Mongabay.co.id

Hadapi Krisis Iklim Peneliti Kembangkan Padi Tahan Cuaca Panas

 

 

Bertambahnya penduduk di Bumi, bertambah juga pada kebutuhan pangan. Produksi beras, baik melalui inisiatif lokal, maupun kerja sama antarpihak terus dilakukan, guna menghindari terjadinya krisis pangan global.

Saat ini, ada dua jenis padi yang banyak dibudidayakan, yaitu padi Asia [Oryza sativa] dan Afrika [Oryza glaberrima]. Dulunya, kedua tanaman ini berasal dari padi liar yang lalu dikembangkan dan didomestifikasi. Tanaman padi ini memiliki beberapa subspesies yang memiliki sifat dan keunggulan berbeda. Umumnya, jenis padi Asia mampu berproduksi lebih banyak dibanding jenis Afrika.

Namun, tantangan dunia pertanian pada sektor padi, tidak hanya bagaimana menemukan cara  meningkatkan produksinya. Tetapi juga, pada persoalan krisis iklim yang mempengaruhi produksi padi. Krisis iklim menyebabkan cuaca tidak menentu, suhu meningkat, naiknya permukaan laut, banjir, kekeringan, serta ancaman hama yang menyerang tanaman.

Baca: Metode Hazton Ini Mampu Hasilkan Padi Puluhan Ton. Berani Coba?

 

Tanatangan tanaman padi tidak hanya pada masalah produktivitas tapi juga pengaruh krisis iklim yang terjadi. Foto: Unsplash/Sandy Ravaloniaina/Free to use

 

Para peneliti China, baru-baru ini melaporkan kemajuan kajian genetik terkait toleransi panas pada tanaman padi.

“Kerusakan yang ditimbulkan oleh panas yang diakibatkan pemanasan iklim merupakan ancaman abiotik utama yang mempengaruhi produksi beras,” tulis Hua Qing Liu dalam laporan di International Journal of Molecular Sciences, 2023, berjudul “Genetic Research Progress: Heat Tolerance in Rice.

Pakar dari Puat Penelitian rekayasa Padi Nasional, Akademi Ilmu Pertanian Jiangxi, Nanchang, China ini menambahkan, Heat Stress [HS] bisa menghambat proses pembungaan dan pembuahan padi, yang menyebabkan penurunan panenan secara kualitas maupun kuantitas.

Jika padi mendapat paparan suhu di atas 33 derajat Celsius, organ bunga dan serbuk sari tidak berkembang normal. Sementara paparan suhu di atas 35 derajat Celsius selama lima hari ketika bunga mekar akan mempengaruhi panjang tabung polen dan penyebaran polen menjadi tidak normal. Akibatnya terbentuk gabah kosong dan bulir yang tidak terbuahi.

”Diperkirakan, setiap kenaikan satu derajat Celsius suhu maksimum dan minimum harian, akan menurunkan hasil padi sebesar 10 persen,” tulis laporan itu.

Bahkan dalam laporan lain di Jurnal Plant, Cell & Environment, Desember 2022, peneliti berbeda  menyebutkan, saat terjadi HS yang lebih besar dari 35 derajat Celsius, dampaknya akan terjadi di hampir semua tahap pertumbuhan dan perkembangan padi. Termasuk tahap vegetatif, reproduksi, dan pengisian bulir, mulai dari perkecambahan, pembibitan, pertumbuhan, reproduksi, kesuburan bulir, juga berat gabah.

Baca juga: Penelitian: Tak Hanya Serap CO2, Hutan Tropis Turut Atasi Krisis Iklim

 

Padi merupakan tanaman sumber pangan yang penting bagi masyarakat global. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Sumber platma nutfah

Saat ini, padi liar merupakan sumber plasma nutfah penting untuk diteliti, termasuk ketahanannya terhadap suhu tinggi. Beberapa jenis padi telah dipetakan secara genetis untuk ditemukan sifat tahan panasnya. Menurut laporan Hua Qing Liu dan kawan-kawan, yang merujuk pada www.ricedata.cn, sejauh ini sudah ada 97 gen tanaman padi yang berhasil diidentifikasi, terkait sifat toleransinya pada panas.

“Untuk mengurangi kehilangan hasil beras karena HS selama periode reproduksi, pemberian pupuk nitrogen harus ditingkatkan secara tepat, dan pupuk biochar [arang hayati], serta fosfor harus diterapkan bersama,” tulisnya.

Di akhir laporannya itu, para peneliti menawarkan beberapa cara untuk meningkatkan toleransi panas pada tanaman padi. Melalui manajemen agronomi, langkah yang bisa ditempuh yaitu menanam lebih awal, memperbaiki sistem tanam dan irigasi, serta memilih varietas padi yang cepat. Atau bahkan, lambat berbuah untuk menghindari panas tinggi selama pengisian bulir padi.

Selain itu penyemprotan yang dilakukan pada tahap pembungaan juga dapat menurunkan suhu lapangan, menunda daun menguning, dan meningkatkan aktivitas enzim antioksidan, yang bisa mengurangi kerugian panen akibat HS. Penggunaan zat pengatur tumbuh yang tepat juga bisa digunakan agar tanaman lebih tahan terhadap sengatan panas.

Langkah lain yang bisa ditempuh adalah melakukan pemuliaan tanaman padi secara konvensional maupun rekayasa genetika.

 

Exit mobile version