-1.643 meter dari permukaan laut [mdpl].

Sejak tahun 2001, Gunung Raya ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa melalui Kepmen Menhut No.76/Kpts-II/2001 dengan luas 50.950 hektar.

SM Gunung Raya berada di antara tiga kecamatan: Kecamatan Buay Pemaca, Warkuk Ranau Selatan, dan Buay Pematang Ribu Ranau Tengah [BPRRT], Kabupaten OKU Selatan, Sumatera Selatan, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Way Kanan dan Kabupaten Lampung Barat, Lampung.

Dikutip dari situs BKSDA Sumatera Selatan, di SM Gunung Raya tidak disebutkan adanya gajah sumatera.

Baca: Hilangnya Kantong Gajah Sumatera di Koto Panjang [Bagian 1]

 

Dokumentasi penangkapan gajah sumatera di Gunung Raya milik Akromi. Penangkapan dan pemindahan ini dilakukan dari 1990-1996. Foto: Yusuf B

 

Mengapa gajah-gajah di Gunung Raya ditangkap dan dipindahkan?

“Kawanan gajah tersebut menyebabkan 14 orang meninggal dunia. Sebagian besar warga Desa Gunung Raya,” kata Akromi.

“Teror gajah saat itu menyebabkan banyak anak tidak bisa sekolah. Saya pernah memanggul belasan anak sekolah yang tidak dapat pulang karena terhadang kelompok gajah di Desa Gunung Raya,” kata Akromi.

Konflik gajah sumatera dengan manusia di Gunung Raya berlangsung dari tahun 1985 hingga 1990.

“Saat ini kondisinya sudah aman. Desa Gunung Raya dan sekitarnya tidak lagi diganggu gajah,” katanya.

Akromi saat ini mengelola Wisata Alam Puncak Bersemi di Desa Gunung Raya. Di tempat ini, dia menyimpan dua album berisi foto-foto penangkapan gajah, termasuk foto para korban [manusia] yang diserang gajah.

“Ini merupakan bukti sejarah,” katanya.

Baca juga: Hilangnya Kantong Gajah Sumatera di Koto Panjang [Bagian 2]

 

Jalur gajah di Desa Pilla, yang berada di kaki SM Gunung Raya, Kabupaten OKU Selatan, Sumatera Selatan. Foto: Taufik Wijaya/Mongabay Indonesia

 

Mengapa gajah menyerang manusia?

“Gajah-gajah itu menyerang manusia atau masyarakat di Desa Gunung Raya karena habitatnya yang merupakan ruang hidup dibuka, dijadikan perkebunan dan permukiman,” kata Akromi.

Berdasarkan penelusuran Mongabay Indonesia, pada tahun 1980-an, Desa Gunung Raya berada di sekitar hutan lindung Gunung Raya. Kawasan hutan lindung tersebut adalah habitat gajah. Sementara Desa Gunung Raya merupakan pelintasan atau koridor gajah dari Gunung Pesagi ke Gunung Raya.

Sebagian besar hutan lindung tersebut dirambah masyarakat untuk dijadikan perkebunan kopi. Perambahan ini dilakukan masyarakat sejak awal 1980-an.

Pertengahan 1980-an, warga Desa Gunung Raya pernah dipindahkan ke Rantau Kumpai oleh Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ulu [OKU] atau sebelum pemekaran Kabupaten OKU Selatan. Pemindahan ini dikarenakan adanya perambahan di hutan lindung Gunung Raya.

Desa Gunung Raya yang kini masuk Kecamatan Warkuk Ranau Selatan, didiami para pendatang dari Jawa, Lampung, dan sejumlah suku di OKU Selatan seperti Semendo, Ogan, dan lainnya.

Selain berkebun kopi, sebagian masyarakat di Gunung Raya maupun desa sekitarnya seperti Desa Kiwis Raya dan Remanam Jaya, berkebun alpukat, kayu manis, dan palawija.

Berbeda dengan masyarakat yang menetap di kaki Gunung Raya, masyarakat yang menetap di wilayah atas Gunung Raya tampak tidak peduli dengan sungai. Mongabay Indonesia menyaksikan seorang warga membuang sampah di sebuah sungai di Desa Kiwis Raya. Terlihat sungai tersebut dipenuhi sampah rumah tangga milik masyarakat.

Di jalan utama desa, ditemukan beberapa aliran air yang membasahi jalan. Aliran yang kemungkinan berasal dari mata air di kaki bukit ini tidak disalurkan melalui parit atau ditampung pada sebuah kolam.

 

Sebuah sungai di Desa Kiwis Raya yang berada di Gunung Raya dijadikan lokasi pembuangan sampah oleh masyarakat. Foto: Yusuf B

 

Penangkapan gajah oleh Akromi dan kawan-kawan dibenarkan Sarki  [60], warga Desa Sidodadi, Buay Pemacah, Kabupaten OKU Selatan.

“Tahun 1992, sekitar empat gajah ditangkap di desa kami oleh Pak Akromi dan kawan-kawan,” kata Sarki, mantan Kepala Desa Sidodadi.

“Warga desa kami tidak turut menangkap. Tugas kami hanya memberi makan gajah yang sudah ditangkap dan dirantai kakinya,” jelas Sarki.

