- Saat musim panen tiba seorang petani di Desa Besito, Kudus, Jawa Tengah, membuka kebun budidaya melon hidroponik di dalam green house untuk destinasi wisata petik buah.
- Berbeda dengan sistem pertanian konvensional di lahan terbuka, sistem pertanian hidroponik green house ini lebih bersih dan elok dipandang.
- Wisata petik buah melon ini tidak buka setiap hari atau setiap pekan, melainkan hanya saat musim panen saja. Dalam setahun budidaya melon dengan sistem hidroponik di dalam green house ini bisa panen empat kali.
- Untuk bisa menikmati wisata petik buah melon ini pengelola sengaja tidak mematok biaya alias gratis. Pengunjung hanya dikenakan tarif setelah memetik melon, per kilogramnya dihargai Rp40 ribu.
Gerah dan panas, begitu kesan Kasmini (60) saat berada di dalam green house berukuran 500 meter persegi di Desa Besito, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
Bersama kerabatnya, pagi itu, perempuan berkacamata ini sedang menikmati liburan akhir pekan dengan mengunjungi kebun budidaya melon hidroponik dalam green house.
Karena sinar matahari itu juga membuat tumbuhan, tanah dan barang lainnya yang ada di green house itu menjadi panas.
Meskipun pakaiannya nampak basah karena keringat bercucuran, namun wanita paruh baya ini mengaku senang bisa berada di dalam ruangan beratapkan plastik berwarna putih itu. Sebab, selain bisa berswafoto diantara tanaman melon yang berjejer-jejer rapi, ia juga bisa membeli buah melon dengan memetik sendiri.
Bagi Kasmini berbeda dengan sistem pertanian konvensional di lahan terbuka yang terkesan kotor, sistem pertanian hidroponik di dalam green house ini lebih elok dan bersih dipandang.
“Saya merasa beruntung masih kebagian memetik dan bisa membawa pulang buah melon ini. Karena sebelumnya di tempat lain itu sudah kehabisan,” ungkap perempuan yang berprofesi sebagai guru PAUD tersebut, Minggu (18/12/2022).
baca : Begini Cara Petani Buah di Lamongan Berbagi Keberkahan
Saat musim panen, kebun yang lokasinya berjarak sekitar 7 kilometer dari pusat kota berjuluk “Kota Kretek” tersebut memang sedang dibuka untuk wisata petik buah melon.
Sistemnya, masuk gratis, memetik bayar. Selain bisa memetik buah melon, pengunjung juga bisa mencicipi, membeli di tempat, dan belajar tentang buah melon.
Kualitas Terjamin
Wisata petik buah yang memiliki nama latin Cucumis melo tersebut tidak dibuka setiap hari atau setiap pekan, melainkan hanya saat musim panen saja. Dalam setahun budidaya melon dengan sistem hidroponik di dalam green house ini bisa panen empat kali.
Rum Anisa (59), pengunjung lain juga mengaku terkagum-kagum begitu masuk ke kebun tanaman melon di dalam green house berbentuk kotak itu. Pasalnya, sependek pengetahuan dia tanaman melon yang ditanam di lahan terbuka kondisinya itu awut-awutan.
Umumnya, batang tanaman yang buahnya memiliki banyak khasiat untuk kesehatan ini menjalar di sekitar permukaan tanah. Sedangkan di dalam green house tatanannya terlihat lebih rapi dan elegan.
Buahnya terlihat menggantung indah di tali-tali tampar yang digunakan sebagai penyangga batang. Sehingga nyaman dikunjungi dan dijadikan spot foto.
baca juga : Festival Buah Latukan, Sarana Edukasi dan Ajang Sedekah Petani
Keheranan Anisa bertambah disaat mengetahui jika media tanam yang digunakan bukan berasal dari tanah, melainkan menggunakan air. Ketika mencicipi buahnya ia juga merasa terkesan dengan rasanya. Dibandingkan dengan melon yang beli di pasar maupun toko buah, melon hidroponik rasanya lebih tebal dan manis.
