Mongabay.co.id

Lahan Pangan di Makroman Merana Terdampak Tambang Batubara

 

 

 

 

Hamparan sawah berkeliling bukit di Kalang Luas, Kelurahan Makroman, jadi area penopang pangan Kota Samarinda, Kalimantan Timur, sejak lama. Tiga kelompok tani berjibaku melawan kehadiran pertambangan batubara yang mengganggu lahan sawah  sekitar 68 hektar yang sudah mereka kelola selama 30 tahun.

Sejak 2008,  perusahaan batubara CV Arjuna  memporak porandakan bagian hulu lahan pertanian mereka di Makroman. Sumber mata air raib. Gunung dan bukit belubang- lubang. Kebun buah dan hutan mengguning.

Izin perusahaan ini terbit di masa Wali Kota Samarinda Ahmad Amin.  Tambang batubara menghancurkan mata air dan kerap mengirim banjir lumpur masuk ke persawahan warga. Akibatnya, hasil pertanian mereka menurun drastis.

Bahkan, kolam ikan Baharudin,  Ketua Kelompok Tani Tunas Muda, terdampak. Usaha gulung tikar, dia banting setir tanam lombok.

Lima tahun silam, perusahaan tambang batubara ini terpaksa berhenti. Izin mereka beakhir tetapi dampak kerusakan terus berlanjut. Empat lubang tambang raksasa peninggalan Arjuna tak ditutup. Warga terpaksa pakai air dari lubang tambang ini untuk lahan pertanian mereka.

Niti Utomo, Ketua Kelompok Tani Karang Anyar mengatakan, lubang dekat pondoknya  harus ditutup. Kubangan raksasa it, katanya, tidak untuk pengairan malah banyak dikunjungi warga dari luar berswa foto. Beberapa tahun lalu seorang remaja tewas tenggelam karena bermain di lubang berbahaya itu. “Saya pikir malah berbahaya,” ucap Niti.

Tiga kelompok tani pelan-pelan bangkit memulihkan memperbaiki irigasi. Tak ada pilihan lain, sumber air warga berasal dari air lubang tambang. Irigasi mereka hanya untuk tanam dua kali musim dalam satu tahun.

Meski demikian, kata  Niti, hasil panen lumayan baik dibanding saat tambang CV Arjuna mengobok-obok kawasan itu. “[Sekarang] mencapai 6 ton gabah setiap hektarnya,” ucap Niti saat Mongabay bertemu di kediamannya  penghujung Desember lalu.

Saat harapan itu mulai tumbuh kejengkelan kelompok tani datang lagi. Tambang yang dipastikan tak berizin itu marak beroperasi. Kawasan persawahan mereka kembali dikelilingi tambang batubara. Eksavator mulai menggali di tiga titik. Preman berkeliaran di kampung. Istri Baharuddin kerap bertemu preman di depan rumahnya menenteng parang panjang.

Ketua kelompok tani Tunas Muda Baharuddin meresahkan kegiatan penggalian tambang di pertengahan 2022. “Kalang kabut aku sudah, kacau ini kok masuk lagi,” ucap Baharuddin.

Menurut dia, pasca ditinggalkan Arjuna, pengairan sawah sudah mulai membaik, tetapi malah ada pembongkaran lagi.

Dia bertemu seorang pekerja tambang di dekat sawah.

“Dari mana?” tanya Baharuddin.

“ Dari situ Pak Bahar. Itu mau ditambang.”

“Siapa sih yang punya,”

“Bosku,”

“Bos yang mana?” Orang itu tak mau menyebut sang pemilik tambang.

Kepada pekerja tambang Baharuddin memperingatkan jangan menambang di dekat bekas lubang tambang. Orang itu mengaku sudah menyampaikan ke bos tambang agar soal yang disampaikan petani.

“Hati hati kalau kamu buka,  tenggelam kampung itu,” Bahar memperingatkan dia sekali lagi. Meski sudah diperingatkan namun mereka tetap membongkar. “Namanya perusahaan ngotot karena batu di situ,”

 

Baca juga: Cerita Tolak Tambang Batubara dari Lereng Bukit Biru

Lahan pertanian di Makroman, terdampak tambang batubara. Foto: Abdallah naem/ Mongabay Indonesia

 

***

Musim tanam tiba. Warga Kampung Makroman Kalan Luas sedang ramai menanam padi di sawah pada musim tanam tahun lalu itu. Dari arah bukit beberapa eksavator sedang menggali top soil. Warga kaget menyaksikan pembongkaran tanah di tepi bekas lubang tambang CV Arjuna.

Dua titik tambang batubara ilegal sebelumnya sedang dibongkar berada di Kelompok Tani Tunas Muda.

Baharuddin bilang,  titik ketiga di dekat lubang untuk tambah penuhi tongkang yang belum terisi. “Rencananya jadi dua tongkang, sudah menumpuk dua tumpukan di dekat sini,” sebut Baharudin.

