Mongabay.co.id

Penertiban Jaring Angkat untuk Penyelamatan Ikan Bilih, Ikan Endemik Danau Singkarak

 

Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumatera Barat (Sumbar) bersama tim terpadu menertibkan alat tangkap bagan apung atau jaring angkat di Danau Singkarak, Sumatera Barat. Penertiban ini akibat semakin terancamnya keberadaan ikan bilih sebagai ikan endemik Sumatera dampak penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan. Penertiban menggunakan Kapal Patroli Bilih pada tanggal 27 Februari hingga 1 Maret 2023.

Ketua Tim UPTD Konservasi dan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan DKP Lastri Mulyanti mengatakan penertiban bagan dilakukan dengan cara membongkar mata jaring yang halus, memberi tanda pada bagan yang masih beroperasi di tengah danau, dan memberi tanda bagan yang masih menggunakan aliran listrik PLN.

“Parameter yang diawasi antara lain ukuran jaring, ukuran bagan, sumber cahaya, kapasitas lampu yang digunakan serta  penempatan bagan,” sebut Lastri, Jumat (17/3).

Adapun lokasi penertiban dilakukan di nagari-nagari seputaran danau Singkarak, yakni Nagari Padang Laweh Malalo, Nagari Guguak Malalo Kecamatan Batipuh Utara, Nagari III Koto, Nagari Simawang, Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar. Nagari Tikalak, Nagari Kacang, Nagari Sumani, Nagari Saning Baka Kecamatan X Koto Singkarak dan Nagari Muaro Pingai, Nagari Paninggahan, Kecamatan Junjung Sirih, Kabupaten Solok.

“Untuk penertiban saat ini waring kelambu/tile dan jaring berukuran 5/8 kita lakukan penyitaan. Sebagai barang bukti sebanyak 17 unit jaring yang tidak sesuai aturan yakni 15 unit jaring kelambu/tile dan 2 unit jaring ukuran 5/8,” ujar Lastri.

baca : Ikan Bilih, Ikan Endemik Danau Singkarak Yang Terancam Punah. Kenapa?

 

Tim terpadu menertibkan alat tangkap bagan apung atau jaring angkat di Danau Singkarak, Sumatera barat, jumat (17/3/23). Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Dari hasil pemeriksanaan, ditemukan beberapa pelanggaran seperti masih ada ukuran bagan yang tidak sesuai, masih ada bagan yang menggunakan jaring halus (waring), sumber listrik tidak menggunakan solar cell (listrik PLN dari rumah) serta posisi penempatan bagan yang tidak sesuai (di tengah danau).

“Kepada pemilik bagan diberi surat pernyataan untuk memperbaiki mata jaring halus menjadi mata jaring 3/4, mengganti aliran listrik mengunakan Solar Sel, dan diberi surat pernyataan untuk memindahkan bagan tersebut ke tepi danau,” kata Lastri.

Keberadaan alat tangkap bagan yang menggunakan waring berukuran diameter mata jaring ≤4 mm atau yang dikenal dengan jaring kelambu/tile. “Jaring ini sangat mengancam kelestarian ikan bilih yang merupakan spesies satu-satunya di dunia yang berada di Danau Singkarak. Penggunaan waring tersebut membuat ikan bilih  berukuran kecil bahkan rinuak sekalipun terperangkap didalamnya,” sebutnya.

Kegiatan pengawasan dan penertiban ini sudah melewati beberapa tahapan pada tahun 2022 yakni tahapan persiapan penertiban melalui rapat bersama OPD yang membidangi perikanan pada Kabupaten Solok dan Tanah Datar, Wali Nagari Salingka Danau Singkarak, aparat terkait (Polres, Polsek, Kodim, Koramil), pemuda, tokoh masyarakat dan bundo kanduang di Singkarak, serta Forkopimda di DKP serta Rapat penyelamatan ikan endemik dengan OPD terkait bersama Gubernur Sumbar.

Rapat dengan Asosiasi Nelayan Bagan Danau Singkarak pada akhir tahun 2022 juga telah menyepakati untuk memakai Jaring yang ramah lingkungan dan tidak memakai jaring kelambu/tile demi keberlanjutan ikan bilih dan juga bagi keberlanjutan penghasilan nelayan di Danau Singkarak.

baca juga :  Jala Apung Marak, Ikan Bilih Makin Terancam

 

Pengangkatan jaring tile oleh petugas. Jaring jenis ini sangat mengancam kelestarian ikan bilih yang merupakan spesies satu-satunya di dunia yang berada di Danau Singkarak. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Sosialisasi Pergub No.81/2017 tentang Penggunaan Alat dan Bahan Penangkap Ikan di Perairan Danau Singkarak dan sosialisasi Permen KP No.18/2021 tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan RI kepada nelayan, pembinaan terhadap nelayan bagan juga telah dilaksanakan pada tahun 2022.

Pada akhir tahun 2022 DKP melalui UPTD Konservasi dan Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan juga  telah melakukan pendataan  bagan by name by address di Danau Singkarak. Sehingga tahun 2023, tim sudah mempunyai data dan dasar yang kuat untuk melakukan kegiatan penertiban alat tangkap yang tidak ramah lingkungan di Danau Singkarak.

