Mongabay.co.id

Kala Bendungan Datang, Akankah Sentra Gula Aren Bulango Ulu Tinggal Kenangan?

 

 

 

 

 

Yanti Kadir,  sedang sibuk melayani pembeli di Pasar Kamis Tapa di Desa Talumopatu, Kecamatan Tapa, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo. Pembeli keluar masuk di lapak gula aren ini. Ada yang membeli, ada juga yang sekadar menanyakan harga.

Gula aren dari tanaman aren (Arenga saccharifera) yang dijual Yanti itu dari Kecamatan Bulango Ulu, satu wilayah di ujung utara Bone Bolango. Yanti jadi pengepul bagi petani-petani yang menggantungkan hidup dari hasil olahan air nira ini.

Per kilogram, dia beli kisaran Rp14.000-Rp17.000. Dia jual ke pasar jadi Rp20.000-Rp22.000 perkilogram.

“Untung yang saya dapat dari penjualan gula aren ini rata-rata sekitar Rp5.000 setiap kilogram,” katanya kepada Mongabay 16 Maret lalu.

Sudah hampir satu dekade, dia berjualan gula aren di pasar untuk menghidupi keluarga.

Yanti bercerita, sehari sebelum ke pasar dia harus menunggu masyarakat dari Kecamatan Bulango Ulu membawa gula aren ke desanya. Saat itu, dia harus bersaing dengan pengepul lain untuk dapatkan gula aren.

 

Baca juga: Pembangunan Bendungan Bulango Ulu Mulai Jalan, Sebagian Lahan Masih Sengketa

Gula aren di toko. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

Karena sudah ada pelanggan tetap, Yanti tidak mengalami kesulitan mendapatkan gula aren dengan jumlah banyak. Meski begitu, dia harus menerima kalau petani gula aren yang jadi pelanggannya ingin menaikkan harga.

“Mau tidak mau, saya harus beli, karena sudah menjadi pelanggan. Konsekuensinya, saya harus menaikkan harga jual.”

Bagi warga Gorontalo, gula aren menjadi satu bahan yang tidak bisa absen dalam rumah tangga. Gula aren antara lain sebagai campuran makanan khas Gorontalo, seperti, tiliaya, cemilan para raja zaman dahulu.

Di Bulango Ulu, gula aren memiliki dua bentuk. Ada batok, ada bubuk. Pemerintah Bone Bolango menamakan gula aren bubuk itu sebagai gabulu  berarti gula aren Bulango Ulu.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Gorontalo menyebutkan, Bone Bolango satu daerah sentra gula aren cukup besar di Gorontalo. Periode 2010-2017,  rata-rata produksi gula aren mencapai 505 ton setiap tahun. Angka itu lebih besar dibandingkan kabupaten atau kota lain.

Dengan produksi cukup besar itu, Pemerintah Bone Bolango jadikan gula aren sebagai komoditi unggulan perekonomian masyarakat. Tak hanya iu, Bupati Bone Bolango juga membuat Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 42/2014 tentang Panduan Pengembangan Kompetensi Inti Industri Daerah Kabupaten Bone Bolango 2014-2018.

Perbup itu untuk mengembangkan suatu daerah menjadi daerah yang mandiri dan maju dengan memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya lainnya secara optimal. Juga, mempercepat pertumbuhan sektor industri, membangun infrastruktur wilayah yang jadi akses industri kecil dan industri rumah tangga, juga membentuk klaster-klaster gula aren.

Sasaran dalam Perbup yaitu, untuk tercapainya produksi gula aren cetak dengan target 1.600 ton per tahun, meningkatkan pangsa pasar gula aren cetak dan gula semut aren, serta terciptanya daerah industri mandiri dan maju.

Gula aren Bulango Ulu juga akan didorong untuk mendapatkan sertifikasi mutu untuk bisa diversifikasi produk olahan serta hasil kerajinan aren lain.

Pada 2017, Pemerintah Bone Bolango membuat Unit Pengelola Terpadu (UPT) Aren di Bulango Ulu yang dilengkapi dengan gedung bahan baku, produksi, promosi serta pengemasan produk.

UPT bertujuan meningkatkan kualitas gula aren di Bone Bolango agar harga jual meningkat di pasar lokal, nasional dan internasional.

Kini, ada sekitar 372 unit usaha gula aren berhasil dibuat. Hamim Pou, Bupati Bone Bolango pun beberapa kali mempromosikan gula aren Bulango Ulu ke luar negeri.

Sayangnya, kata Yanti, UPT ini sudah tak beroperasi lagi seperti biasa. Kini, pendampingan pengelolaan gula aren diserahkan ke Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDesma) yang bekerjasama dengan dinas terkait.

Namun, katanya, gula aren dari Bulango Ulu itu, hadapi masalah cukup serius karena terancam tenggelam dengan ada pembangunan Bendungan Bulango Ulu (BBU) yang sedang pengerjaan.

 

Baca juga: Taman Nasional Bogani Nani Wartabone jadi Relokasi Warga Terdampak Bendungan Bulango Ulu

Gula aren Bulango Ulu, di pasaran Gorontalo. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

Bendungan datang, terancam tenggelam

Bulango Ulu,  satu lokasi utama pembangunan bendungan yang merupakan proyek strategis nasional (PSN) 2018. Mega proyek senilai Rp2,2 triliun ini dibangun setinggi 65,9 m dan luas genangan 690 hektar berlokasi di tiga desa, yaitu Desa Tuloa, Kecamatan Bulango Utara, dan Desa Owata dan Mongiilo di Kecamatan di Bulango Ulu.

