Mongabay.co.id

Kontainer Zat Kimia Berbahaya Jatuh ke Laut, Ribuan Ikan Mati Terpapar

 

Sebuah kontainer diduga berisi Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) jatuh ke tepi laut, tepatnya di Pelabuhan Namlea, Kabupaten Buru, Maluku, saat proses bongkar muat dari Kapal Pelni (KM Dorolonda), Selasa (28/3/2023). Akibatnya, ribuan ikan mati terpapar dan terapung, di laut pelabuhan setempat.

Saat ini warga Maluku, termasuk di Ambon takut untuk mengkonsumsi ikan, bahkan pedagang ikan di Pasar Apung Namlea juga sepi dari pengunjung.

Menanggapi peristiwa tersebut, pemerintah melalui Dinas Perikanan Kabupaten Buru langsung mengimbau warga, agar jangan dulu mengkonsumsi ikan di Pulau Buru, karena ditakutkan berdampak buruk.

“Kepada masyarakat pesisir di Pelabuhan Namlea, bahwa mencermati insiden terjatuhnya kontainer yang dalam beberapa berita dicurigai adanya bahan berbahaya sehingga menyebabkan matinya ikan-ikan di sekitaran pantai Namlea, maka masyarakat diminta untuk sementara tidak mengkonsumsi ikan-ikan yang ditemukan mati terapung di sekitar lokasi tersebut. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak kita inginkan bersama, sambil menunggu informasi selanjutnya dari pihak berwenang,” demikian bunyi surat edaran Kepala Dinas Perikanan Buru, Ufairah Bin Thahir.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku, Erawan Asikin dikonfirmasi Mongabay Indonesia, Jumat (31/3/2023) mengungkap, terkait jatuhnya kontainer tersebut, Kepala Dinas Perikanan Buru langsung memberikan himbauan kepada masyarakat.

“Ini adalah himbauan yang bersifat sementara, agar masyarakat tidak mengkonsumsi ikan di areal sekitar jatuhnya kontener,” kata Erawan.

baca : Pencemaran Laut Terus Terjadi di NTB dan NTT, Pemerintah Diminta Bersikap Tegas

 

Kontainer diduga berisi zat kimia berbahaya saat diperiksa petugas usai diangkat dari dasar laut, Pelabuhan Namlea, Kabupaten Buru, Maluku, Selasa (28/3/2023). Foto : Warga

 

Kemudian terkait persoalan tersebut, kata Erawan, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Maluku juga telah mengambil sampel baik di perairan maupun pada biota ikan, sehingga tinggal menunggu hasil uji sampelnya. Sisi lain pihaknya juga akan tunggu hasil dari aparat kepolisian.

Dia mengatakan, pihaknya bersama Dinas Perikanan Kabupaten dan kepolisian turun tangan mengawal kasus tersebut.

“Kita baru bisa mengambil kebijakan jika hasilnya sudah keluar. Begitu juga kalau kita belum tahu jenisnya B3-nya itu apa? Prinsipnya kita bisa ambil sikap setelah semuanya kelar termasuk berkonsultasi dengan ahli,” tegasnya.

Sebagai mitigasi awal, masyarakat jangan konsumsi ikan di areal sekitar, termasuk ikan-ikan yang sudah mati, takutnya terdapat kandungan logam berat. Pihaknya tidak ingin tragedi Minahasa terjadi di Namlea.

 

Diduga Zat Kimia Berbahaya

Dosen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, Welem Weileruny menduga, kontainer yang jatuh di Pelabuhan Namlea berisi zat kimia berbahaya. Pasalnya pasca jatuhnya kontainer tersebut, ditemukan banyak ikan yang mati dan terapung.

Dia meminta, polisi mengusut tuntas kasus tersebut, pasalnya bisa jadi ada prosedur gelap yang diterapkan Pelni.

“B3 itu naik dari mana, Jakarta atau Surabaya?. Pertanyaannya dia naik dengan prosedur apa, apakah prosedur gelap atau prosedur yang benar. Kalau memang B3 itu naik dengan prosedur gelap, muncul pertanyaan ada apa dengan Pelni,” tegas dosen pascasarjana ini.

baca juga : Tak Ada Solusi: Minyak Hitam Kembali Cemari Laut Bintan, Ekosistem Rusak

 

Kontainer diduga berisi zat kimia berbahaya saat diperiksa petugas usai diangkat dari dasar laut, Pelabuhan Namlea, Kabupaten Buru, Maluku, Selasa (28/3/2023). Foto : Warga

 

Polisi juga harus mengusut pemilik dan pengirim, termasuk Pelni, karena akibat kontainer jatuh, menyempitkan ruang gerak nelayan dalam beraktivitas mencari ikan. Pada sisi lain, timbul keresahan di tengah-tengah masyarakat Maluku.

Ketua DPW Setya Kita Pancasila dan juga Sekjen DPD Himpunan Alumni IPB Maluku ini berpendapat, pencemaran memang tidak bisa hilang, tetapi posisinya akan menyebar dan lama-kelamaan bisa hilang dari lokasi itu, karena perairannya luas sehingga menyebabkan konsentrasi semakin rendah.