Sebagai tindak lanjut pengawasan, tim pengawasan akan melakukan pemeriksaan target bagan yang tercatat secara bertahap yang menggunakan mata jaring masih  halus (waring/jaring kelambu/tile) dan jaring ukuran 5/8 inchi, menggunakan aliran listrik dari PLN dan bagan yang beroperasi di tengah danau dan bagan yang memiliki ukuran lebih dari 10 meter

Target selanjutnya, bagan yang melanggar akan ditindak tegas dengan pembongkaran sesuai nota kesepakatan dari perwakilan bagan selingkar Danau Singkarak.

Terpisah, Gubernur Sumatera barat, Mahyeldi Ansharullah mendukung upaya penertiban, karena menyangkut hajat hidup ratusan nelayan tradisional yang menggantungkan mata pencaharian pada ikan bilih.

Mahyeldi juga minta agar dilakukan identifikasi pemilik bagan 50 orang yang ditertibkan tersebut. Apakah warga lokal, atau investor yang dikelola warga lokal.

“Prinsipnya jelas, Perpres dan Pergub. Kuncinya pada identifikasi. Siapkan program lain sebagai solusi. Karena itu data penting. Matangkan datanya. Siapa pemilik atau siapa saja penerima manfaatnya. Sehingga langkah aksi ke depan sudah bisa diperhitungkan dan betul-betul maksimal hasilnya,” tegasnya.

baca juga : Pedagang Mengeluh Ikan Bilih Danau Singkarak Makin Langka. Kenapa?

 

Waring berukuran diameter mata jaring ≤ 4 mm atau yang dikenal dengan jaring kelambu/tile. Jaring jenis ini sangat mengancam kelestarian ikan bilih yang merupakan spesies satu-satunya di dunia yang berada di Danau Singkarak. Foto: Vinolia/ Mongabay Indonesia

 

Mahyeldi juga meminta agar Wali Nagari Salingka Danau Singkarak juga menyiapkan aturan nagari seperti yang dimiliki oleh Nagari Sumpu, yang melarang keramba jaring apung dan bagan.

“Pengalaman di Nagari Sumpu perlu jadi pelajaran bagi nagari lain. Ada perwali pelarangan bagan. Sehingga bisa menjaga kelestarikan populasi ikan endemik,” katanya.

Selain penertiban, Mahyeldi juga menyebut komitmen masyarakat juga penting guna kelancaran alternatif solusi yang nantinya diberikan kepada para nelayan. Oleh sebab itu, dia berharap dukungan dari semua pihak.

Mahyeldi juga berharap agar sedimen danau yang semakin tinggi juga menjadi perhatian bersama, dengan meminimalisir pembuangan sampah ke Batang Lembang yang bermuara ke Danau Singkarak.

 

Terancam Punah

Ikan bilih (Mystacoleuseus padangensis) merupakan ikan endemik yang hanya ditemukan dan menjadi populasi ikan terbesar di Danau Singkarak. Ikan bilih memiliki ukuran sedikit lebih besar dari ikan teri, berbentuk lonjong dan pipih dengan panjang 6-12 centimeter.

Karena endemik Danau Singkarak, ikan bilih ini lumayan mahal dengan kisaran harga Rp60-70 ribu/liter. Bila telah dimasak, harga ikan bilih menjadi Rp250-280 ribu/kilogram.  Dengan harga yang menarik, ikan bilih menjadi sumber pendapatan masyarakat sekitar danau. Bahkan, ikan itu sempat menjadi komoditas ekspor dan dijual ke luar negeri.

Namun, keberadaan ikan bilih semakin hari semakin berkurang akibat keberadaan bagan atau jaring angkat menggunakan jala rapat yang jumlahnya terus meningkat.

baca juga : Mengenal Lempuk, Ikan Endemik Danau Ranu Grati

 

Ikan bilih merupakan ikan endemik yang hanya ditemukan dan menjadi populasi ikan terbesar di Danau Singkarak. Ikan dengan nama latin Mystacoleuseus padangensis memiliki ukuran sedikit lebih besar dari ikan teri, berbentuk lonjong dan pipih dengan panjang 6-12 centimeter. Foto: Rico Coubout/ Mongabay Indonesia

 

Kondisi ini dikhawatirkan mengancam kelestarian ikan bilih sebagai ikan endemik di danau yang masuk daftar 14 danau prioritas nasional untuk diselamatkan itu.

Prof. Dr. Ir. Hafrijal Syandri, M.S, ahli perikanan dan ilmu kelautan, sekaligus peneliti ikan bilih dari Universitas Bung Hatta, saat dikonfirmasi Mongabay mengatakan, penyebab terancam punahnya ikan bilih dipicu oleh alat dan cara tangkap yang digunakan masyarakat yang tidak ramah lingkungan.

Nelayan menggunakan berbagai jaring untuk menangkap ikan bilih sesuai dengan lokasi penangkapannya, seperti jaring panjang, jaring lingkar, sistem alahan, jala lempar, lukah dan bahkan menggunakan setrum listrik yang mematikan semua ikan yang ada.

Jaring-jaring apung tidak pernah kosong terbentang di permukaan danau begitu pula dengan jala lempar yang ditebar masyarakat setiap harinya.

 

Exit mobile version