Mongabay.co.id

Reklamasi Pulau Lae-Lae dan Gugatan Ruang Hidup Warganya

 

Nelayan dan sejumlah kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Lawan Reklamasi Pesisir (Kawal Pesisir) melakukan aksi parade dan membentangkan spanduk sepanjang 30 meter sebagai bentuk penolakan atas reklamasi di Pulau Lae-Lae, Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Sabtu sore (4/3/2023) sekitar pukul 15.30 WITA belasan perahu melakukan parade menyusuri pesisir Pulau Lae-Lae, pantai sekitar benteng  Port Rotterdam, Dermaga Kayu Bangkoa, Pantai Losari, Lego-Lego, CPI dan berakhir Pesisir Pulau Lae-Lae.

Aktivis koalisi yang terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), Solidaritas Perempuan (SP)-Anging Mammiri, Jurnal celebes, FMN, Walhi Sulsel, LAPAR, PPSS dan PBH Peradi, membentang spanduk sepanjang 30 meter bertuliskan “Tolak Reklamasi Pulau Lae-Lae”.

Ady Anugrah, mewakili koalisi, menyatakan bahwa rencana reklamasi Pulau Lae-Lae seperti mengulang kasus 2014 silam, saat pemprov menggusur sekitar 43 kepala keluarga terkait pembangunan Center Point of Indonesia (CPI), yang lokasinya berdekatan dengan Pulau Lae-Lae.

“Ini adalah reklamasi yang dipaksakan. Wilayah tangkap nelayan dan perempuan serta berbagai peralatan melaut seperti jaring dan rumpon ikut tertimbun, laut disulap menjadi daratan baru,” jelas Ady.

 

Nelayan Pulau Lae-Lae. Mayoritas warga di pulau ini tergantung kepada laut dan menjadi nelayan. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia

Baca juga: Dampak Pandemi di Pesisir Makassar: Potret Pulau Lae-Lae, Lesunya Perdagangan Ikan Hingga sepinya Papalimbang

 

Pulau Lae-Lae jaraknya sangat dekat dengan daratan Makassar, dihuni sekitar 2.000 ribu jiwa. Pemprov Sulsel dan Pemkot Makassar sebelumnya telah membangun sejumlah fasilitas publik untuk kepentingan wisata.

Rencana reklamasi ini dilaksanakan  berdasarkan Surat Edaran Sekretariat Daerah (Sekda) Provinsi Sulawesi Selatan bernomor 180/1428/B.Hukum, perihal reklamasi di sekitar Pulau Lae-Lae. Luas reklamasi 12,11 hektar, melibatkan PT Yasmin Bumi Asri sebagai kontraktor pelaksana.

Menurut Ady, reklamasi ini dilakukan sebagai lahan pengganti kekurangan yang sebelumnya telah disepakati antara Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Pengembang CPI.

“Seharusnya, pembagian lahan diambil di areal reklamasi CPI. Bukan dengan malah  mereklamasi sebelah barat Pulau Lae-Lae, yang sejak lama merupakan ruang hidup masyarakat,” ungkapnya.

Ady juga menyayangkan motif dilaksanakannya reklamasi ini semata untuk kepentingan bisnis namun menggunakan areal publik.

“Reklamasi ini mengorbankan kepentingan masyarakat serta menunjukkan pemerintah seperti tunduk pada kuasa bisnis.”

Terkait tuntutan ini, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sulsel, Andi Hasbi Nur, akan meminta PT Yasmin Bumi Asri untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang ada terkait reklamasi tersebut.

“Ini kami tunggu dari Yasmin, kita minta Amdalnya diperbaiki. Kalau nantinya dilakukan reklamasi, masyarakatnya nanti [akan] diapakan,” sebut Hasbi seperti dikutip dari Detiksulsel (7/3/3023).

Hasbi menyebut akan menawarkan pekerjaan lain setelah reklamasi selesai. Dia mengatakan, akan memprioritaskan ruang kerja untuk warga Pulau Lae-Lae dengan membuka usaha, termasuk wisata.

“Tentu kita tidak mau bahwa dia itu akan hilang pekerjaan. Kita carikan solusi untuk pekerjaannya setelah itu,” katanya.

 

Nelayan dan aktivis melakukan aksi parade dan membentangkan spanduk sepanjang 30 meter menolak reklamasi Pulau Lae-Lae Makassar. Dok: Kawal Pesisir.

Baca juga: Mereka yang Terimbas Reklamasi di Pesisir Makassar

 

Perlu Pertimbangan Matang

Sebelumnya, dalam diskusi di Universitas Hasanuddin, Ketua Pusat Studi Lingkungan (PSL) se-Indonesia, Anwar Daud meminta pemerintah provinsi untuk mempertimbangkan secara matang kondisi masyarakat.

“Pemerintah harus mempertimbangkan kondisi masyarakat dengan meningkatkan usaha-usaha masyarakat sekitar dengan melakukan pemetaan usaha,” katanya.

Dia juga meminta pemerintah harus memberikan kompensasi kepada masyarakat yang tergusur akibat dilaksanakannya reklamasi tersebut.

Rizal Fauzi, pengamat kebijakan publik dari Universitas Hasanuddin, menilai permasalahan reklamasi bukan hanya semata pada urusan penolakannya, tapi juga pada peruntukannya.

“Dari kasus reklamasi Pulau Lae-Lae di mana penyerahan hak pemerintah provinsi Sulsel di lahan CPI di lahan seluas 12,11 hektar adalah lahan pengganti untuk bagian dari pemprov,” sebutnya.

Menurut Rizal, pemerintah harus akuntabel soal semua hal yang berkaitan dengan reklamasi.

“Jangan sampai ada hal yang merugikan publik dan merusak lingkungan yang sengaja ditutup-tutupi. Semuanya harus tuntas sebelum reklamasi dilakukan.”

 

 

Exit mobile version