Desa Owata dan Mongiilo,   jadi lokasi genangan air untuk bendungan di Bulango Ulu itu merupakan sentral pengelolaan gula aren di Kecamatan Bulango Ulu. Ia juga jadi pusat pengelolaan gula aren di Bone Bolango.

Artinya, jika bendungan beroperasi, maka pohon enau yang menjadi sumber bahan baku air nira di dua desa itu untuk pembuatan gula aren akan ikut tenggelam.

Dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang diperoleh Mongabay, ada tiga tahap pembangunan bendungan ini, yaitu, pra konstruksi, konstruksi dan operasional.

Jadwal tahap konstruksi mulai 2019 sampai 2022, untuk jadwal proses pengisian awal bendungan pada 2022.

Proses pengisian akan dilakukan jika proses pembebasan lahan dengan masyarakat telah selesai.

Pada tahapan konstruksi, masyarakat yang terkena dampak adalah penduduk Desa Tuloa, Kecamatan Bulango Utara ada 711 jiwa dari 212 keluarga. Di Kecamatan Bulango Ulu, tepatnya di Desa Owata ada 311 keluarga, dan Desa Mongiilo ada 224 keluarga terdampak.

Berdasarkan dokumen amdal, rumah terdampak pembangunan Bendungan Bolango Ulu di Desa Owata ada 175, dan rumah masuk genangan air ada 157. Jumlah rumah di Desa Mongiilo ada 335, dan terkena genangan ada 280. Namun, rumah terdampak di Desa Tuloa, Kecamatan Bulango Utara, tidak tercatat dalam amdal.

“Pasti rumah dan kebun saya tenggelam dengan bendungan ini. Masyarakat biasa pasti akan mengalami dampak sangat besar,” kata Alia Mahmud dalam tulisan Mongabay sebelumnya.

 

Gula aren sebagai identitas Bulango Ulu. Akankah hilang tenggelam karena bendungan? Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

Bisa kehilangan identitas

Imran Bagu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Perindag) Kabupaten Bone Bolango mengatakan, gula aren sudah jadi identitas Bone Bolango. Gula aren Bolango Ulu juga jadi ikonik karena memiliki kualitas sangat baik.

Namun, katanya, jika gula aren hilang akibat bendungan, sama dengan kehilangan identitas Bone Bolango sebagai produksi gula aren terbesar di Gorontalo. Hal itu, katanya, perlu jadi pemikiran bersama semua pihak agar gula aren Bolango Ulu tidak hilang atau tenggelam.

Imran berharap, BWS Sulawesi II sebagai pelaksana teknis pembangunan Bendungan Bulango Ulu bisa memikirkan kondisi gula aren Bulango Ulu yang terancam tenggelam.

Dia bilang, perlu ada program yang dibuat BWS Sulawesi II guna mempertahankan gula aren Bolango Ulu.

“Minimal BWS Sulawesi II bisa membuat penanam kembali pohon enau yang jadi bahan baku untuk gula aren, atau memberikan pemberdayaan kepada petani gula aren agar mereka bisa tetap mempertahankan produk yang sudah menjadi ikonik Bone Bolango itu,” kata Imran kepada kepada Mongabay, Januari lalu.

Pada 17 Maret lalu, Mongabay menghubungi BWS Sulawesi II sebagai pelaksana teknis proyek Pembangunan BBU. Lagi-lagi, melalui humasnya, mereka tidak bisa memberikan keterangan dengan alasan lagi berada di luar daerah.

Petani pun khawatir. Arwan, petani gula aren di Bulango Ulu mengatakan, bendungan pasti akan mempengaruhi produksi gula aren di Bulango Ulu.

Sumber penghasilan utma masyarakat Bolango Ulu,  bertani jagung. Karena perlu 3-4 bulan jagung baru panen, katanya, warga sementara olah aren jadi gula.

“Saya sudah cukup lama menjadi petani gula aren, karena dengan jual gula aren, kita bisa memenuhi kebutuhan sehari-sehari. Jika ini hilang, pasti kita akan mengalami kesulitan.”

 

Bendungan Bulango Ulu dalam proses pengerjaan. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

 

Imran Bagu, petani Aren pun meminta pemerintah bisa memikirkan solusi agar petani gula aren di Bulango Ulu bisa tetap bertahan dan walaupun bendungan sudah beroperasi. Dia berharap, ada program pemerintah yang bisa dibuat dalam budidaya pohon enau atau hal serupa yang bisa membuat gula aren Bolango Ulu tetap ada.

Warno Yasin, Ketua Badan Usaha Milik Desa Bersama (BUMDesma) Hulu Perkasa Kecamatan Bulango Ulu mengatakan, sekitar 70% masyarakat Bulango Ulu adalah perajin gula aren. Namun, katanya, saat ini baru 338 keluarga yang didampingi BUMDesma dalam pengelolaan hingga proses pemasaran.

Dia bilang, masyarakat bisa bikin gula aren minimal lima ton setiap minggu, atau 20 ton dalam sebulan. Produksi gula aren itu bisa lebih besar lagi kalau kondisi iklim dan cuaca bagus.

Gula aren ini, katanya, harus tetap dipertahankan walaupun ada bendungan. Tanaman enau pun bisa ditanam di sekitar bendungan.

“Pohon enau tidak menghasilkan sedimentasi ke bendungan, jika dibandingkan jagung.”

 

Ada Bendungan Bulango Ulu, akankah gula aren Bolango Ulu bertahan? Foto: Sarjan lahay/ Mongabay Indonesia

********

Exit mobile version