Mongabay.co.id

Foto: Ikan yang Masih Bertahan di Sungai Musi

 

 

Sungai Musi adalah rumahnya ikan air tawar. Sekitar 620 jenis ikan hidup di sungai yang panjangnya 750 kilometer. Ikan air tawar menjadi sumber protein utama bagi masyarakat yang menetap di sekitar Sungai Musi.

Namun, sejalan dengan berubahnya lahan basah di Sumatera Selatan, menjadi perkebunan, permukiman dan lokasi infrastruktur, populasi ikan air tawar terus berkurang. Termasuk pula “hilang” di Sungai Musi.

Kabupaten Musi Banyuasin [Muba] merupakan lumbung ikan air tawar di Sumatera Selatan. Wilayah yang luasnya 1,4 juta hektar ini, dialiri dua sungai besar, yakni Sungai Musi dan Sungai Lalan. Sungai Musi yang mengalir di sini merupakan muara bagi sejumlah sungai besar yang disebut anak Sungai Musi. Misalnya Sungai Rawas, Sungai Lakitan, Sungai Lematang, dan Sungai Batanghari Leko.

Keberadaan sungai-sungai tersebut membuat sebagian wilayah Kabupaten Muba menjadi lahan basah, baik rawa maupun gambut.

Adios Syafri dari HaKI [Hutan Kita Institute] memperkirakan, sekitar 600 ribu hektar [40 persen] Kabupaten Muba merupakan lahan basah. Khusus gambut, mencapai 359 ribu hektar.

Lahan basah ini yang kemudian menjadi rumah bagi ratusan jenis ikan air tawar.

“Ikan di Sungai Musi tidak seperti dulu [populasinya]. Sekarang mulai sulit didapatkan. Termasuk ikan seluang [Rasbora argyrotaenia], yang dulunya melimpah,” kata Riski Juliansyah, warga Desa Babat, Babak Toman, Senin [06/03/2023].

Bahkan, di pasar tradisional sudah banyak pedagang menjual ikan tambak, yang bukan ikan lokal, seperti ikan lele dumbo [Clarias gariepinus] dan ikan nila [Oreochromis niloticus] yang merupakan ikan air tawar dari Afrika.

“Dampaknya, banyak yang menjual masakan pecel lele dibandingkan pindang ikan. Sebab pindang ikan selalu menggunakan ikan sungai,” katanya.

 

Ikan betutu [Oxyeleotris marmorata] masih didapatkan di Sungai Musi wilayah Kabupaten Musi Banyuasin. Foto: Muhammad Luthfi

 

Berkurangnya populasi ikan juga dikatakan Ronot Regen, warga Sungai Keruh.

“Populasi ikan sudah berkurang di Sungai Musi. Tidak heran, banyak rumah makan di sini yang menghidangkan masakan ikan laut.”

Apa penyebabnya? “Saya pikir karena banyak rawa dan gambut yang dibuka atau dijadikan kebun sawit, dan perkampungan baru,” katanya.

Terkait menurunnya populasi ikan air tawar, Apriyadi Mahmud, Penjabat [Pj] Bupati Muba, dikutip dari linggaupost.disway.id, menyatakan masyarakat yang menangkap ikan, sebaiknya tidak dengan cara merusak biota sungai.

“Kalau pakai racun atau alat setrum itu merusak lingkungan dan bisa dipidana [sanksi hukum].”

Jika dibandingkan wilayah lain di Sumatera Selatan, seperti Kabupaten Ogan Komering Ilir [OKI] dan Kabupaten Ogan Ilir [OI], yang dulunya juga sentra ikan air tawar, maka sejumlah jenis ikan air tawar di Kabupaten Muba masih ditemukan di pasar tradisional. Atau, masih dikonsumsi masyarakat.

“Tapi harganya sudah mahal, seperti daging sapi,” jelas Riski.

Berikut sejumlah ikan air tawar yang hidup di Sungai Musi, yang masih didapatkan di Kabupaten Muba, Sumatera Selatan.

 

Ikan betutu dipercaya masyarakat Kabupaten Muba dapat menyembuhkan luka dan patah tulang. Foto: Aghi Rahmat Auzan

Ikan Betutu

Ikan betutu [Oxyeleotris marmorata] hampir setiap hari ditemukan di pasar tradisional di Kabupaten Muba. Ikan yang disebut “ikan pemalas” ini banyak dikonsumsi warga yang mengalami luka dalam, seperti sehabis melahirkan. Warga menyamakan khasiat ikan betutu seperti ikan gabus [Channa striata].

“Kalau patah tulang, biasanya si penderita diwajibkan makan ikan betutu. Katanya baik buat membantu pengobatan,” kata Arman Gupta, warga Desa Babat, Babat Toman.

Dikutip dari kkp.go.id, ikan betutu banyak mengandung albumin yang berkhasiat mempercepat penyembuhan pasca-operasi, mempercepat pengeringan luka jahitan, menyembuhkan nyeri, dan membantu pengobatan patah tulang, mencegah infeksi hepatitis, dan menyembuhkan luka bakar.

