Mongabay.co.id

Tidak Ada Pilihan, Nelayan Tetap Melaut Meski Kondisi Cuaca Buruk

 

Mendung bergelayut menyelimuti langit di Pelabuhan Perikanan Muara Angke, Kelurahan pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, DKI Jakarta.

Sementara itu, ribuan armada kapal yang didominasi oleh jenis kapal motor dengan ukuran 30 hingga 50 Gross Tonnage (GT) bersandar memenuhi pelabuhan yang memiliki keluasan kurang lebih 72 hektare tersebut.

Kapal-kapal perikanan tersebut tertambat lantaran kesulitan berlayar karena cuaca sedang buruk dan ombak tinggi. Meskipun demikian, masih ada sejumlah nelayan yang sedang bersiap-siap berangkat melaut. Andi (55) salah satunya.

Sore itu, bersama nelayan lain, bapak 5 anak ini tengah sibuk menyiapkan perbekalan yang akan digunakan selama melaut, seperti alat tangkap berupa jaring, oli, bahan bakar solar, dan juga air bersih.

“Cuaca memang sedang tidak bersahabat. Dalam kondisi begini hasil tangkapan juga tidak terlalu banyak. Tetapi, untuk memenuhi kebutuhan harian kami ya tetap harus melaut,” ungkap pria berambut putih itu sembari menyelempangkan sarungnya ke leher.

Bagi dia, sepotong kain lebar yang dijahit pada kedua ujungnya berbentuk seperti pipa atau tabung tersebut selain digunakan untuk sholat juga bisa dimanfaatkan sebagai selimut.

Apalagi, kondisi cuaca ekstrem yang terjadi beberapa waktu terakhir menyebabkan gelombang dan angin laut pantai utara cukup ganas, sehingga sarung bisa menjadi pakaian ampuh penangkal dingin.

baca : Cuaca Sering Berubah, Nelayan Makin Susah Cari Ikan

 

Biasanya, saat cuaca bagus nelayan di Pelabuhan Perikanan Muara Angke, Jakarta, berangkat melaut pada pagi hari jam 06:00 WIB atau jam 09:00 WIB. Namuni, karena saat ini cuaca sedang kurang bagus sehingga waktu melaut diubah menjadi jam 16:00 WIB. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Andi mengaku bukan perkara mudah pergi melaut di saat cuaca kurang bagus, diperlukan mental yang kuat. Dalam hatinya sebenarnya juga muncul rasa was-was. Namun, karena tidak ada pilihan pekerjaan lain dan dapur harus tetap mengepul-lah yang membuatnya terpaksa harus berangkat menangkap ikan.

 

Memperhitungkan Risiko

Bukan hanya Andi, karena himpitan kebutuhan sehari-hari itu juga memaksa Otong Marzuki (37) tetap pergi melaut. Bedanya, saat cuaca bagus ia dan Awak Kapal Perikanan (AKP) lain satu tim berangkat melaut pagi hari antara jam 06:00 WIB, atau paling lambat jam 09:00 WIB.

Tetapi, karena saat ini cuaca sedang kurang bagus membuat waktu melaut menjadi mundur sekitar jam 16:00 WIB. “Sebelum berangkat kami selalu melihat situasi cuaca dulu, jika memungkinkan untuk melaut ya kami berangkat,” ujar Otong, seraya menunggu kondisi angin dan gelombang mereda.

Menurut pria kelahiran Kabupaten Brebes, Jawa Tengah ini, cuaca buruk memang sudah menjadi peristiwa tahunan. Untuk itu, ia dan tim-nya selalu memperhitungkan risiko yang terjadi. Misalnya, jika terjadi angin kencang dan gelombang tinggi di tengah laut mereka lebih memilih menurunkan jangkar dulu. Atau bisa juga berlabuh di sebuah pulau jika lokasi menangkap ikan dekat dengan pulau.

Begitu cuaca sudah mulai stabil mereka akan kembali melanjutkan aktifitas menangkap ikan lagi. “Lhawong sudah kebutuhan mau tidak mau ya harus dijalani. Kalau tidak begitu mau makan apa?,” tandas Otong.

