Mongabay.co.id

Sorgum Sebagai Sumber Bahan Pangan, Kenapa Tidak?

 

 

Sorgum merupakan sumber bahan pangan yang sejak lama ditanam petani di Nusa Tenggara Timur [NTT].

Pegiat sorgum Maria Loretha mengatakan, ditengah ancaman perubahan iklim dan krisis pangan, kita harus mengembangan tanaman pangan yang bisa diandalkan.

“Sorgum lebih tahan terhadap perubahan iklim dibandingkan padi dan jagung. Jika tidak memanfaatkan alam NTT yang adaptif terhadap sorgum, kita semua akan rugi,” terangnya baru-baru ini.

Dia mencontohkan, jagung bila kena banjir dan angin kencang batangnya akan patah. Sementara sorgum, meski batangnya patah akan tumbuh lagi.

“Meski begitu, jangan semua wilayah NTT dikembangkan sorgum. Harus ada prioritas,” jelasnya.

Maria mengaku, sorgum dijual di pasar seharga Rp10 ribu per kilogram, dua kali lipat harga jagung.

“Intervensi pemerintah daerah melalui bantuan mesin perontok dan mesin sosoh untuk kelompok petani sorgum, sangat diharapkan. Pemerintah daerah juga bisa bekerja sama dengan off taker/penjamin komoditas, agar hasil panen bisa diserap pasar,” harapnya.

Baca: Sukses Kembangkan Sorgum di NTT, Maria Akui Jatuh Cinta pada Rasa Pertama

 

Pegiat sorgum asal Kabupaten Flores Timur, NTT, Maria Loretha menunjukkan sorgum di lahannya di Desa Kawalelo. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Segera kembangkan

Ahli sorgum Marcia Bunga Pabendon, mengatakan harusnya sorgum dikembangan skala besar di NTT.

“Sejak 2015, saya mendampingi petani di NTT. Bila serius, kita harus siapkan benih sorgum unggul,” terangnya.

Imroatul Muklishoh, Koordinator Koalisi Pangan BAIK, mengaku pihaknya turut mendorong pengembangan sorgum di NTT. Koali ini bekerja di Kabupaten Manggarai Timur, Flores Timur, dan Lembata.

“Kami memperkuat kaum muda, perempuan, petani, dan masyarakat pedesaan untuk menyuarakan solusi dampak perubahan iklim, terutama pangan dan pertanian,” tuturnya.

Dia menjelaskan, sorgum lebih banyak ditanam di daerah kering berbatu. Tanaman ini memiliki struktur kompleks seperti pati, asam fenolat, dan antioksidan. Kandungan karbohidratnya rendah dan kaya serat.

“Kami beberapa kali melakukan uji laboratorium, seratnya lebih kaya serta gluten free. Ramah dikonsumsi penderita diabetes juga,” paparnya.

Baca: Perubahan Iklim, Antara Aksi dan Adaptasi Masyarakat NTT

 

Sorgum siap panen yang ditanam di Likotuden, Desa Kawalelo, Kabupaten Flores Timur, NTT. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Pengganti gandum

Kepala Dinas Pertanian Provinsi NTT, Lecky Frederick Koli, dikutip dari victorynews menjelaskan, sekitar 800 ribu hektar lahan akan dikembangkan untuk sorgum. Diproyeksikan, ada 15 kabupaten yang memanfaatkan 100 hektar lahan budidaya.

Untuk itu, perlu jaminan pasar agar hasil produksi sorgum petani terserap.

“Masyarakat tentu mempertimbangkan biaya produksi dan pendapatan yang diterima sehingga perlu jaminan pasar,” ucapnya.

Baca juga: Pangan Lokal Mulai Menghilang di Kampung Saga

 

Hamparan tanaman sorgum di Likotuden, Desa Kawalelo, Kabupaten Flores Timur, NTT. Foto: Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moedoko menyampaikan, Presiden Joko Widodo meminta agar pengembangan sorgum pengganti gandum dipercepat. Sebab, Indonesia menjadi salah satu negara terdampak kebijakan larangan ekspor gandum berkepanjangan dari sejumlah negara produsen.

“Presiden sudah instruksikan pembuatan roadmap produksi dan hilirisasi sorgum hingga 2024 guna menghadapi krisis pangan,” terangnya dikutip dari laman KSP, Senin [15/8/2022].

Moeldoko mengatakan, pemerintah mengembangkan potensi sorgum yang secara genetik satu keluarga dengan gandum. Sorgum bisa menjadi pengganti gandum untuk industri mie dan roti.

Saat ini, sorgum telah dikembangkan di lahan seluas 15 ribu hektar di Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Lampung.

“Di NTT produktivitasnya tiga sampai empat ton per hektar sementara di Jawa empat hingga lima ton per hektar,” jelasnya.

 

Exit mobile version