Pedagang Mengeluh Ikan Bilih Danau Singkarak Makin Langka. Kenapa?

Danau Singkarak merupakan salah satu tempat kunjungan wisatawan baik domestik maupun internasional di Sumatera Barat.  Selain pemandangan alam yang menarik, berwisata di Danau Singkarak tidak lah lengkap bila tidak mengunjungi Pasar Ombilin.

Pasar Ombilin merupakan pusat penjualan salah satu menu khas kuliner di Danau Singkarak yaitu ikan bilih. Ikan bilih merupakan ikan endemik di kebanggaan warga Sumbar. Ikan dengan nama latin Mystacoleuseus padangensis diolah menjadi ikan bilih goreng, kering, asin dan ikan bilih belah

Di pasar itu, pengunjung akan melihat deretan panjang warung-warung di tepi danau yang menyediakan berbagai makanan olahan dari ikan bilih. Jika mengunjungi pasar ini diwaktu pagi, pengunjung akan menemukan pedagang yang menjual ikan bilih segar, hasil tangkapan nelayan. Namun penjualan ikan bilih segar tidak berlangsung lama, kira-kira dari pukul 07.00 hingga 10.00.

Hal tersebut dikarenakan ikan bilih yang semakin sedikit keberadaannya di Danau Singkarak.  Kelangkaan ikan bilih telah berdampak pada menurunnya omzet penjualan. Biasanya pedagang berpenghasilan rata-rata Rp300-400 ribu perharinya, sekarang hanya Rp80-170 ribu perhari.

Upik Syukur (44), salah seorang pedagang di Pasar Ombilin yang ditemui Mongabay pada minggu kemarin merasakan kelangkaan ikan bilih semenjak Juni 2014.

“Setiap pengunjung yang datang ke warung kami, selalu ingin membeli ikan bilih Singkarak, namun sekarang sudah sulit mendapatkan ikan bilih. Kami sudah mensiasatinya dengan menjual ikan bilih dari medan akan tetapi minat pembeli agar kurang, karena rasa ikannya hambar, tidak senikmat ikan bilih Singkarak,” katanya.

 Olahan ikan bilih menjadi daya tarik bagi pengunjung Danau Singkarak karena rasanya yang gurih dan lezat serta mengandung vitamin, lemak dan protein. Foto : Riko Coubut

Olahan ikan bilih menjadi daya tarik bagi pengunjung Danau Singkarak karena rasanya yang gurih dan lezat serta mengandung vitamin, lemak dan protein. Foto : Riko Coubut

Saat ini harga ikan bilih goreng melambung tinggi, mencapai Rp280 ribu per kilogram. Di waktu lebaran beberapa waktu yang lalu harga ikan bilih sekitar Rp 380-400 ribu perkilogram danmenjadi puncak harga ikan bilih.

Upik mengatakan tingginya harga ikan bilih mengurangi tingkat penjualan yaitu kurang dari 5 kg setiap harinya.

Efek kelangkaan ikan juga dirasakan oleh kelompok pengolah ikan bilih yang berada di sekitar Danau Singkarak. Pada tahun 2012-2013, mereka mampu mengolah ikan bilih mencapai 250 liter perharinya. Kini, hanya bisa mengolah kurang dari 80 liter perharinya.

Ikan-ikan olahan berbagai bentuk ini dipasarkan ke rumah makan dan restoran ternama di daerah Jakarta, Bogor, Bandung, Bali, Pekanbaru, Batam dan Aceh. Bahkan juga sampai dipasarkan ke luar negeri seperti Malaysia dan Singapura.

Nita, (48), pengolah ikan bilih di Jorong Baing, Guguk Malalo merasakan dampak kelangkaan ikan bilih saat ini sehingga membuat penghasilannya menurun drastis. Biasanya ikan bilih dapat dipasarkan 500 kilogram atau 10 dus per minggu, kini hanya bisa 100 kilogram dan kadang-kadang tidak mengirim sama sekali.

