Mongabay.co.id

Warga Keluhkan Sungai Suso yang Jernih jadi Keruh dan Berlumpur

 

 

 

 

 

Orang-orang yang hidup di sepanjang bataran Sungai Suso, Luwu, Sulawesi Selatan, yang berhulu di pegunungan Latimojong, dan bermuara di Teluk Bone, geram. Mereka protes karena sungai jernih yang jadi tumpuan berbagai keperluan sehari-hari sampai bahan baku PDAM Luwu ini berubah keruh dan berlumpur karena ada tambang emas.

Mereka tak bisa lagi melihat udang yang bersembunyi di balik batuan dengan sungut, seperti antena. “Kau lihat sendiri, bagaimana air itu berubah keruh. Lumpur semua,” kata Baso, Kepala Desa Bone Lemo, Kecamatan Bajo Barat, Luwu.

“Orang-orang terus menggerakkan eksavator, mengeruk sempadan, membongkar tanah. “Mereka tak peduli pada sungai, mereka hanya mementingkan uang,” lanjut Baso.

 

Sungai Suso, dari jernih berubah keruh dan berlompur sejak ada tambang emas di hulu. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

 

Akhir Desember 2022, suasana sejuk di bantaran Sungai Suso. Jembatan kayu yang menghubungkan Desa Kadundung dan Bone Lemo, sedang dijaga beberapa warga. Mereka mamasang portal dan memeriksa pengendara. Mobil dengan bak terbuka yang membawa jerigen solar dihadang tak dibiarkan melalui jalan itu. Warga meminta pengendara itu pulang.

Solar itu adalah bahan bakar kendaraan eksavator di penambangan emas di Desa Kadundung, Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Bagi para pemprotes, menghadang pasokan bahan bakar akan membuat alat berat berhenti bekerja.

Sore itu, kendaraan terus mengeruk dan membongkar tanah. Sebuah kendaraan double cabin terlihat memindahkan solar dari tangki menggunakan selang, lalu ditampung ke jerigen dan dipindahkan ke eksavator. Dari balik tirai terpal yang dibentangkan di jalan utama desa, kami melihat praktik itu. “Ouuwww, jadi begitu,” kata salah seorang warga.

 

Lahan tepian sungai bekas galian tambang emas. Foto:: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

 

Sebelum aksi pemalangan jalan, pada 21 Desember 2022, ratusan warga dari empat desa terdampak menggelar unjuk rasa dan pertemuan dengan DPRD Luwu. Mereka meminta kejelasan, aktivitas penambangan di bantaran sungai. Pertemuan itu, menghasilkan kesepakatan jika penambangan tak memiliki izin pengerukan logam.

DPRD Luwu, kemudian mengeluarkan surat rekomendasi pada 13 Januari 2023, dan meminta pemerintah menutup aktivitas pertambangan itu. Dinas Lingkungan Hidup Sulawesi Selatan, menyatakan izin penambangan logam bukan pada lembaga itu, melainkan ditangani langsung Kementerian Lingkungan Hidup di Jakarta.

Hingga jelang sebulan, aktivitas pertambangan malah makin massif. Ada enam titik penambangan emas di sepanjang bantaran sungai dalam wilayah administratif Desa Kadundung.

 

Warga desa pantau kendaraan yang membawa bahan bakar yang diduga dipakai untuk operasi alat beras tambang emas. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

 

Tak ada yang tahu, siapa pemilik pertambangan ilegal itu, salah satunya milik Badan Usaha Milik Desa (Bumdes Kadundung). Prambung yang menjabat Kepala Desa Kadundung, tak ingin berkomentar. Dia juga tak bisa menjelaskan, apakah para pengusaha tambang itu melaporkan keberadaan mereka saat memasuki kawasan.

“Kalau masalah tambang emas, ada pihak terkait yang turun langsung ke lapangan,” katanya melalui pesan.

Parambung, tak ingin menanggapi apa yang terjadi di wilayahnya. Lalu pesan lain tak dia jawab. Saudara lelakinya, Palimpin, menjadi Ketua Badan Usaha Milik Desa (BUM Des), juga mengelola tambang emas rakyat. Bagaimana, sebuah badan usaha milik desa mengembangkan pengelolaan tambang itu, dia juga tak ingin berkomentar.

Ketika saya meminta konfirmasi padanya, Palimpin tak menjawab. Dia hanya meminta alamat kantor Mongabay. Sesudah itu, semua pesan hanya dibaca dan tak ada lagi tanggapan.

Dalam pemetaan partisipatif warga ketika menelusuri Sungai Suso, mereka menemukan terdapat enam titik pengerukan – penambangan. Tambang-tambang itu bekerja menggunakan alat berat.

Akhir Januari, ketika banyak media menuliskan bagaimana praktik tambang itu berlangsung, tiba-tiba eksavator di bantaran sungai hilang. Tak ada yang tahu, ke mana alat berat pengeruk tanah itu disembunyikan. Beberapa warga bilang, kalau pemberhentian sementara itu hanya menjadi akal-akalan untuk meredam suasana yang sedang menghangat.

Kurniati, Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Luwu, juga tak bisa memberikan jawaban mengenai aktivitas pertambangan itu. Alasannya, karena dia menjabat belum lama. “Karena saya orang baru disitu (dinas),” katanya.

 

Tambang emas diduga ilegal di tepian Sungai Suso, Luwu. Air sungai yang jernih pun berubah keruh dan berlumpur. Warga sekitar sungai pun protes. Foto: Eko Rusdianto/ Mongabay Indonesia

 

*****

Exit mobile version