Seorang petani menemui Niti. Dia menyampaikan kegelisahan terkait pembongkaran di tepi lubang tambang yang berjarak sekitar 300 meter dari pondok kelompok tani.

Niti menemui para operator tambang. Niti bilang operator tambang itu didatangkan dari Jawa. Dia juga menemui warga yang menunjukan jalan kepada para penambang ilegal ke arah lokasi tambang.

Ternyata,  kata pria 70 tahun ini, warga setempat juga yang memberi tahu lokasi. Orang itu beralasan, pembongkaran untuk meluruskan batas tanah.  Ternyata mereka membongkar dan mengumpulkan batubara.  “Luruskan batas koq pakai eksavator,” ujar Niti.

Di tempat penambangan ini, katanya, dia digertak preman. “Siapa yang larang?” bentak preman itu.”Ini  keinginan semua petani,” jawab Niti.

Tambang segera harus berhenti.

Bersama warga lain, Baharuddin dan Niti Utomo bergerak. Mereka bertemu di salah satu pondok milik warga. Saat warga menggelar pertemuan, pemilik alat berat, Prayitno memperhatikan warga yang sedang berkumpul.

Dia mondar-mandir di sekitar tempat pertemuan warga dan ikut nguping pembicaraan. Baharuddin lantas memberi tahu. “Itu punya pak Prayit kah? Cepat lari, besok ku demo itu.  Biar teman tidak mau tau aku. Jangankan teman, saudara kalau merugikan aku ngapain,” kata Bahar.

Benar saja alat berat milik dia sembunyikan tidak jauh dari lokasi pengerukan. Bahar bilang, sekitar 400 meter. Menurut Niti alat berat kehabisan bahan bakar saat mencoba menjauhkan dari tempat pengerukan.

Aksi di lubang tambang tempat pengerukan warga wujudkan. Tepat di Hari Tani 24 September lalu, puluhan petani menggelar aksi. Mereka menyegel alat berat dengan tali rapiah. Meskipun ada beberapa preman berjaga di lokasi tetapi mereka mundur dan melarikan diri.

Alhamdulillah, kita masih selamat, nyawa saya tidak terancam.”

Baharuddin bilang, kepada petani lain untuk menjaga jejak alat berat ke mana arahnya agar alat bukti tak hilang.

Keesokan hari, Baharudin ditelpon oleh seorang anggota Polisi dari Polres Samarinda. Kepada Baharuddin polisi menyampaikan akan melakukan penahanan alat bukti dua alat berat.

Dia bilang, bukan hanya dua alat berat di titik ketiga, ada bolduzer, eksavator,  sampai sekitar 10 truk.  Mereka parkir di atas.  Menurut informasi yang dihimpun Bahar, puluhan alat berat lain itu tidak sempat diamankan. “Dua (alat berat) ini yang jadi korban.  Yang di sana sempat lari,” ujarnya.

 

Baca juga: Tambang Batubara Ilegal Masih Marak di Kalimantan Timur

Kaong, banyak di sawah. Foto: Abdallah Naem/ Mongabay Indonesia

 

Menurut Baharuddin dan Niti, ketika tambang ilegal bekerja empat hari di titik ketiga nyaris ada bencana besar. Kubangan air raksasa sedalam lima meter jebol.  “Gilanya itu kalau jebol, hancur semua,” kata Niti.

Beruntung mereka cepat melakukan penyegelan. Kalau tidak, musibah besar bakal datang.

Desas desus yang berkembang di Kampung Makroman,  bahwa pemain tambang tak berizin juga adalah orang lokal. Niti bilang,  bahkan ada yang bekerja di LPM Kelurahan.

Operator besar tambang ilegal di Makroman, kata Baharudin kelas kaliber. Dia menduga ada keterkaitan dengan sindikat jaringan pemain batubara ilegal,  Ismail Bolong.

 

 

***

Saat ini, kata Niti, ada kebijakan pemerintah Kota Samarinda menetapkan sebagian lahan pertanian di Makroman sebagai kawasan perlindungan atau pertanian zona merah. Artinya kawasan yang tidak boleh diganggu dan diperjualbelikan. “Itu untuk persiapan pertanian,” ujar Niti.

Sawah Kelompok Tani Karang Anyar seluas 17 hektar termasuk zona perlindungan. Sekitar  10 hektar kebun,  katanya, belum masuk kawasan pertanian yang dilindungi.

Baharudin sudah menerima salinan Perda Perlindungan Lahan Pertanian yang dikeluarkan Pemerintah Kota Samarinda pada 2021. Pada intinya menyebutkan,  kawasan pertanian dilarang ditambang.

Baharudin nilai perda itu terlambat. Saat perda diperlukan tak muncul. Baru setelah tambang mengobok bentang alam Makroman,  aturan ada.

