Mongabay.co.id

Perubahan Iklim, Kepiting Salju di Alaska Tunjukkan Tren Penurunan Populasi

 

Sekitar lima tahun lau, nelayan kepiting di Laut Bering, Samudera Pasifik masih memiliki prospek cerah. Stok kepiting di sana masih berlimpah, berkualitas, dan memiliki harga jual tinggi. Namun kabar buruk datang. Departemen Perikanan Alaska pada bulan Oktober 2022 telah membatalkan musim panen kepiting salju Laut Bering untuk pertama kalinya.

Pejabat Alaska juga mengumumkan penutupan panen penting lainnya, yaitu kepiting raja merah Teluk Bristol di timur laut Alaska untuk tahun kedua berturut-turut. Hal tersebut disebabkan oleh hilangnya kepiting salju dan kepiting raja merah di perairan Alaska.

Apa yang terjadi? Nampaknya, gelombang panas laut berkelanjutan mencegah pembentukan es di Laut Bering selama dua musim dingin. Itu sangat mengubah kondisi laut dan kesehatan ikan.

Seperti dilaporkan Alaska Beacon, situasi tersebut membuat kepiting menghilang. “Kami kehilangan miliaran kepiting salju dalam hitungan bulan,” kata Bob Foy, Direktur Pusat Sains Perikanan Alaska Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional.

Gelombang panas itu sudah berakhir sekarang, tetapi efeknya tetap ada. Survei National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) Amerika Serikat menunjukkan penurunan 80% kepiting salju Laut Bering, dari 11,7 miliar ekor pada 2018 menjadi 1,9 miliar ekor tahun ini. Kata ahli dari Dewan Manajemen Perikanan Pasifik Utara, butuh waktu enam hingga 10 tahun untuk pulih dari kondisi tersebut.

“Kami masih mencoba mencari tahu, tetapi tentu saja ada tanda-tanda yang sangat jelas tentang peran perubahan iklim,” jelas Michael Litzow, manajer program penilaian kerang NOAA dikutip dari Bloomberg, Jumat (27/1).

Dalam jangka pendek, hilangnya salju dan disetopnya panen kepiting raja merah membuat kondisi ekonomi sulit. Kerugian langsung dari pembatalan panen tahun ini berjumlah USD287,7 juta. Komunitas Aleut di St. Paul, juga kena imbasnya sebab mereka mengandalkan lebih dari 90% dari pendapatan pajaknya.

baca juga : Begini Penampakan Ketam Kenari, Kepiting Terbesar di Dunia

 

Kepiting salju. Foto: NOAA Fisheries

 

Es Kembali Beku, Namun…

Setelah bertahun-tahun suhu tinggi, pembekuan es normal sebetulnya sudah kembali terjadi di Laut Bering musim dingin lalu. Populasi burung laut yang berkurang secara substansial dalam beberapa tahun terakhir, sekarang sudah menggeliat lagi.

Tetapi masalah belum sepenuhnya selesai. Suhu laut di daerah tertentu, seperti Aleut, tetap tinggi. Singa laut Steller, populasi yang terancam punah di Alaska barat, terus menurun di Aleut barat. Anjing laut bulu utara di Kepulauan Pribilof juga berada dalam penurunan populasi.

“Masa depan Laut Bering tampaknya bergantung pada apakah manusia mengambil tindakan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang menghangatkan planet ini, atau tidak,” kata ahli biologi perikanan NOAA Elizabeth Siddon.

Sedangkan Bob Foy, Direktur NOAA Alaska Fisheries Science Center, mengatakan puncak suhu Laut Bering yang terlihat selama gelombang panas tidak mungkin menjadi normal dalam waktu dekat. Tetapi gelombang panas laut diperkirakan akan menjadi lebih sering, menutupi kenaikan suhu laut yang sedang berlangsung dan bertahap, katanya. “Dampak pada ekosistem gelombang panas itulah yang paling mengkhawatirkan para ilmuwan,” katanya.

Data menunjukkan bahwa hewan butuh waktu untuk bisa beradaptasi. Jika itu terjadi pada sektor perikanan, maka saat itulah kita mengalami kesulitan perikanan dan masalah ekonomi skala besar. Namun, tidak sepenuhnya jelas apa yang terjadi pada semua kepiting salju, tapi perubahan iklim dianggap sebagai kontributor besar.

baca juga : Mengenal Kepiting Biola, Si Tukang Gali Lobang yang Unik

 

Kepiting salju Laut Bering Foto : NOAA Fisheries

 

Suhu air Laut Bering jauh lebih hangat daripada rata-rata pada tahun 2018 dan 2019. Hal itu berkontribusi pada tingkat lapisan es laut yang rendah. Kepiting salju adalah hewan air dingin. Mereka sensitif terhadap hilangnya es laut dan suhu menghangat.

Meskipun ada kemungkinan bahwa pemanasan perairan laut dan lapisan es laut yang rendah berkontribusi pada penurunan kepiting raja juga, krustasea ini kurang sensitif terhadap perubahan suhu daripada kepiting salju. Namun, tak kalah penting adalah pertanyaan berapa banyak penangkapan ikan komersial yang agresif telah berdampak pada populasi kepiting salju dan raja merah.

 

Sumber: alaskabeacon.com dan  bloomberg.com

 

Exit mobile version