Mongabay.co.id

Hari Ini, Fenomena Gerhana Matahari Hibrid di Indonesia

 

 

Wilayah Indonesia kembali bisa menyaksikan Gerhana Matahari hari ini, Kamis 20 April 2023. Kali ini akan ada fenomena astronomi langka yang disebut Gerhana Matahari Hibrid [GMH].

Daerah yang disebut hanya akan dilintasi Gerhana Matahari Hibrid adalah Papua, Papua Barat, dan Maluku. Sementara umumnya daerah lain hanya mengalami gerhana matahari sebagian atau parsial.

Bagaimana Gerhana Matahari Hibrid bisa terjadi?

Berdasarkan penjelasan BMKG, Gerhana Matahari Hibrid terjadi ketika Matahari, Bulan, dan Bumi tepat berada di garis yang sama, lalu membuat tempat tertentu terjadi peristiwa piringan bulan yang teramati dari Bumi lebih kecil dari piringan Matahari. Kemudian, di tempat tertentu lainnya juga, terjadi peristiwa piringan Bulan yang teramati dari Bumi sama dengan piringan matahari.

Fenomena ini mengakibatkan suatu tempat tertentu yang saat terjadi puncak gerhana, Matahari akan tampak seperti cincin, yakni bagian tengahnya terlihat gelap dan bagian pinggirnya terlihat terang. Sementara, di tempat tertentu lainnya Matahari seolah menutupi bulan. Dengan demikian Gerhana Matahari Hibrid terdiri dari dua tipe gerhana, yaitu Gerhana Matahari Cincin [GMC] dan Gerhana Matahari Total [GMT].

“Ada tiga macam bayangan Bulan yang terbentuk saat GMH, yaitu antumbra, penumbra, dan umbra. Wilayah yang terlewati antumbra, gerhana yang teramati berupa Gerhana Matahari Cincin. Sementara wilayah yang terkena penumbra, gerhana yang teramatinya berupa Gerhana Matahari Sebagian. Lalu daerah tertentu lainnya yang terlewati umbra, gerhana yang teramati berupa Gerhana Matahari Total,” tulis BMKG dalam laporan mereka.

Foto: Inilah Pertunjukan Semesta Spektakuler

 

Ilustrasi Gerhana Matahari yang bisa kita saksikan hari ini, Kamis 20 April 2023. Foto: BMKG

 

Kepala Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional [BRIN], Emanuel Sungging, menyambut peristiwa ini sebagai awal yang baik untuk melakukan riset. Dia bersama timnya akan melakukan pengamatan di Biak Numfor, Papua, yang merupakan lintasan gerhana matahari.

Tiga poin yang menjadi perhatian dalam riset mereka yakni terkait korona matahari, dampak ionosfer saat gerhana, dan perubahan kecerlangan yaitu dari penghitungan perubahan dari terang menjadi gelap.

“Dengan menggunakan alat sederhana, kami akan mengukur dinamika ionosfer. Mengapa ionosfer menjadi penting, karena sangat berdampak pada akurasi GPS dan juga terkait komunikasi terutama komunikasi maritim yang menggunakan kanal HF [High Frequency]. Kami akan melihat pada saat terjadinya gerhana ini ada gangguan atau tidak,” kata Emanuel dalam situs resmi BRIN.

Foto: Fenomena Sempurna Gerhana Matahari Cincin

 

Ilustrasi Gerhana Matahari Hibrid. Sumber: BMKG

 

Masih dalam laporan BMKG, gerhana seperti ini dikelompokkan dalam satu kelompok yang disebut siklus Saros. Gerhana pada siklus Saros diprediksi terjadi setiap 18 tahun 11 hari 8 jam. Gerhana Matahari Hibrid tanggal 20 April 2023 berasosiasi dengan Gerhana Matahari Hibrid pada 8 April 2005. Kemudian, gerhana yang akan datang berasosiasi dengan gerhana ini yakni pada 30 April 2041.

“Meskipun peristiwa Gerhana Matahari Hibrid di suatu lokasi dapat diprediksi dengan baik, namun peristiwa tersebut tidak berulang di lokasi tersebut dengan siklus tertentu. Adapun Gerhana Matahari Hibrid yang akan datang dapat diamati di Indonesia adalah pada 25 November 2049, yang jalur totalitasnya melewati Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku,” ungkap BMKG dalam laporannya.

Baca: Begini, Reaksi Satwa Liar Saat Gerhana Matahari Total

 

Gerhana Matahari Total yang diamati di Palu, pada 9 Maret 2016. Foto: Ridzki R. Sigit

 

Gerhana bagi masyarakat di Indonesia

Gerhana Matahari menjadi peristiwa yang langka karena tidak semua wilayah bisa dilintasi dan menyaksikan fenomena langit yang unik ini. Bahkan, gerhana matahari mampu menjadi magnet bagi wisatawan, baik itu wisatawan domestik maupun mancanegara.

Pada peristiwa Gerhana Matahari Total 2016, diperkirakan lebih dari 2.116 wisatawan mancanegara termasuk ilmuwan dan astronom datang ke Kota Ternate, Maluku Utara, hanya untuk menyaksikan dan juga melakukan pengamatan gerhana matahari.

Bagi sebagian masyarakat kita sendiri, ketika terjadi gerhana, baik itu gerhana matahari atapun gerhana bulan, masih ada yang memiliki cara pandang tersendiri yang berkaitan dengan tradisi, mitos ataupun kepercayaan.

Biasanya saat terjadi puncak gerhana, di beberapa daerah akan membunyikan suara-suara seperti kaleng, kentongan, bahkan ada yang membunyikan gong, karena mitos yang berkembang bahwa gerhana terjadi akibat peristiwa makhluk raksasa menelan Matahari atau Bulan sehingga harus menciptakan bunyi-bunyian.

Sementara bagi umat Islam, gerhana merupakan saat yang tepat untuk melakukan pelaksanaan ibadah sesuai yang dianjurkan yaitu dengan melakukan Salat Gerhana.

 

Foto sempurna Gerhana Matahari Cincin di Sinabang, Kabupaten Simeulue, Aceh, 26 Desember 2019. Foto: Kanwil Kemenag Aceh/Khairul Umami

 

Dalam sains, gerhana dijadikan sebagai tujuan observasi dan juga penelitian untuk kepentingan masyarakat. Pada peristiwa Gerhana Matahari sebelumnya, sudah banyak peneliti yang melakukan pengamatan serta penelitian dampak gerhana terhadap perilaku pada satwa liar, mulai dari perilaku kalong, kukang, hingga tingkah laku burung saat terjadi gerhana matahari.

Namun satu hal yang pasti, bagi Anda yang akan menyaksikan fenomena langka ini, dianjurkan untuk tidak melihat secara kasat mata ke arah Matahari saat terjadi gerhana. Ini dikarenakan akan menyebabkan gangguan pada mata dan hal terburuk yang mungkin bisa terjadi adalah menimbulkan kerusakan penglihatan permanen.

 

Exit mobile version