Salah seorang warga pengolah ikan bilih sedang mengeringkan ikan untuk selanjutnya di goreng dan dikirim ke berbagai daerah di Indonesia. Foto : Riko Coubut
Salah seorang warga pengolah ikan bilih sedang mengeringkan ikan untuk selanjutnya di goreng dan dikirim ke berbagai daerah di Indonesia. Foto : Riko Coubut

“Di kampung ini ada sekitar 20 kelompok pengolah ikan bilih. Karena ikan sulit di dapatkan, hanya kelompok kami yang masih berproduksi,” katanya.

Penangkapan ikan berlebihan

Prof. Dr. Ir. Hafrijal Syandri, M.S, ahli perikanan dan ilmu kelautan, sekaligus peneliti ikan bilih dari Universitas Bung Hatta, mengatakan, penyebab terancam punahnya ikan bilih dipicu oleh alat dan cara tangkap yang digunakan masyarakat yang tidak ramah lingkungan.

Jenis alat tangkap yang digunakan pun berbeda-beda, ada nelayan yang menggunakan alat tangkap berupa jaring panjang, jaring lingkar, sistem alahan, jala, lukah dan menggunakan arus listrik (setrum). Tidak tanggung-tanggung jaring dan jala  yang dipasang ukuranya sangat rapat sekitar 1-1,5 centimeter. Ukuran ini sangat rapat sehingga semua jenis ikan, termasuk anakannya dalam jumlah banyak.

Karena semua ikan, termasuk anakannya terangkap, maka ikan bilih sulit melakukan regenerasi dan reproduksi. Padahal ikan itu memijah di usia 6 bulan (dewasa). Ikan bilih memijah dengan cara menyongsong aliran air sungai dan bertelur disela-sela batu. Setelah 20 jam larva telur akan menjadi anakan dan kembali masuk ke danau untuk menjadi dewasa.

Pemanfaatan kawasan Danau Singkarak juga belum belum ditata, seperti pembatasan daerah tangkapan dan pembagian zonasi pelestarian ikan. Akibatnya seluruh lokasi dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penangkapan.

Di Danau Singkarak, khususnya di Nagari Guguk Malalo, ada 38 buah jala apung berbagai ukuran, mulai dari 4×4 meter hingga 6×6 meter. Prinsip kerja jala apung ini hampir sama dengan jaring yang digunakan oleh kapal tangkap ikan di laut. Jaring akan dilepas ke dasar danau pada waktu magrib dan dipasang lampu diatasnya. Jala akan dibangkit di subuh hari dengan cara ditarik perlahan menggunakan katrol.

Salah satu jala apung yang banyak terdapat di perairan Danau Singkarak di Nagari Guguk Malalo, Tanah Datar. Foto : Riko Coubut
Salah satu jala apung yang banyak terdapat di perairan Danau Singkarak di Nagari Guguk Malalo, Tanah Datar. Foto : Riko Coubut

Dengan ukuran jala yang kecil, maka semua ikan tertangkap, bahkan ikan dengan ukuran 2 cm. Satu kali operasional jala apung, mampu menangkap ikan mencapai 70-80 kilogram.

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah menetapkan sepuluh danau prioritas penanganan karena ancaman kerusakan, salah satunya Danau Singkarak.

“Pemprov Sumbar telah menyusun strategi penyelamatan danau singkarak, strategi tersebut tertuang dalam dokumen gerakan penyelamatan danau singkarak (Germadan). Dalam dokumen tersebut telah disusun berbagai bentuk upaya penyelamatan ekosistem danau singkarak dari kerusakan yang terjadi pada saat sekarang maupun dimasa yang akan datang,” kata Asrizal Asnan, Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedalda) Pemprov Sumbar, kepada Mongabay.

Akan tetapi, Germadan tidak cukup untuk menertibkan penangkapan ikan bilih yang membabi buta. Jika kegiatan ini terus dibiarkan, sudah barang tentu ikan bilih tidak dapat berkembang dan akhirnya punah. Ikan bilih merupakan ikan endemik danau singkarak, jika ikan ini musnah dan kekhasan Danau Singkarak akan hilang. Ikan bilih bakal menjadi cerita untuk anak cucu.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , ,