Mongabay.co.id

Menyiapkan Calon Peneliti Kelautan dan Perikanan Andal dari Kampus

 

Antusias, fokus, dan bahagia. Tiga kata itu sangat pantas menggambarkan sepuluh anak muda yang bekerja keras untuk menyelesaikan tugas belajar di lapangan secara langsung di Kabupaten Tolitoli, Sulawesi Tengah, pada awal Desember 2022.

Sepuluh anak muda tersebut bergabung ke dalam satu kelompok belajar yang ditugaskan oleh kampus ternama di Bogor, Jawa Barat: IPB University. Di sana, mereka melaksanakan praktik lapangan dan belajar bersama komunitas.

Tidak hanya di satu tempat, namun juga berpindah-pindah menyesuaikan dengan penelitian yang dilakukan. Uniknya, mereka ternyata bukan hanya mahasiswa yang berasal dari IPB saja. Namun juga, dari kampus lain yang ada di dalam dan luar negeri.

Dari sepuluh orang tersebut, seorang berperan sebagai mentor kegiatan. Mereka menjadi bagian dari Program Kompetisi Kampus Merdeka (PK-KM) yang dilaksanakan oleh Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB.

Selama di Tolitoli, kegiatan dilaksanakan selama 13 hari dan dilakukan dalam berbagai bentuk. Salah satunya, kegiatan mengamati Dugong yang habitatnya ada di pesisir perairan Tolitoli. Kegiatan tersebut menjadi istimewa, karena hanya kelompok mereka yang bisa melakukannya.

“Lokasi lain tidak ada yang seperti di sini. Memang, masing-masing (lokasi) memiliki kekhasannya sendiri,” ucap Ketua Task Force PK-KM ITK 2022 Adriani yang sengaja terbang dari Bogor untuk menengok anak didiknya.

baca : Ini Rekomendasi Perguruan Tinggi untuk Perbaikan Pengelolaan Perikanan Indonesia

 

Mahasiswa Program Kampus Merdeka IPB Bogor melakukan pengamatan padang lamun dan terumbu karang di perairan Sabang Lalos, Kota Toli-toli, Sulawesi Tengah. Foto : PKKM ITK IPB

 

Lokasi lain yang dimaksud, adalah Bungus (Padang, Sumatra Barat), pulau Tidung (Kepulauan Seribu, DKI Jakarta), Brebes (Jawa Tengah), Palabuhanratu (Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat), dan Bali. Mahasiswa yang disebar ke semua lokasi tersebut, melakukan kegiatan magang dan pengambilan data lapangan.

Dua kegiatan tersebut, menjadi upaya penerapan dari semua pembelajaran yang sudah didapatkan para mahasiswa dari IPB. Mereka sebelumnya sudah mendapatkan materi pembelajaran di kelas dengan dipandu langsung oleh dosen-dosen berpengalaman.

Menurut Adriani, materi pembelajaran yang diberikan secara langsung di kampus Dramaga, adalah pelatihan cara menggunakan Automatic Weather System (AWS) dan Water Quality Checker (WQC). Kedua materi tersebut sangat penting, karena akan mendukung semua kegiatan selama di lapangan.

Baik AWS atau WQC memang disebutkan memiliki peran dan fungsi yang vital untuk keperluan kegiatan perekaman data cuaca dan kualitas perairan di lapangan. Kedua materi ini juga diterapkan oleh kelompok mahasiswa yang melaksanakan praktik di Tolitoli.

“Mereka semua ini ditugaskan untuk memperbarui log sheet setiap hari yang dipantau langsung oleh mentor dan kami,” terang dia.

baca  juga : Mahasiswa Jepang Menangkap Satwa Laut di Nusa Dua. Ada Apa?

 

Mahasiswa Program Kampus Merdeka IPB Bogor melakukan pengamatan dugong di perairan Sabang Lalos, Kota Toli-toli, Sulawesi Tengah. Foto : PKKM ITK IPB

 

Kepada Mongabay di Tolitoli, Adriani menyebut kalau kegiatan praktik lapangan yang dilaksanakan semua mahasiswa, akan berguna untuk mereka jika nanti selepas lulus dari perkuliahan ingin menekuni profesi lebih menantang.

Misalnya saja, menjadi junior metocean data analyst, salah satu profesi yang masih sedikit peminatnya di sektor kelautan dan perikanan, baik di dalam ataupun luar negeri. Oleh karena itu, kegiatan di lapangan tersebut akan menjadi bekal berharga dalam dunia usaha dunia industri (DUDI).

“Dengan demikian, nantinya mahasiswa telah dibekali dengan kompetensi yang andal dan siap menghadapi tantangan dalam dunia kerja,” tuturnya.

Hal itu dilakukan juga oleh para mahasiswa. Khusus di Tolitoli, kelompok mahasiswa mendapatkan tugas untuk melaksanakan penelitian yang berfokus pada pemisahan dugong yang sudah dan belum dilakukan konservasi.