“Terlambat. Untuk apa perda itu. Dulu-dulu mana waktu berkecamuk (tambang)?”

 

Lumpur dari bekas kerukan alat berat untuk tambang batubara mengalir ke lahan pertanian warga Makroman. Foto: Abdallah Naem/ Mongabay Indonesia

 

Limbah tambang dan hama

Kelompok Tani Karang Anyar kelola lahan sawah 17 hektar dan kebun buah lei, dukuh dan durian sekitar 10 hektar. Niti bilang, sawah mereka jadi tempat pembuangan limbah.

Tambang batubara menyebabkan kesuburan tanaman berkurang. Sekarang ada sekitar 30 cm limbah lumpur tambang menggenang di kebun buah mereka. Kalau kubangan tambang jebol, katanya,  pertama yang akan habis adalah kebun mereka.

Tidak hanya lumpur yang mengendap di kebun, beberapa hama yang terbilang baru muncul setelah tambang hadir. Misal, “kresek busuk daun”. Itu sejenes wereng yang muncul setelah ada tambang batubara. Begitu juga dengan tikus yang turun ke sawah. Menurut pengamatan dia tikus makin parah setelah ada tambang. “Hutan hancur larinya (hama) ke sawah semua.”

Bujuk rayu jual lahan kerap datang. “Biar mengalir intan saya tidak mau. Tapi ujung-ujungnya saya hancur. Kebun saya berisi buah buahan mati cuman diganti Rp500.000,” katanya.

Ratusan pohon buah, kelompok tani Niti, terdampak.  Niti kembali tanam bibit durian, jambu, dan kelapa tetapi susah tumbuh karena lumpur limbah tambang.

Persoalan lain yang menghampiri petani adalah keberadaan warik (monyet). Niti bilang, di Makroman dan Sambutan bentang alam yang dihuni oleh beberapa jenis monyet. Dia identifikasi ada beruk, monyet berbuntut pendek. Ada juga yang merah dan putih. Sepanjang sekitar 3 km Makroman dan Sambutan menjadi arena dan ruang hidup satwa termasuk monyet.

Sejak tambang beoperasi konflik antara warga dengan beruk sering terjadi. “Hutan hilang. Tinggal hutan kecil aja, tidak ada makanannya,” kata Niti.

Kini,  beruk masuk kebun buah warga. Monyet memakan rambutan, cempedak, pisang dan jagung. “Warek itu lari ke sana keliling. Kalau di sini tidak ada makanan lari ke sana. Bisa 50-60 ekor satu rombongan,” sebut pria yang ikut transmigran pada 1980-an ini.

Kondisi ini warga respon dengan membuat jebakan monyet. Warga kesal dengan gangguan primata yang sering masuk ke kebun dan memakan buah. Niti bilang,  ada orang di Kampung Sambutan membuat jebakan Monyet. Warga memberi umpan masuk dalam kotak jebakan dan monyet tak bisa keluar.

Ratusan beruk masuk perangkap. Terakhir, kata Niti, lima bulan lalu ratusan beruk masuk perangkap di desa tetangga dieksekusi petani. “Habis beruk ditembaki,” ujar Niti.

Daya rusak tambang batubara pun dirasakan Ngatimah. Petani paruh baya yang dikenal di Makroman sebagai perempuan perkasa ini sore itu, baru saja menyelesaikan tanam padi di musim tanam tahun ini.

Dia mengelola sekitar 30 meter persegi sawah nyaris seorang diri. Dia hanya dibantu beberapa warga saat menanam padi. Selebihnya dia menggarap sendiri dengan teknik  manual. Caranya,  dia menegeringkan lahan kemudian jerami dirobohkan dengan batang pisang.  Ngatimah masukkan air untuk direndam. Tunggu seminggu, baru tanam.

Menurut Ngatimah kondisi tanah jika tidak dialirkan air akan kering dan pecah pecah.

“Dulu, sebelum ada tambang dibiarin kayak gini selalu basah. Biar tidak dimasukkan air tanaman tetap subur, karena nda ada asamnya. Sekarang, setelah tambang masuk kalau air nda dimasukkan pecah tanah kalau kering beberapa hari,” ucapnya. Kalau air terlalu banyak, tanaman bisa merah karena kena asam.

“Kalau tidak hujan tidak ada air. Nanti kalau hujan si danau (lubang tambang) yang dibiking itu nanti limpas air. Sekali turun campurlah si asam. Orang berharap air dari lubang bekas tambang. Kalau itu tidak airnya tidak ada air,”

Dahulu, katanya,  saat tidak ada tambang tanaman subur walau pupuk sedikit. Dulu, dia perlu pupuk satu karung, kini jadi tiga karung. “[Dulu] ibaratnya orang cuman makan setengah piring, kenyang.”

 

 

Sawah di Makroman. Foto: Abdallah Naem/ Mongabay Indonesia

*********

 

Exit mobile version