Mongabay.co.id

Akibat Buruknya Pengelolaan Cold Storage, Nelayan Pulau Banda Demo Kantor DKP Maluku

 

Pulau Banda, Kabupaten Maluku Tengah, tak hanya terkenal dengan berbagai keindahan destinasi wisatan dan sebagai daerah penghasil rempah-rempah saja, namun lebih dari itu merupakan salah satu wilayah kepulauan penghasil ikan terbanyak di Provinsi Maluku yang masuk WPP 714.

Sebagai daerah penghasil ikan, tentu ada kesejahteraan yang tumbuh subur untuk nelayan di sana. Namun kondisinya justru berbanding terbalik dan jauh dari harapan, dimana masih banyak nelayan yang hidup di bawah garis kemiskinan, bahkan berbagai kebijakan pemerintah pun dinilai tak berpihak kepada para nelayan, seperti pemanfaatan dan pengelolaan cold storage yang hingga kini masih buruk.

Akibat buruknya pengelolaan cold storage tersebut, banyak penghasilan nelayan seperti ikan terpaksa dibuang sia-sia. Kondisi ini juga berdampak dari tata kelola perikanan yang amburadul. Cold storage yang disiapkan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Maluku, tidak bisa menampung ikan-ikan tangkapan para nelayan di Pulau Banda.

Melihat berbagai persoalan itu, para nelayan yang terhimpun dalam Koperasi Produsen Bintang Laut Banda menyeruduk Kantor DKP Provinsi, Cabang Dinas Gugus Pulau VI-Kepulauan Banda, pada Kamis (13/4/2023), yang letaknya tak jauh dari cold storage bantuan pemerintah provinsi. Mereka menggelar aksi unjuk rasa.

Para nelayan menyebut, pengelolaan cold storage di Banda asal-asalan dan tidak sesuai aturan, bahkan menuding pihak pengelola tempat penampungan ikan tersebut tidak miliki izin pengelolaan.

“Kehadiran kami di sini untuk mempertanyakan legalitas cold storage milik Pemerintah Provinsi Maluku yang dikelola oleh saudara Yanto Sangadji, yang kami duga tidak memiliki izin resmi dari Dinas Perikanan Provinsi Maluku,” kata Ridwan Sahmad, salah satu peserta unjuk rasa.

baca : Penangkapan Ikan Terukur Menyulitkan Nelayan Kecil Maluku Utara?

 

Para nelayan anggota Koperasi Produsen Bintang Laut Banda menyeruduk Kantor DKP Provinsi, Cabang Kepulauan Banda, mempertanyakan legalitas pengelolaan cold storage. Mereka menduga adanya mafia dalam proses penunjukan untuk pengelolaan cold storage. Foto : warga

 

Ada Mafia

Ridwan bersama para nelayan lainnya menduga ada mafia dalam proses penunjukan untuk pengelolaan cold storage. Pasalnya hingga kini pihak yang ditunjuk untuk mengelola ruangan pendingin ikan tersebut masih tetap beraktivitas.

“Kami menduga, dan tidak menutup kemungkinan ada permainan mafia sehingga sampai dengan saat ini Yanto Sangadji masih tetap beroperasi,”sebutnya.

Sementara Jamaludin Udi, nelayan lain mengaku, Koperasi nelayan Produsen Bintang Laut Banda merasa kecewa dengan  Pemerintah Provinsi Maluku, karena masih saja memberi ruang bagi pihak pengelola cold storage yang notabenenya gagal.

Dia mengaku, koperasi nelayan milik mereka punya legalitas dan berbadan hukum. Mereka sudah berkali-kali mengajukan surat permohonan agar bisa mengelola cold storage dimaksud. Namun, katanya, upaya yang dilakukan tak mendapat respon dari Pemerintah Provinsi Maluku.

“Ya logikanya adalah cold storage bentukan pemerintah itu kan diperuntukkan bagi kepentingan dan kesejahteraan nelayan atau masyarakat. Nah, dari pada tidak jelas sistem pengelolaannya, mending diberikan kepada pihak lain termasuk nelayan, agar bisa terkelola dengan baik,” ujarnya.

Di akhir unjuk rasa para nelayan, mereka mendesak DKP Maluku segera menghentikan pihak yang dipercayakan mengelola cold storage. Mereka berharap pihak yang dipercayakan adalah orang-orang yang memahami soal tata kelola perikanan dan bukan karena pendekatan keluarga kepala daerah.

Menanggapi persoalan tersebut, Kepala DKP Maluku, Erawan Asikin mengaku, terkait pengelolaan pengoperasian gedung pendingin ikan di Pulau Banda sudah memiliki izin resmi dari DKP Maluku.

Kepada Mongabay, Sabtu (15/4/2023), Erawan mengatakan, keberadaan pihak pengelola sudah sejak lama, dan pengelola cold storage bernama Yanto Sangaji sudah mengurus perpanjangan izin mereka.

“Gudang pendingin tersebut juga bukan milik keluarga Gubernur Maluku, dan ada perusahaan resminya yang bergerak di bidang perikanan,” katanya.

baca juga : Maluku Kembali Ekspor Puluhan Ton Ikan Tuna, DKP Bantah Terjadi Penolakan Karena Mercuri

 

Ilustrasi. Ikan beku yang disimpan dalam sebuah ruangan cold storage. Foto : KKP

 

Banyak armada kapal ikan

Sebagaimana diketahui, armada kapal ikan di Pulau Banda sangat banyak, ada ketinting hingga jenis jaring bobo (mini purse seine). Data yang dihimpun Mongabay Indonesia, dalam sehari nelayan di Pulau Banda bisa menghasilkan hingga belasan ton ikan. Paling sedikit 7 ton.

Dalam laman Mongabay Indonesia sebelumnya menyebut, potensi pengelolaan perikanan di Pulau Banda, luar biasa berlimpah, namun terkendala oleh daya tampung dan kondisi pemasaran serta fasilitas penampungan ikan yang tidak memadai. Akibatnya banyak ikan terpaksa dibuang ke laut.

Sementara rata-rata hasil tangkapan nelayan jenis ikan layang (Decapterus) dalam sehari itu, bisa mencapai 10 hingga 12 ton. Di sana terdapat banyak jaring besar penangkap ikan. Sementara daya tampung hanya tiga ton per hari. Itu artinya, hasil tangkap nelayan tidak berbanding dengan sarana dan prasarana penampungan ikan.

Kendala lain yang dihadapi nelayan Pulau Banda yakni bahan pengawet seperti es batu. Di Pulau Rhun misalnya, tidak ada PLN. Ada pemasok listrik milik swasta dengan kapasitas dan daya terbatas sehingga warga tidak menggunakan freezer dan kulkas untuk menyimpan dan menghasilkan es. Sehingga kebutuhan es dibeli di Neira, Kota Kecamatan. Distribusinya bisa sampai tiga ton.

Biasanya nelayan Rhun menjual hasil tangkap ke kapal milik perusahaan dari luar Ambon, seperti Bali dan beberapa diantaranya lagi.

 

Seorang nelayan Maluku memperlihatkan ikan cakalang hasil tangkapannya. Foto : shutterstock

 

Exit mobile version