Jadi, selain melakukan penelitian ASW dan WQC, mereka juga melakukan penelitian tentang Dugong yang banyak ditemukan di sepanjang pesisir pantai di Tolitoli. Kegiatan tersebut dilakukan bersama semua tim, atau dibagi menjadi dua kelompok.

Seperti yang terlihat pada pagi menjelang siang di awal Desember 2022. Saat itu, di pantai Lalos yang terletak di Desa Lalos, Kecamatan Galang, para mahasiswa terlihat di pinggir pantai menunggu teman-temannya yang sedang meneliti di atas perahu kecil tak jauh dari situ.

Grace, mahasiswi Universitas Bengkulu itu, mengaku sangat bahagia bisa terlibat dalam penelitian tersebut. Mengingat, selama ini dia kuliah di kota kecil yang tidak memiliki banyak kesempatan untuk melakukan penelitian.

Untuk bisa ada di Tolitoli, dia mengaku harus bersaing terlebih dahulu dengan para peminat yang berasal dari perguruan tinggi lain. Saat mendaftar, dia sebenarnya tidak tahu akan ditempatkan di kota cengkeh tersebut.

“Namun, mungkin karena ide saya menjurus ke Tolitoli, jadi saya dimasukkan ke grup ini. Sekarang justru saya merasa senang dan nyaman karena bisa mengeksplorasi apa yang sudah didapatkan di kelas,” ungkapnya.

baca juga : Seberapa Penting Penguasaan Data Kelautan bagi Indonesia?

 

Mahasiswa Program Kampus Merdeka IPB Bogor memasang automatic weather station untuk mendapatkan data cuaca. Foto : PKKM ITK IPB

 

Bersama Masyarakat

Selain penelitian di pesisir pantai, para mahasiswa di Tolitoli itu melaksanakan pembelajaran bersama komunitas. Mereka melakukan survei ke permukiman masyarakat tentang dampak bencana banjir yang melanda sejumlah kawasan, termasuk pusat kota Tolitoli.

Fathir Said, mahasiswa dari Universitas Udayana Bali, aktif mendatangi rumah warga untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat. Dia paham bahwa penelitian di masyarakat juga sama pentingnya seperti penelitian di pesisir laut.

Karena itu, dia merasa bersyukur karena bisa ada di Tolitoli dan bisa melakukan penelitian tentang Dugong dan Lamun. Singkatnya, Tolitoli ternyata mendapat prioritas dari IPB untuk praktik lapangan bagi mahasiswa.

“Setelah mendapat pencerahan di awal-awal, jadi makin tahu kalau Tolitoli itu seperti ini,” tutur dia.

Sayangnya, mereka kesulitan bertemu Dugong yang diyakini ada di sepanjang pesisir pantai. “Kami belum ditakdirkan bertemu Dugong. Padahal, sejak dari Bogor, itu menjadi salah satu tujuan kami berangkat ke Tolitoli,” jelas Taufik Tenicha, mahasiswa IPB yang berasal dari Solo, Jawa Tengah.

baca juga : Kisah Para Pemburu Dugong di Teluk Bogam

 

Mahasiswa Program Kompetisi Kampus Merdeka (PK-KM) IPB Bogor sedang melakukan survey sosial ke warga pesisir di Desa Lalos, Galang, Toli-toli Sulawesi Tengah. Foto : M Ambari/Mongabay Indonesia

 

Semangat Mahasiswa

Para mahasiswa dari berbagai universitas itu antusias mengikuti Program Kompetisi Kampus Merdeka langsung di lapangan. Terutama, karena para mahasiswa sekarang adalah mereka yang masuk dalam angkatan pandemi COVID-19, di mana pembelajaran banyak dilakukan dalam jaringan (daring) melalui internet.

Hal itu diakui Adriani. Dia mencontohkan, mahasiswa akan kesulitan menjelaskan secara teknis gelombang La Nina yang saat ini terjadi. Mereka akan sulit menjelaskannya, karena tidak tahu seperti apa di lapangan.

“Mungkin kalian sulit membayangkan seperti apa panasnya proses kondensasi pada saat periode La Nina ini. Ada lidah air bersuhu lebih dingin ketemu pemanasan,” terang dia.

Adriani berharap, dengan mendapatkan kesempatan praktik secara langsung di lapangan, mahasiswa harus bisa termotivasi untuk bisa bersaing di dunia kerja nantinya. Juga, kepekaan terhadap profesi yang potensial juga diharapkan sudah terbangun di pikiran mahasiswa.

“Sesuai tujuannya, melatih mahasiswa menjadi junior metocean data analyst. Ini profesi yang masih jarang dan langka. Seharusnya ini menjadi kesempatan bagi mereka untuk bisa berkarya,” pungkasnya.

 

 

Exit mobile version