Mongabay.co.id

Lemea, Kuliner Khas Bengkulu Berbahan Rebung

 

 

Masyarakat Suku Rejang, Bengkulu, mempunyai makanan khas hasil fermentasi rebung [tunas bambu muda]. Namanya lemea.

Siti Kusuji [43], Masyakarat Suku Rejang menjelaskan mudahnya membuat lemea. Rebung dicincang lalu dicampur ikan sungai yang sudah dibersihkan seperti gabus, sepat, atau tawes, dan ditambahkan serai beserta garam. Berikutnya, diamkan racikan tersebut tiga hingga lima hari dalam wadah dilapisi daun pisang tertutup rapat.

“Proses ini mempengaruhi suksesnya lemea,” terangnya kepada Mongabay Indonesia, Selasa [17/01/2023].

Ketika selesai proses peram [fermentasi], lemea mengeluarkan aroma kurang sedap. Paling kuat adalah bau asam.

“Meski begitu, lemea menjadi makanan nikmat ketika dimasak bersama rempah dan santan.”

Baca: Tempoyak, Kuliner Khas Masyarakat Melayu Hasil Fermentasi Durian

 

Rebung menjadi bahan utama pembuatan lemea, makanan khas Suku Rejang, Bengkulu. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Siti menjelaskan, bumbu rempah yang dicampurkan adalah bawang putih, bawang merah, cabai, santan segar, dan garam. Rempah itu ditumbuk halus. Setelahnya, ditumis dan dicampurkan ke lemea beserta santan. Bisa juga ditambahkan irisan terong bulat atau daun keladi.

“Jika semua bumbu itu matang, lemea makin enak dimakan. Rasanya pedas gurih.”

Lemea dalam Bahasa Rejang berarti lemah, tidak bertenaga. Hal ini merujuk reaksi saat makan fermentasi rebung ini yang terasa sangat nikmat, sehingga seperti tak bertenaga ketika mengunyahnya.

Kuliner ini biasanya disajikan pada perayaan hari besar keagamaan, jamuan tamu dari luar daerah, acara pernikahan, atau hajatan.

“Masakan lemea bikin kita lahap makan. Badan terasa segar,” jelas Siti.

Baca: Lempah Kuning, Harmonisnya Manusia dengan Alam dalam Kuliner

 

Bambu banyak ditemukan di tanah Rejang. Selain digunakan sebagai bahan konstruksi, tunas bambu muda/rebung dapat dijadikan bahan makanan. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Terkait pemaknaan kata lemea, Emong Soewandi [51], pemerhati Budaya Suku Rejang, mengatakan tidak setuju diartikan lemah dalam arti Bahasa Rejang sekarang. Menurutnya, dalam tradisi tutur masyarakat Suku Rejang, tak ada makna tertentu pada nama makanan fermentasi rebung ini.

“Lemea nama makanan fermentasi, secara etimologi berdiri sendiri,” kata penulis buku “Tradisi Sterlak Rejang” ini, Kamis [19/01/2023].

Dia menjelaskan, orang “bahaula” Suku Rejang membuat campuran fermentasi rebung tidak dengan ikan utuh, namun dengan mata ikan saja. Namun seiring waktu, campuran dengan mata ikan ditinggalkan, alasannya ikan di sungai sudah tak sebanyak dulu, sehingga tidak efektif.

Bagitu juga dengan cara makan lemea, orang dulu menikmatinya langsung dimakan setelah proses fermentasi selesai.

“Mereka menikmati rasa asam hasil fermentasi.”

Baca: Tabu Moitomo, Kuliner Kaya Rempah yang Disajikan Saat Idul Adha

 

Rebung yang dicincang, difermentasi dengan ikan, garam, dan serai oleh masyarakat Suku Rejang. Fermentasi ini untuk menghasilkan makanan lemea. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Dalam Jurnal AGRITEPA, Vol.8, No.2, Juli – Desember 2021 berjudul “Review: Potensi Rebung untuk Kesehatan” karya Yenni Okfrianti, Catur Herison, dan kolega diketahui produk fermentasi rebung asli Rejang ini baik untuk kesehatan. Penyebabnya tentu bahan pokok lemea, yaitu rebung yang mampu mencegah peningkatan gula darah, peningkatan obesitas, peningkatan tekanan darah, dan peningkatan kadar asam urat.

“Rebung bambu memiliki kandungan protein, asam amino, karbohidrat, vitamin dan mineral, serta lemak yang rendah,” tulis peneliti dari Poltekkes Bengkulu tersebut.

Fermentasi rebung menghasilkan bakteri asam laktat [BAL] yang diketahui bisa menghambat kinerja enzim alpha glukosidase. Berdasarkan analisis peneliti, lemea juga berpotensi menjadi probiotik.

“Terpenting, tunas bambu muda atau rebung dapat diolah menjadi makanan bahkan obat-obatan herbal dan tradisional. Sebab, rebung sumber serat yang dapat dimanfaatkan sebagai nutraceutical.”

Baca juga: Pindang Ikan dalam Khazanah Kuliner Sumatera Selatan

 

Lemea, makanan khas Suku Rejang yang berasal dari fermentasi rebung dan ikan sungai. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Menyebar di Bengkulu

Saat ini, untuk menyantap hidangan lemea kita tidak perlu ke Kabupaten Rejang, Rejang Lebong, dan Kepahiang. Lemea sudah tersedia di kabupaten lain di Provinsi Bengkulu seperti Bengkulu Tengah, Bengkulu Selatan, Mukomuko, juga Bengkulu Utara.

 

Lemea merupakan makanan khas masyarakat Bengkulu yang tetap dipertahankan hingga sekarang. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Penelitian Kurnia Harlina Dewi, Devi Silsia dan kolega dari Fakultas Pertanian, Universitas Bengkulu, menjelaskan penyebaran masakan tersebut berkaitan erat dengan perpindahan masyarakat Suku Rejang yang rata-rata petani.

“Namun, sayangnya para pembuat fermentasi rebung ini didominasi orang tua. Upaya sosialisasi ke sekolah dan anak muda sangat diperlukan.”

Peneliti menyarankan, perlu dilakukan inventarisasi proses pengolahan fermentasi rebung. Tujuannya, menghindari hilangnya kekayaan kuliner lokal khas Suku Rejang tersebut.

 

Exit mobile version