Mongabay.co.id

Menanti Eksekusi Putusan Mahkamah Agung soal RTRW Pulau Wawonii Tak Boleh Ada Tambang

 

 

 

 

 

 

 

Putusan Mahkamah Agung (MA) memerintahkan Pemerintah Konawe Kepulauan (Konkep) tak jadikan pulau kecil Wawonii sebagai kawasan pertambangan. Pemerintah Konkep pun diminta segera jalankan putusan Mahkamah Agung dan hentikan segala aktivitas pertambangan.

Keputusan itu tertuang dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 57 P/HUM/2022 pada 28 Desember lalu. Putusan ini mengabulkan permohonan keberatan hak uji materi 29 warga yang disebutkan menggarap lahan pertanian di lima desa, yakni, Sukarela Jaya, Sinaulu Jaya, Roko-roko, Dompo-dompo, Sinar Masolo, di Kecamatan Wawonii Tenggara.

Mando Maskuri, aktivis lingkungan muda asal Desa Roko-roko, Wawonii Tenggara, senang saat dengan putusan Mahkamah Agung itu. Aktivitas pertambangan di Wawonii, katanya,  akan hilangkan ruang hidup mereka dari air, tanah, dan sumber daya lain.

“Tambang ini kan rakus tanah, rakus air, rakus segala hal,” katanya.

Adapun obyek hak uji materiil Pasal 24, Pasal 28, dan Pasal 36 Perda Konkep Nomor 2/2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Konawe Kepulauan Tahun 2021–204. Pada pokoknya dalam aturan itu, memasukkan peruntukan kawasan pertambangan dan energi di Wawonii Tenggara.

Mahkamah Agung  memutuskan, pasal dalam Perda RTRW Konkep 2/2021 itu bertentangan dengan Pasal 4 huruf a, Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 35 huruf k UU Nomor 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil  atau diubah ke UU Nomor 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Pendapat Mahkamah Agung,  obyek permohonan bertentangan dengan peraturan lebih tinggi. Perda RTRW Konkep 2/2021 juga dinyatakan tak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Selanjutnya,  Bupati Konkep dan DPRD Daerah Konkep diperintahkan merevisi Perda RTRW Konkep 2/2021.

Putusan perkara ini diperiksa Hakim Ketua Irfan Fachrudin, hakim anggota masing-masing Yosran, Sudaryono dan panitera pengganti Maftuh Effendi.

 

Baca juga: Kala Warga Wawonii Tolak tambang Terjerat Hukum, KKP Temukan Pelanggaran Perusahaan

Warga perlihatkan putusan Mahkamah Agung. Foto: Riza Salman/ Mongabay Indonesia

 

 

Segera jalankan putusan Mahkamah Agung

Denny Indrayana, Ketua Tim Kuasa Hukum Masyarakat Wawonii, dalam keterangan pers mengatakan, izin usaha pertambangan harus dicabut. “Pemerintah harus sesegera mungkin mengeksekusi putusan itu,” katanya.

“Ini berkah,” kata Muhammad Jamil, dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional.

Namun, katanya,  masih ada pekerjaan rumah yang jadi pertarungan sesungguhnya yakni eksekusi keputusan.

Warga bersama koalisi organisasi masyarakat sipil, katanya,  harus membangun konsolidasi gerakan rakyat untuk mengawal eksekusi putusan.

Pemerintah daerah harus mencabut dan mengeksekusi sesuai perintah Mahkamah Agung. Dalam proses eksekusi, polisi harus turun melakukan pengamanan, bukan pengawalan.

“Mudah-mudahan ini menjadi inspirasi bagi daerah lain di Indonesia yang terdapat pertambangan di pulau kecil,” ujar Jamil.

Dia khawatir,  pertambangan di pulau-pulau kecil seperti Wawonii ini merusak sumber daya alam dan sumber daya air tawar, memicu ‘genosida ekologi’–warga tidak bisa ke mana-mana, bahkan jadi pengungsi.

Masyarakat, katanya, rentan terdampak kerusakan ekosistem antara lain di kawasan pesisir hingga mencemari laut.

“Sepakat itu direvisi…revisi RTRW merupakan prioritas yang wajib dilakukan Pemkab Konkep,” kata Sahrina Safiudin, dosen hukum lingkungan Universitas Halu Oleo.

 

Baca juga: Cerita Warga Menanti Wawonii Terbebas dari Pertambangan

Jalan yang dibangun perusahaan tambang nikel di tengah kebun warga di Wawonii. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

 

Perintah Mahkamah Agung, katanya, revisi Perda RTRW Konkep 2/2021. Putusan itu jelas, katanya,  tidak ada multitafsir. Dengan putusan hukum ini, katanya, Perda RTRW itu sudah tak memiliki kekuatan hukum. Kalaupun pemerintah daerah tak merevisi, ketentuan tetap berstatus ilegal. Pertambangan tidak boleh ada.

Apabila Pemkab Konkep tidak segera menjalankan perintah Mahkamah Agung, katanya, bisa digugat. Secara konstruksi hukum, katanya, pengaturan pengelolaan lingkungan hidup atau sumber daya alam, diatur dalam dua hal sebagai HAM dan instrumen pembangunan.

Sebelumnya, Sahidin, perwakilan masyarakat Wawonii merasa heran tentang penerbitan Perda RTRW Konkep yang membolehkan tambang masuk. Padahal, jelas dalam UU dan Perda Sulawesi Barat Pulau Wawonii tidak untuk tambang. “Kami mensinyalir dugaan indikasi tindak pidana korupsi dan segera dilaporkan ke aparat penegak hukum.”

Berbagai elemen masyarakat Konkep juga menggugat Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Sultra ke Pengadilan Tata Usaha Negara Kendari, sehubungan penerbitan izin usaha pertambangan operasi produksi (nikel) kepada PT Gema Kreasi Perdana (GKP).

 

Baca juga: Dari Pulau Wawonii: Lahan Warga Terampas Tambang, Protes Berbuah Aniaya dan Penangkapan

Pelabuhan perusahaan tambang nikel yang akan dibuat di Pulau Wawonii

 

*******

 

 

Exit mobile version