Iptoni [57], warga Desa Desa Tanjung Kemala, Buay Pematang Ribu Ranau Tengah [BPRRT], Kabupaten OKU Selatan, menjelaskan pada 1993, belasan gajah masuk persawahan di Desa Pilla dan Desa Tanjung Kemala, yang berada di kaki lanskap Suaka Margasatwa Gunung Raya. Turunnya kawanan gajah ini dikarenakan habitatnya di atas Gunung Raya dirambah masyarakat.

“Setahun kemudian ada penangkapan satu gajah di Desa Pilla. Gajah itu lumpuh setelah ditembak dengan peluru bius, persis di dekat makam puyang kami,” katanya.

Syamsuardi, Ketua PJHS [Perkumpulan Jejaring Hutan dan Satwa], Kamis [22/12/2022], menjelaskan, “Gunung Raya dulunya rumah besar gajah sumatera yang hidup di dataran tinggi.”

Dijelaskan Syamsuardi, gajah sumatera itu terbagi dua, yakni gajah yang hidup di dataran rendah [rawa gambut] dan gajah yang hidup di dataran tinggi.

“Kemungkinan besar gajah di Gunung Raya merupakan gajah yang hidup di dataran tinggi selama ratusan tahun,” katanya.

Selain itu, Lanskap Gunung Raya memungkinkan gajah dapat hidup nyaman. Selain banyak terdapat sumber air, pakan, juga banyak dataran baik di atas bukit maupun di lembah.

 

Salah satu lokasi yang dulunya tempat beristirahat kelompok gajah di Gunung Raya. Foto: Taufik Wijaya/Mongabay Indonesia

 

Dikutip dari berita yang diterbitkan Sriwijaya Post, berjudul “Menangkap Gajah “Nakal” di Gunung Raya: Ada Tangis di Balik Keberhasilan” pada Mei 1992, dituliskan tentang keberhasilan tim BKSDA Sumatera Selatan yang terdiri Akromi, Gatot, Samak Sanghai, Jumiran, Bejo, dan Seman, menangkap satu individu gajah yang disebut “pencabut nyawa” lima warga Desa Gunung Raya, pada 10 Mei 1992.

Lima hari sebelumnya, gajah tersebut diduga menyeruduk Mastur [43] hingga tewas. Mastur adalah Kepala SD Talangbaru.

Dituliskan juga, Akromi bersedih setelah menangkap gajah tersebut. Hal ini dikarenakan gajah itu mati beberapa saat setelah kakinya dirantai.

Dari berita lainnya, “Akromi: Enak Mendidik Gajah daripada Manusia”, Akromi menjelaskan jika gajah yang hidup di hutan lindung Gunung Raya sekitar 60 individu dalam beberapa kelompok. Pada berita tersebut dituliskan Akromi berhasil menangkap delapan gajah. Lima di antaranya sudah dijinakkan dan dikirim ke Pusat Pelatihan Gajah [PLG] Lahat. Gajah tersebut diberi nama Lena, Ria, Tongki, Heri dan Eka.

 

Jalur gajah sumatera yang menghubungkan Gunung Raya dengan Gunung Pesagi di Kabupaten OKU Selatan, Sumatera Selatan, yang dibuka warga menjadi perkebunan kopi. Lokasi ini berada di Desa Kiwis Raya. Foto: Taufik Wijaya/Mongabay Indonesia

 

Anak gajah?

Saat ini, hanya ditemukan satu kelompok gajah yang hidup di sekitar Gunung Raya. Kelompok gajah yang terdiri lima betina ini melintas di wilayah Buay Pemaca dan Buana Pemaca, yang terletak di antara Gunung Raya dengan Bukit Sigigok.

Kelompok gajah ini sering terlihat di sejumlah desa di Buay Pemaca dan Buana Pemaca, Hutan Lindung Saka Gunung Raya, dan konsesi PT. PML [Paramitra Mulia Langgeng].

Pada Agustus 2017 lalu, kelompok gajah ini yang diduga menginjak Abdurrahman [80] hingga meninggal dunia di kebun kopinya di Desa Durian Sembilan, Buay Pemaca. Sebelumnya, seorang pawang gajah yang berusaha memindahkan kelompok gajah juga tewas diinjak satu individu gajah.

 

Satu individu gajah tunggal terlihat di wilayah Desa Suka Mulya, Air Sugihan, Kabupaten OKI, Sumsel, saat dihalau warga, Rabu [06/07/2022]. Foto: Yudi Semai/Mongabay Indonesia

 

Selama beberapa tahun, khususnya setelah pemindahan seratusan gajah pada tahun 1990-an, belum ditemukan lagi gajah tunggal atau jantan. Tidak adanya gajah jantan,  menyebabkan populasi gajah di sekitar Gunung Raya tidak bertambah.

Namun, sebulan terakhir, ada warga yang melihat di kelompok gajah itu terdapat satu anak gajah. “Usianya kisaran tiga bulan, kata warga di desa kami yang melihatnya,” kata Ari Irawansyah [29], warga Desa Sinar Danau, Buana Pemaca.

“Tapi informasi ini tidak kuat, sebab warga yang melihatnya tidak memotretnya. Kalau ada bukti, mungkin saya percaya. Tapi mungkin sebaiknya orang BKSDA melacak kebenaran informasi ini, dengan mencari kelompok gajah tersebut,” ujarnya.

Apakah mungkin ada gajah jantan di sekitar Gunung Raya?

“Saya lupa, apakah tiga gajah yang kami biarkan hidup atau tidak kami tangkap itu ada jantannya atau semuanya betina,” papar Akromi.

 

Exit mobile version