Mongabay.co.id

Kosmetik dari Buah Salak, Seperti Apa?

 

 

Buah salak [Salacca zalazza], selain dimakan langsung, ternyata dapat dijadikan aneka produk.

Pengajar serta Ketua Laboratorium Farmasi Komunitas, Fakultas Farmasi, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Lucia Hendriati, melalui penelitiannya dapat memanfaatkan daging buah salak  menjadi wine, arak, serta cuka. Sementara kulitnya, dapat dijadikan bahan lulur, masker, dan produk kosmetik.

“Daging buah salak mengandung Vitamin C tinggi. Dengan diolah menjadi wine dan cuka, Vitamin C  tidak rusak. Di kulitnya, Vitamin C juga tetap utuh, makanya dipakai kosmetik,” papar Lucia, baru-baru ini.

Pemanfaatan kulit salak sebagai kosmetik, dapat berfungsi sebagai pengangkat sel kulit ari yang mati. Kandungan antioksidan kulitnya juga setara dengan antioksidan pada buah anggur.

Bagaimana cara membuatnya? Menurut Lucia, kulit buah salak dikeringkan dahulu hingga kadar air sisa dibawah 10 persen. Selanjutnya diblender hingga menghasilkan butiran halus yang sedikit kasar.

Butiran tersebut dapat dicampur atau diekstrak untuk mendapatkan sarinya. Hasil ekstrak tersebut diaplikasikan pada masker wajah yang ditempelkan.

“Produk ini juga bisa dibuat menjadi hand body, dengan menambahkan ekstrak buah lain yang aromanya lebih segar,” ujarnya.

Baca: Inovasi Mahasiswa: Jelly Drink dari Ekstrak Bawang Dayak, Mau Coba?

 

Buah salak yang memiliki banyak manfaat. Foto: Pixabay/WonderfulBali/Public Domain

 

Pengolahan daging buah salak

Daging buah salak juga bisa diolah menjadi wine hingga cuka.

Dari wine yang dihasilkan, dapat dijadikan arak melalui destilasi [penyulingan], yang berfungsi menjadikan wine lebih jernih airnya. Kadar alkoholnya bisa diatas 20 persen setelah didiamkan 28 hari. Sedangkan proses pembuatan cuka, kandungan alkohol dari arak diuraikan menjadi cuka yang bersifat asam.

“Kandungan buah salak tetap ada, dengan mengolahnya menjadi minuman ini. Pembuatan cuka bagian dari teknik pengawetan, kandungan pH 3-4, jadi tidak ada bakteri yang masuk,” ujar Lucia.

Biji salak yang mengandung asam klorogenat, berkhasiat sebagai antikolesterol, dapat diolah menjadi kopi. Bahkan kandungan asam klorogenatnya lebih tinggi dari kopi hijau. Selain itu, meminum kopi biji salak dapat menurunkan berat badan, sehingga cocok bagi orang yang menjalankan program diet.

“Pengalaman empiris membuktikan bahwa kolesterol memang bisa turun,” imbuh Lucia.

Proses pembuatan kopi diawali dengan menghancurkan biji salak yang kemudian dikeringkan. Setelah kadar air dibawah 10 persen, dilakukan proses pemanasan dengan suhu yang dianjurkan maksimal 150 derajat Celcius.

“Ini dilakukan agar kandungan klorogenat yang dibutuhkan tidak hilang akibat pemanasan yang terlalu tinggi,” jelasnya.

Baca juga: Buah Jamblang Dibentuk Tablet, Hasil Inovasi Mahasiswa Universitas Surabaya

 

Bahan serta tahapan pengolahan kulit salak menjadi lulur dan ekstrak untuk masker wajah. Foto Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Perlunya inovasi

Dosen Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Ignasius Radix A,P. Jati, mengatakan pertanian tanaman pangan memerlukan inovasi pasca-panen untuk meningkatkan nilai produk. Inovasi merupakan cara untuk menekan risiko kehilangan suatu produk.

“Untuk buah misalnya, pasca-panen kehilangannya bisa mencapai 40-50 persen, karena rusak atau busuk, sehingga tidak laku dijual,” ujarnya.

Inovasi sebuah produk pangan, kata Radix, tidak dapat dilepaskan mentalitas atau cara pandang petani terhadap produk yang dihasilkan. Bila pemikirannya terbatas menghasilkan uang dengan menjualnya langsung setelah panen, maka nilai produk tidak akan naik.

Bahkan, saat kualitas produk menurun karena terbatasnya masa konsumsi, harga produk bisa turun atau bahkan tidak berharga lagi.

“Inovasi dapat dimulai dari pasca-panen, sehingga dapat ditentukan kualitas terbaik produk yang siap dikonsumsi. Selain itu, peningkatan kualitas produk dibawahnya dapat dilakukan dengan membuat  produk lain,” jelasnya.

 

Lucia Hendriati menunjukkan hasil olahan buah salak menjadi wine dan arak. Foto: Petrus Riski/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version