“Karena memetik langsung dari kebun sehingga rasa buahnya itu masih renyah dan segar,” kesan perempuan berhijab itu disela-sela mengunyah buah yang masuk dalam suku labu-labuan atau Cucurbitaceae ini.
Selain itu, menurutnya kualitas buahnya juga lebih bagus karena dirawat maksimal. Teksturnya lunak, berwarna putih hingga merah, bergantung kultivarnya.
Anisa mengaku ini baru kali pertama ia berkunjung ke wisata petik buah melon. Mulanya, lanjut dia, mengetahui tempat ini dari postingan di sosial media. Merasa penasaran dia pun datang bersama sahabatnya.
Karena tidak ada petunjuk arah dari jalan raya, sehingga membuatnya sempat tersesat. “Di Whatsapp Group teman-teman juga banyak yang memposting wisata petik melon ini. Tempatnya unik,” tandasnya.
Bagi Anisa, wisata petik buah melon ini bukan hanya cocok untuk orang dewasa saja, tetapi bagus juga sebagai sarana edukasi untuk anak-anak agar mengenal tanaman melon.
baca juga : Kalibiru dan Kisah Sukses Masyarakat Jalankan Ekowisata Milyaran Rupiah
Harga Lebih Mahal
Pemilik kebun, Deni Saputra (31) mengatakan, untuk bisa menikmati wisata petik buah melon ini pengelola memang sengaja tidak mematok biaya alias gratis. Pengunjung hanya dikenakan tarif setelah memetik melon, per kilogramnya dihargai Rp40 ribu.
Selain bisa swafoto, pengunjung juga bisa memetik langsung buah melon yang sudah matang. Proses pemetikannya tidak boleh sembarangan, harus menggunakan gunting khusus sesuai dengan arahan dari penjaga atau pengelola.
Lanjut Deni, karena melon merupakan tanaman buah semusim, sehingga kebun melon hidroponik miliknya tidak dibuka setiap hari, dibuka hanya ketika masa panen saja. Saat masa tanam hingga perawatan kebunnya ditutup. Hal ini untuk menghindari agar tanaman tidak stres.
Mulanya, ide untuk menjadikan kebunnya sebagai destinasi wisata petik buah itu karena dia ingin mengenalkan sistem pertanian hidroponik ke masyarakat umum. Selain itu, dengan dijual ditempat harga buah bisa menjadi lebih mahal.
“Ini merupakan salah satu strategi untuk mendapatkan keuntungan dan meningkatkan pendapatan. Agar tidak semuanya dikirim ke supermarket,” ujar Deni. Untuk memenuhi permintaan pasar melon, pria yang menekuni pertanian hidroponik sejak tahun 2012 ini biasa mengirim ke Jakarta, Surabaya, Kalimantan.
Sedangkan jenis melon yang ditanam yaitu Golden Emerald. Melon ini memiliki kulit berwarna kuning sampai oranye yang dilapisi dengan jaring keemasan. Selain itu, ia juga membudidayakan jenis melon jonetsu dan kimochi.
baca juga : Bukan Hanya Wisata Religi, Kopi Muria Bisa Jadi Andalan
Sementara itu, Arin Nikmah, Kasi Tanaman Pangan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Kudus mengatakan, saat ini pertanian modern yang dipadukan dengan konsep agrowisata di kabupaten yang memiliki luas wilayah 425,15 km2 memang sedang ngetren.
Langkah tersebut banyak dilakukan oleh para petani milenial, mereka beralasan agar pertanian modern di Kabupaten Kudus bisa dikenal lebih luas.
“Dengan begitu harapannya anak-anak muda semakin banyak yang tertarik bercocok tanam,” jelas Airin, Jum’at (23/12/2022).
Menurutnya bagi petani yang seringkali menjadi kendala dalam budidaya melon secara hidroponik ini yaitu biaya investasi di awal lebih besar. Meskipun begitu, kelebihannya bisa lebih banyak. Diantaranya yaitu bisa menanam melon sepanjang tahun, produksi melon lebih sehat, nutrisi terukur dan hemat tenaga kerja.