“Pemerintah harus ambil langkah cepat, agar bisa diketahui, apakah ikan di Teluk Kayeli bisa dikonsumsi atau tidak,” ujarnya.

Pemerintah juga, harus memberi peringatan kepada masyarakat, terutama nelayan terkait hasil tangkapan mereka apakah sudah bisa dikonsumsi ataukah belum.

“Harus ada pengumuman resmi dari pemerintah, jangan sekedar himbauan. Nelayan kita tidak baca berita atau artikel, karena itu harus ada pemberitahuan secara terbuka baik lewat masjid, gereja atau papan informasi, supaya masyarakat tidak mengkonsumsi ikan yang ditangkap di sana,” katanya.

Memang, kata dia, ada korelasinya ketika B3 dibawa ke Namlea. Pasalnya di sana ada tambang emas, dan banyak pengusaha yang mengolah menggunakan zat kimia berbahaya untuk mendapatkan kandungan emas.

“Jika polisi tidak usut tuntas, atau tidak terbuka, itu artinya saya menduga polisi juga ada dalam permainan ini,” ujarnya.

baca juga : Sampah Laut Malut Tak Terkendali, Tingkatkan Potensi Mikroplastik di Tubuh Ikan

 

Ahli kimia dan lingkungan dari Unpatti, Yustinus Thonias Male, saat mengambil sampel terkait jatuhnya container diduga berisi zat kimia berbahaya, di Kawasan Pelabuhan Namlea, Kamis (30/3/2023). Foto : Warga

 

Jangan Konsumsi Ikan 

Sementara Ahli kimia dan lingkungan dari Unpatti, Yustinus Thonias Male, memastikan ada B3 jenis asam sianida (CN) di dalam kontainer yang diangkut kapal penumpang milik PT PELNI, KM Dorolonda.

Ia menegaskan, akibat jatuhnya sianida itu ke laut, menyebabkan ikan-ikan mati mendadak. Seandainya tidak cepat diangkat, maka masih akan ditemukan lagi ikan yang mati.

“Kalau dari indikasi awal itu ada B3. Untuk membuktikan, perlu hasil analisis lab, ” jelas Male di Pelabuhan Namlea, Kamis (30/3/2023).

Karena itu dia menyarakan kepada warga Namlea, Pulau Buru, agar sepekan ke depan jangan dahulu mengkonsumsi ikan dari kawasan perairan di sekitar jatuhnya kontainer.

Menurutnya, ada mekanisme toksifikasi (keracunan)  dari ikan selama 14 hari setelah musibah kontainer. Kalau ikan tidak tahan maka mati, namun kalau tahan lebih dari 14 hari, ikan akan hidup.

“Jangan mengkonsumsi ikan di sekitar ini dulu, karena dia masih terakumulasi,” imbau Male.

Male Bersama Kantor Lingkungan Hidup Provinsi Maluku ke Namlea guna memastikan pemyebab ribuan ikan mati di sana. Pihaknya telah mengambil sampel dan menguji langsung di sana.

“Dapat dibuktikan dengan PH air lautnya sudah diangkat 7 (tujuh). Kalau PH masih 4 atau 5, orang yang kena air laut tercemar itu akan menderita gatal-gatal,” jelasnya.

 

Ahli kimia dan lingkungan dari Unpatti, Yustinus Thonias Male, saat mengambil sampel terkait jatuhnya container diduga berisi zat kimia berbahaya, di Kawasan Pelabuhan Namlea, Kamis (30/3/2023). Foto : Warga

 

Dia mengatakan, cepatnya lautan kembali normal, karena posisi laut Teluk Namlea sangat terbuka dan terjadi arus keluar masuk sehingga B3 cepat terurai.

“Yang tumpah di laut ini juga terdapat asam sianida. Jika ada yang beralibi kontainer yang sempat dibuka di hari kemarin hanya berisi kapur, maka alibi itu terbantahkan dengan banyaknya ikan yang mati,” tegasnya.

Dia bahkan menemukan cairan merah di dekat kontainer. Menurutnya, cairan merah yang keluar dari dalam kontainer itu reaksi sianida dengan besi. Nanti kalau konsentrasi sianidanya meningkat, warnanya akan menjadi biru.

Dia juga menjelaskan, jika kontainer yang jatuh ke laut itu berisi kapur seperti penjelasan beberapa pihak, maka patut diragukan, karena kapur hanya memberi rekasi panas dan tidak bisa membuat ikan-ikan mati.

Ikan itu mati, kata dia, karena indikasi awalnya sulit bernapas. Itu juga ditunjukan dengan insangnya yang pucat serta warna kulitnya agak sedikit pudar. Bukti Itu menunjukan kalau ikan telah terkontaminasi dengan zat kimia berbahaya.

Male meminta, agar mata rantai pemasokan B3 di setiap pelabuhan harus jelas. Misalnya, antara ekspedisi dan yang punya barang harus ada dokumen verifikasi, sehingga bisa diketahui apa saja yang dikirim. Dari ekspedisi ke pelabuhan, yang punya otoritas juga, harus verifikasi betul isi kontainer dengan manifes.

 

Exit mobile version