Tingginya gelombang, kata Otong, sudah terjadi sejak pertengahan bulan Desember 2022 lalu. Sejak akhir tahun itu pula tangkapannya kurang lancar. Padahal biasanya saat cuaca baik ia dan tim bisa mendaratkan ikan kurang lebih 5 ton.

Hasil tersebut kemudian dibagi, per AKP bisa membawa uang Rp100-500 ribu. Karena sekarang ini cuaca tidak stabil pendapatan nelayan menjadi menurun. “Pulang bisa membawa uang Rp50 ribu saja sudah bagus,” terangnya.

baca juga : Kecelakaan Laut Menghantui Nelayan Kepri, Apa Kabar Asuransi Nelayan?

 

Ketika cuaca buruk, sebagian besar armada kapal yang didominasi oleh jenis kapal motor dengan ukuran 30 hingga 50 Gross Tonnage (GT) di Pelabuhan Perikanan Muara Angke,Jakarta, tidak berangkat melaut. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Sekali trip, lanjut laki-laki berambut ikal itu, kapal berukuran 30 GT tersebut ditumpangi antara 15-20 orang. Adapun untuk jenis ikan yang ditangkap yaitu ikan cekong (Sardinella lemuru), teri (Engraulidae), ikan kembung (Rastrelliger).

Ikan-ikan tersebut merupakan jenis ikan pelagis, yaitu ikan yang hidup di permukaan air dengan kedalaman 0 hingga 200 meter. Aktivitasnya bergerombol dan melakukan migrasi. Berdasarkan ukurannya, ikan pelagis bisa dibedakan menjadi dua yaitu ikan pelagis besar dan ikan pelagis kecil.

 

Tidak Bisa Mencegah

Sementara itu, Ari Rahman, Sub Koordinator Kelompok Kesyahbandaran Pelabuhan Perikanan Samudra Nizam Zachman Jakarta mengatakan, pihaknya tidak bisa mencegah nelayan di wilayahnya untuk tidak berangkat melaut di tengah cuaca yang kurang baik.

Hal itu dikarenakan mereka memiliki perhitungan tersendiri, sehingga mereka memaksakan tetap berangkat. Yang bisa ia lakukan hanya memberikan himbauan dan surat pernyataan. Selain itu, juga mengecek kesiapan kapal dan nelayan yang akan berangkat melaut.

“Kalau masih ada yang membandel paling kita hanya memberikan himbauan untuk berlindung di pulau-pulau terdekat,” jelas Ari.

baca juga : Nadran, Wujud Syukur Nelayan di Tengah berbagai Persoalan

 

Meskipun kondisi cuaca kurang baik sebagian kecil nelayan masih nekat berangkat melaut. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Menurut dia, meskipun masih ada nelayan yang nekat melaut. Namun, sebagian besar para nelayan di Pelabuhan Perikanan Samudra Muara Angke memilih tetap di darat. Mereka tidak mau menerima risiko yang terjadi di tengah laut.

Karena AKP rata-rata dari luar Jakarta, saat cuaca seperti ini mereka memilih balik ke kampungnya masing-masing. Seperti Indramayu, Pemalang, Tegal. Meskipun begitu, pihak pelabuhan mewajibkan setiap kapal yang bersandar harus ada yang menjaga. Minimal dua orang.

Sementara untuk jumlah kapal perikanan tangkap di PPS Muara Angke sendiri kurang lebih ada 1.919. Sedangkan di Muara Baru jumlahnya sekitar 1.701 dengan jenis alat tangkap yaitu purse seine.

Biasanya, bagi mereka yang balik ke daerahnya akan kembali ke pelabuhan lagi mendekati tahun baru Imlek. Karena pada bulan itu cuaca sudah mulai membaik. “Nanti serentaknya setelah imlek, kapal-kapal kembali berlayar ke laut,” terang pria yang pernah bertugas di Batam.

Jika cuaca sudah membaik, kata dia, daya jelajah nelayan dari pesisir utara Jawa dalam menangkap ikan ini tidak hanya di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 712 yang meliputi perairan Laut Jawa. Namun, juga di WPP 711 yang meliputi perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Cina Selatan.

Selain itu juga di WPP 713 yang meliputi perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores dan  Laut Bali.

 

Sebagian nelayan di Pelabuhan Perikanan Muara Angke, Jakarta, memilih memperbaiki alat tangkap berupa jaring disaat cuaca buruk. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version