Mongabay.co.id

Warga Tolak Proyek Geothermal Poco Leok, Ini Alasannya

Sisi barat daya Poco Leok dilihat dari bukit Lingko Mesir, tampak Kampung Mocok di kejauhan. Foto: Anno Susabun

 

 

Flores merupakan pulau yang memiliki potensi panas bumi hampir 1.000 MW dengan cadangan sebesar 402,5 MW.

Kondisi ini membuat pemerintah menetapkan Flores sebagai Pulau Panas Bumi [Flores Geothermal Island] tahun 2017 melalui SK Menteri ESDM No.2268 K/MEM/2017. Tujuannya, pemerataan kemandirian dan ketahanan energi.

Kelistrikan Flores interkoneksi memiliki daya mampu 96,5 MW dengan beban puncak 71 MW dan cadangan daya sebesar 25,3 MW.

Pemerintah melalui PT. Perusahaan Listrik Negara [PLN] tengah melakukan perluasan  Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi [PLTP] Ulumbu, Kabupaten Manggarai, Flores, NTT, guna  menaikkan kapasitas dari 7,5 MW saat ini menjadi 40 MW.

Lokasi pengembangan berada di Poco Leok, sekitar 60 pengeboran. Poco Leok mencakup 13 kampung di tiga desa, di Kecamatan Satar Mese yakni Desa Lungar, Mocok, dan Golo Muntas.

Baca: Was-was Panas Bumi Rusak Ruang Hidup Warga Poco Leok

 

Sisi barat daya Poco Leok dilihat dari Bukit Lingko Mesir, tampak Kampung Mocok di kejauhan. Foto: Anno Susabun

 

Warga Poco Leok, Servasius Masyudi, menyatakan menolak proyek geothermal karena bukan kebutuhan prioritas warga saat ini. Persoalan pangan lebih penting.

Poco Leok dikelilingi bukit curam sehingga rawan terjadi longsor dan banjir. “Hujan terjadi sepanjang tahun dan kampung-kampung berdekatan. Kami kuatir terjadi bencana bila ada proyek geothermal,” tuturnya, baru-baru ini.

Servasius mengatakan, kebutuhan listrik di wilayah lain bukan menjadi alasan untuk mengeksploitasi geothermal di wilayahnya.

“Warga tidak mau dikorbankan hanya untuk kesejahteraan orang lain,” ujarnya.

Terkait penghadangan petugas yang beraktivitas oleh warga pada Jumat [17/02/2023], menurut Servasius, sudah ada kesepakatan agar survei dihentikan sementara waktu.

“Tetapi petugas datang dan melanggar perjanjian. Artinya, penolakan warga diabaikan,” sesalnya.

Mengutip sunspiritforjusticeandpeace.org, warga Poco Leok Agustinus Sukarno saat berdebat dengan petugas PLN memperlihatkan video terkait semburan gas untuk proyek geothermal di Mataloko, Kabupaten Ngada.

Agustinus mengaku baru pulang dari Mataloko dan sumur bornya masih ada semburan. Selain Mataloko, dia mencontohkan kerusakan lingkungan yang terjadi di kawasan Ulumbu.

“Lihat juga longsor dan tanah turun yang terjadi di Tantong,” jelasnya, terkait lokasi terdampak PLTP Ulumbu.

Baca: Tebar Janji Sejahtera Panas Bumi Poco Leok

 

Aksi warga Poco Leok, Kecamatan Satar Mese menolak pembangunan proyek geothermal saat kehadiran Bupati Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Foto : John Manasye

 

Dampak geothermal

Bupati Manggarai Herybertus G.L.Nabit, saat berdialog dengan warga Kampung Lungar dan Mesir di wilayah Poco Leok, Senin [27/02/2023] mengatakan, pemerintah hadir untuk mendengarkan suara masyarakat, baik yang mendukung maupun tidak.

“Jika tidak setuju karena apa, jika setuju karena apa. Kita cari jalan keluar bersama,” ungkapnya, dikutip dari situs Kabupaten Manggarai.

Hery menambahkan, PLN tengah mencari solusi agar harga jual listrik murah, seperti menggunakan sumber lstrik dari panas bumi.

“Negara bisa saja membangun listrik menggunakan bahan bakar solar, namun kebutuhan lain seperti bantuan BLT, pembangunan infrastruktur, dan lainnya akan terhambat,” jelasnya.

Baca juga: Rencana Pengeboran Geothermal di Poco Leok dan Pengabaian Warga

 

Warga berdialog dengan Bupati Manggarai Herybertus G.L.Nabit terkait geothermal Poco Leok, Senin [27/02/2023]. Foto: Dok. Pemkab Manggarai

 

Direktur Walhi NTT Umbu Wulang Tanamahu Paranggi dalam pernyataan tertulis kepada Mongabay Indonesia, menyatakan NTT dikepung investasi rakus lahan yang berujung privatisasi. Alih fungsi kawasan memberikan dampak buruk bagi daya tampung dan daya dukung lingkungan hidup NTT.

Walhi mencatat, NTT saat ini dikepung 309 IUP minerba, industri pariwisata, monokultur, food estate, serta beberapa proyek strategis nasional [PSN].

“Sejumlah proyek ini diwarnai perampasan lahan dan alih fungsi kawasan tanpa kajian daya dukung dan daya tampung mendalam, dalihnya peningkatan kesejahteraan rakyat,” ucapnya.

Umbu Wulang menjelaskan, legitimasi ini bertolak belakang dengan data BPS 2021 yang mencatat 20 persen masyarakat NTT mengalami kemiskinan ekstrim. Artinya, pertumbuhan investasi tidak menjadi solusi mengatasi kemiskinan.

“Kelompok miskin memiliki sedikit alternatif untuk menghadapi krisis iklim dan dampak bencana ekologi,” jelasnya, belum lama ini.

JATAM dalam rilisnya mengatakan, dalam praktiknya geothermal sama buruknya dengan sumber energi lain seperti batubara dan migas yang mencemari bentang air dan udara. Dampaknya, kesehatan warga dan ekosistem lingkungan terganggu.

Proyek geothermal membongkar kawasan hutan, merubah fungsi lahan, hingga menggusur permukiman penduduk.

Bahkan, industri geothermal dalam praktiknya menyebabkan gempa picuan dan telah menyebabkan korban jiwa akibat gas beracun seperti H2S [hidrogen sulfida] seperti yang terjadi di Mandailig Natal, Dieng, dan wilayah lain di Indonesia.

 

Exit mobile version