Mongabay.co.id

Limbah Cair Rumah Tangga Dijadikan Pupuk Hidroponik, Bisakah?

 

 

Minat warga bercocok tanam secara hidroponik semakin meningkat, terutama mereka yang tinggal di perkotaan atau wilayah urban. Dengan lahan sempit, seseorang bisa mulai menanam untuk dikonsumsi sendiri, bahkan sebagian hasilnya bisa dijual.

Salah satu kunci keberhasilan bercocok tanam hidroponik adalah pemberian nutrisi untuk tanaman secara tepat. Pupuk khusus hidroponik sudah banyak tersedia di pasar. Umumnya, tanaman hidroponik membutuhkan pupuk yang disebut AB mix untuk pertumbuhan, terdiri unsur makro hara [A] dan unsur mikro hara [B].

Unsur makro hara terutama adalah nitrogen [N], fosfor [P], potasium atau kalium [K], kalsium [Ca], magnesium [Mg] dan sulfur [S]. Sementara unsur mikro hara adalah besi [Fe], seng [Zn], tembaga [Cu], mangan [Mn], boron [B], klorin [Cl], kobalt [Co], dan molibdenum [Mo].

Selain pupuk yang sudah tersedia di pasaran, seseorang bisa mencoba membuat sendiri pupuk untuk tanaman hidroponiknya dari bahan-bahan yang tersedia di sekitar rumah. Misalnya, menggunakan kompos yang dilarutkan, atau membuat pupuk cair dengan bahan-bahan organik.

Baca: Berkebun di Masa Pandemi Berujung jadi Usaha Sayur Hidroponik

 

Pertanian organik yang semakin digemari masyarakat urban. Foto: Pixabay/Cepris/Public Domain

 

Sejumlah peneliti Polandia, baru-baru ini membuktikan bahwa limbah cair rumah tangga dan urine bisa dipakai sebagai sumber nutrisi tanaman hidroponik. Mereka memanfaatkannya untuk pupuk tanaman mentimun. Dengan modifikasi tertentu, nutrisi limbah cair dan urine itu mampu membuat tanaman mentimun tumbuh subur dan berbunga lebih banyak.

Mereka menyebutnya sebagai larutan NUGE, Enriched Nitrified Urine and Grey Water atau urin  ternitrifikasi yang diperkaya dan air abu-abu. Air abu-abu adalah limbah cair rumah tangga dari dapur dan kamar mandi tapi bukan dari kloset, untuk membedakan dengan air hitam yang berasal dari septic tank.

Anna Wdowikowska, dari jurusan Fisiologi Molekuler Tumbuhan, Fakultas Ilmu Biologi, Universitas Wroclaw, Polandia, dan rekannya menuliskan hasil penelitiannya dengan judl “Water and Nutrient Recovery for Cucumber Hydroponic Cultivation in Simultaneous Biological Treatment of Urine and Grey Water”.

Menurutnya, urine mengandung unsur-unsur penting seperti N, P, K dan unsur mikro lain yang dibutuhkan tanaman. Sedangkan air abu-abu yang merupakan limbah dari air cuci piring, pakaian, dan kamar mandi potensial sebagai pengencer urine ternitrifikasi.

“Urine yang belum diproses mengandung N dan Na konsentrasi tinggi yang beracun bagi tanaman, oleh karenanya diperlukan pengenceran. Potensi air abu-abu, sebagai sumber air yang bisa didaur ulang sangat besar, merupakan cara yang bisa dipakai untuk mengencerkan aliran urine ternitrifikasi,” ungkap laporan yang diterbitkan dalam jurnal Plants, pada bagian Plant Response to Abiotic Stress and Climate Change, 2023.

Baca: Wisata Petik Melon Hidroponik, Strategi Petani Tingkatkan Pendapatan

 

Selada yang ditanam dengan konsep hidroponik. Foto: Pixabay/Marsraw/Public Domain

 

Meski mengandung makro dan mikronutrisi yang amat diperlukan tanaman, namun dalam urine terdapat konsentrasi amonium yang tinggi. Demikian pula pH dan salinitasnya bisa menjadi racun bagi tanaman. Sehingga, agar aman urine harus diproses terlebih dulu.

Dijelaskan bahwa nitrifikasi urine akan membuat urine menjadi stabil, lalu mengubah amonium di dalamnya menjadi nitrat yang aman bagi tanaman. Proses nitrifikasi urine dilakukan menggunakan reaktor aerobik dengan lumpur aktif, yang memanfaatkan bakteri nitrifikasi.

Kelemahan air abu-abu sendiri adalah kerap tercemar deterjen, yang dalam konsentrasi tinggi bisa mematikan tanaman. Namun, ada beberapa tanaman bisa bertahan dari pencemar yang bisa terurai secara alami, sehingga air limbah ini bisa dipakai sebagai media tanam.

Baca juga: Pertanian Organik dengan Hidroponik, Mengapa Tidak?

 

Timun yang juga bisa ditanam dengan cara hidroponik. Foto: Pixabay/Sweetaholic/Public Domain

 

Untuk sampai pada kesimpulannya, Anna dan rekan-rekan membandingkan tanaman hidroponik dalam 4 kelompok. Ada yang diberi larutan sebelum diperkaya, setelah diperkaya, larutan Hoagland [nutrisi khusus hidroponik], serta pupuk kimia.

Hasilnya, bibit mentimun mati pada larutan sebelum diperkaya pada hari ke-20, namun terlihat subur pada larutan yang diperkaya dan yang menggunakan larutan nutrisi serta pupuk kimia. Larutan diperkaya diberi tambahan kalsium nitrat, monopotasium fosfat, dan kalium sulfat. Juga B, Cu, Fe, Mn, Zn. Sementara pH air dijaga pada angka 6,5.

Setelah hari ke-30 pucuk daun, akar, dan jaringan tanaman mereka amati. Juga kandungan mineral dari bagian-bagian tanaman, pigmen fotosintesis dan aktivitas fotosintesis. Hasilnya, tanaman mentimun yang diberi larutan NUGE memperlihatkan pertumbuhan dan kandungan mineral yang tidak jauh berbeda dengan tanaman pembanding.

Bahkan, tanaman yang diberi larutan NUGE ternyata lebih banyak menghasilkan bunga. Namun, penelitian ini belum sampai pada jawaban apakah dengan lebih banyak bunga akan menghasilkan buah mentimun lebih banyak. Untuk mengetahui hal ini, menurut mereka, penelitian lanjutan hingga masa panen perlu dilakukan.

Para peneliti menduga, bunga yang lebih banyak itu karena salinitas atau adanya deterjen. Sehingga memunculkan pertanyaan susulan, apakah deterjen dalam salinitas larutan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman?

Dari hasil percobaan itu, peneliti sangat yakin bahwa modifikasi larutan urine dan air abu-abu bisa digunakan untuk menumbuhkan mentimun secara hidroponik. Tentunya, penelitian terkait pangan dan pemanfaatan air secara berkelanjutan bisa menjadi solusi krisis pangan dan air di Bumi.

 

Exit mobile version