 

 

Ikan tapah asia masih ditemukan di Sungai Musi yang mengalir di Kabupaten Muba, Sumsel. Ikan ini dikonsumsi masyarakat sebagai pindang atau pepes. Foto: Muhammad Luthfi

Ikan Tapah

Ikan tapah asia [Wallago] masih banyak didapatkan di Sungai Musi, khususnya di wilayah tengah dan hulu [Kabupaten Muba dan Kabupaten Musi Rawas]. Ikan ini dikonsumsi masyarakat sebagai masakan pindang atau pepes. Salah satu sentra ikan tapah di Kabupaten Muba berada di Desa Danau Cala, Kecamatan Lais. Di desa ini juga dilakukan pembesaran ikan tapah.

 

Ikan tapah yang ditemukan di Sungai Musi dalam berbagai ukuran. Termasuk yang berukuran 1,7 meter dan berat mencapai 70 kilogram. Foto: Aghi Rahmat Auzan

 

Dikutip dari Wikipedia, ikan tapah atau Wallago adalah genus beberapa ikan berkumis [Siluridae] pemakan daging [karnivora] berukuran besar dari Asia tropika. Tercatat ada lima jenis anggotanya, dengan jenis yang paling umum adalah tapah asia.

Di Sungai Musi yang mengalir di Kabupaten Muba, warga beberapa kali ditemukan ikan tapah dengan ukuran besar. Panjangnya mencapai 1,7 meter. Atau ikan tapah yang beratnya mencapai 40 kilogram.

 

 

Ikan toman [Channa micropeltes] begitu digemari masyarakat di Sumatera Selatan, dijadikan pindang, pepes, atau dibakar. Foto: Muhammad Luthfi

Ikan Toman

Ikan toman [Channa micropeltes] yang satu keluarga dengan ikan gabus [Channa striata] adalah ikan yang sangat digemari masyarakat Sumatera Selatan. Berbeda dengan ikan gabus, ikan toman dikonsumsi dengan cara dimasak pindang, pepes, dan dipanggang. Sementara ikan gabus banyak digunakan sebagai bahan baku pempek, makanan khas Palembang.

 

Ikan toman mulai langka di Sumatera Selatan. Ini dikarenakan banyak rawa di tepian sungai mulai habis atau ditimbun. Foto: Muhammad Luthfi

 

Ikan ini hidup di rawa sekitar sungai dan banyak dicari masyarakat. Hilangnya rawa membuat jenis ini kian sulit didapatkan. Seperti ikan tapah, ukuran ikan toman dapat mencapai beberapa meter dengan berat belasan kilogram.

 

 

Ikan lais yang sudah diasap atau ikan sale harganya dapat mencapai Rp500 ribu per kilogram. Foto: Muhammad Luthfi

Ikan Lais

Ikan lais [Kryptopterus bicirrhis] adalah ikan yang paling digemari masyarakat Sumatera Selatan. Ikan ini umumnya dijadikan pindang, pepes, dan sale atau ikan asap. Di pasaran, harganya melampaui ikan belida sumatera [Chitala hypselonotus] yang dilindungi.

Ikan lais yang sudah diasap atau menjadi sale, di pasaran harganya dapat mencapai Rp500 ribu per kilogram. Jauh dibandingkan harga sale ikan belida yang maksimal Rp400 ribu per kilogram.

 

Ikan lais juga sangat digemari masyarakat di Sumatera Selatan. Ikan ini umumnya dijadikan pindang, pepes, dan sale atau ikan asap. Foto: Aghi Rahmat Auzan

Sejak dulu, ikan lais merupakan komoditas utama yang dijual masyarakat di Kabupaten Muba ke Palembang. Salah satu sentranya di Kecamatan Lais, sekitar muara Sungai Batanghari Leko. Nama wilayah ini diambil dari ikan lais.

 

 

Ikan lumajang hidup di bagian tengah atau dalam sungai, masih didapatkan di Sungai Musi. Foto: Aghi Rahmat Auzan

Ikan Lumajang

Selain ikan berpatil, masyarakat Sumatera Selatan juga menggemari sejumlah ikan bersisik berukuran kecil. Misalnya ikan lumajang [Cyclocheilichthys enoplos].

Ikan bersisik ini dikomsusi dengan digoreng dan dipepes. Sebagian dijadikan pekasam [fermentasi ikan] dan ikan asin.

 

ikan lumajang paling enak dipepes, digoreng, atau dijadikan pekasama [ferementasi ikan]. Foto: Aghi Rahmat Auzan

 

* Aghi Rahmat Auzan dan Muhammad Luthfi, mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang aktif di Komunitas Film Batang. Tulisan ini hasil pelatihan yang digelar Mongabay Indonesia-Fisip UIN Raden Fatah Palembang.

 

Exit mobile version