Mongabay.co.id

Cerita Jerat Hukum dan Bebas Murni Kades Kinipan Willem Hengki

 

 

 

 

 

Kena tudingan korupsi dengan sewenang-wenang, Willem Hengki,  Kepala Desa Kinipan, ajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Palangka Raya dengan gugatan hukum ganti-rugi Rp10.000. Dua institusi penegak hukum, Polres dan Kejaksaan Negeri Lamandau, Kalimantan Tengah, dia gugat. Hengki juga menuntut permintaan maaf terbuka selama tujuh hari berturut-turut kepada dua institusi itu.

Hasilnya, melalui sidang praperadilan 31 Maret lalu, hakim PN Palangka Raya, Erhammudin memutuskan Kejaksaan Negeri dan Polres Lamandau, wajib membayar ganti rugi lebih besar dari tuntutan, yakni Rp500.000. Namun, hakim tak mengabulkan tuntutan permintaan maaf. Dalam pertimbangannya, menurut hakim, pemulihan nama baik Hengki termuat dalam amar putusan pengadilan Tipikor yang berkekuatan hukum tetap.

Muasal tuntutan ini berawal dari putusan bebas murni Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palangka Raya, atas dakwaan korupsi dana desa terhadap Hengki pada 15 Juni 2022. Putusan bebas murni itu diperkuat kasasi Mahkamah Agung RI. Bagi Kinipan, putusan ini menguatkan dugaan mereka bahwa Hengki dikriminalisasi.

Hengki merupakan kades yang lantang bersuara dan turut mendukung perjuangan masyarakat Kinipan mempertahankan hutan adat dari invasi perusahaan perkebunan sawit, PT Sawit Mandiri Lestari (SML).

Koalisi Keadilan untuk Kinipan menyatakan, meskipun hakim hanya kabulkan sebagian permohonan, dua lembaga penegakan hukum di Lamandau itu telah bersalah saat memproses hukum Hengki.

“Yang bisa kita sampaikan, dari pihak termohon, Kepolisian Resor Lamandau, Kejaksaan Negeri Lamandau mempunyai kesalahan terhadap Pak Willem Hengki selaku pemohon,” kata Aryo Nugroho, Direktur LBH Palangka Raya, organisasi anggota Koalisi Keadilan untuk Kinipan, usai sidang putusan praperadilan.

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Tengah, juga anggota koalisi,  melalui laman resmi mereka, menyampaikan pernyataan senada, sembari menyentil Polres dan Kejaksaan Lamandau, yang tak punya itikad baik meminta maaf.

“… dengan putusan itu, maka Kejaksaan dan Kepolisian Lamandau dalam hal ini bersalah, namun menolak meminta maaf!”

Anggota koalisi lain, Walhi Kalimantan Tengah, menyebut, putusan pengadilan ini merupakan peringatan keras pada aparat penegak hukum agar tak semena-mena memperkarakan kasus orang kecil. “Walaupun permohonan permintaan maaf dari Kejari dan Polres Lamandau tidak dikabulkan hakim, secara moral dan kemanusiaan harusnya mereka tetap meminta maaf,” kata Janang Firman, Manajer Advokasi, Walhi Kalimantan Tengah.

 

Baca juga: Berawal Konflik Lahan, Berujung Jerat Hukum Orang Kinipan

Hutan adat Kinipan, yang tumpang tindih dengan perusahaan sawit. Foto: Save Kinipan

 

Bukan soal materi ganti-rugi

Menurut Aryo, tuntutan ganti-rugi Rp10.000 itu sebagai sindiran atas kesewenang-wenangan penegakan hukum terhadap Hengki. “Kita meminta Rp10.000 plus sesuai peraturan perundang-undangan. Bahasanya begitu. Artinya, tidak hanya soal Rp10.000, tapi [ada kalimat] atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” katanya.

Aryo tak mempersoalkan putusan hakim yang menolak permohonan permintaan maaf dengan dasar rehabilitasi, pemulihan hak dan nama baik sudah tercantum dalam amar putusan bebasnya Hengki. Meski begitu, yang mereka maksud permintaan maaf ini secara institusi Polres dan Kejaksaan Negeri Lamandau, dengan penyidik telah melakukan kesalahan. “Ini pertanggungjawaban institusi!”

Selama ini, katanya, evaluasi kinerja aparat penegak hukum berkinerja buruk, tak maksimal. “Paling banter mutasi. Ini tidak menjawab substansi bahwa mereka melakukan kesalahan.”

Jadi, katanya, tujuan dari praperadilan ini memberikan pembelajaran bagi penegak hukum, terutama polri maupun kejaksaan agar jangan sembarangan.  “Apalagi terkesan melaksanakan pesanan yang menciptakan kriminalisasi!” kata Parlin Bayu Hutabarat, juru bicara koalisi saat pendaftaran praperadilan, Februari lalu.

Dia  bilang, jangankan permintaan maaf dari dua lembaga hukum itu, pemulihan hak Hengki sebagai kepala desa pun tak serta-merta diperoleh setelah putusan kasasi Mahkamah Agung.

Putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi dari Kejaksaan Negeri Lamandau atas putusan Pengadilan Tipikor, PN Palangka Raya yang membebaskan Hengki, terbit 27 Desember 2022.

Lebih satu bulan sejak pemberitahuan putusan itu, Hengki tak juga menerima kabar pemulihan hak sebagai kepala desa yang masa jabatan baru berakhir akhir 2024 ini.

Pada 6 Februari 2023, Koalisi Keadilan untuk Kinipan mendaftarkan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Palangka Raya.  Barulah pada 2 Maret 2023, penyerahan SK Bupati Lamandau yang mengangkat kembali Hengki sebagai kepala desa diselenggarakan Kecamatan Batangkawa.

SK Bupati pengangkatan kembali Hengki itu, ditandatangani per 30 Januari 2023, satu bulan sebelum penyerahan SK, saat Kinipan belum mengajukan praperadilan. Uniknya, tanggal penandatanganan SK itu tercetak dengan tinta tulisan tangan.

“Kalau mereka beritikad baik harusnya sebelum 30 hari saya sudah diangkat kembali (setelah putusan kasasi),” kata Hengki, sebagaimana dikutip dari Save Our Borneo.

 

Baca juga: Bencana Datang di Tengah Orang Kinipan Terhalang Jaga Hutan Adat

Aksi warga saat sidang jerat hukum korupsi pada Willem Hengki, Kades Kinipan. Foto: Budi Baskoro/ Mongabay Indonesia

 

***

Willem Hengki merupakan figur penting yang mendukung perjuangan Masyarakat Adat Laman Kinipan mempertahankan hutan mereka. Dia mulai dikenal luas ketika menyuarakan aspirasi Kinipan itu di hadapan Wakil Menteri (Wamen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Alue Dohong dan anggota DPR, Dedi Mulyadi serta Bambang Purwanto saat kunjungan kerja ke  Lamandau. Kunjungan mereka berlangsung dua pekan setelah kasus penangkapan paksa Effendi Buhing, tokoh adat Kinipan oleh aparat Polda Kalimantan Tengah, viral pada 26 Agustus 2020.

Kala itu, rombongan Wamen LHK seharusnya datang langsung ke Kinipan. Namun, di tengah perjalanan mereka balik arah karena Jalan Trans Kalimantan menuju Kinipan diterjang banjir. Keesokan harinya, Hengki yang diminta untuk datang ke Nanga Bulik, Ibukota Lamandau, untuk menghadiri pertemuan dengan rombongan Wamen LHK.

Dalam pertemuan di Aula Kantor Bupati Lamandau itu, bukan hanya Kinipan yang diundang, banyak desa lain dengan wilayah masuk konsesi SML. Kala itu,  Hengki merasa, ini situasi kurang baik tetapi tak gentar.

“Kinipan hanya seujung kuku dari NKRI. Kinipan memiliki kearifan lokal. Kinipan memilih melestarikan hutannya. Ada yang salah, pak? Saya kalau hari ini dipercayai menjadi anggota DPR-RI, saya akan fasilitasi Kinipan. Tidak usah saya menunggu proposal, karena Kinipan bagian dari NKRI!” ucap Hengki mengawali penyampaiannya.

Dia ingatkan, kalau persoalan Kinipan tak dibenturkan dengan desa-desa lain. “Permasalahan Kinipan ya Desa Kinipan!”

Hengki lalu menyampaikan sejumlah poin yang diinginkan Kinipan. Pertama, permintaan perusahaan menghentikan pembabatan hutan untuk sawit. Juga desak Pemerintah Lamandau tak merusak kesepakatan tata batas Kinipan dengan desa lain. Dia merujuk belum ada kesepakatan batas antara Kinipan dan Karangtaba.

Masalah batas dengan Karangtaba krusial bagi Kinipan karena klaim Karangtaba dianggap menguntungkan perusahaan. Kalau mengikuti versi Pemkab Lamandau soal batas ini, akan merusak kesepakatan batas antara Kinipan dengan beberapa desa, selain Karangtaba.

“Kami meminta difasilitasi agar menghasilkan kesepakatan dengan Desa Karangtaba, tanpa merusak kesepakatan Kinipan dengan desa-desa lain yang sudah di-berita-acara-kan,” ucap Hengki.

Soal batas itu, dia juga meminta peraturan daerah atau SK Bupati dan peta yang selama ini digunakan Pemkab Lamandau untuk menentukan batas desa-desa terutama di Kecamatan Batangkawa.

Hengki juga menyampaikan, pemerintah segera mengakui status wilayah dan hutan adat Kinipan. Juga meminta peta dan revisi hak guna usaha (HGU) SML dengan mengeluarkan wilayah Kinipan.

Dia juga meminta rehabilitasi dan reforestasi atas hutan adat Kinipan yang terbabat  dan meminta klarifikasi Wamen LHK yang menyampaikan 900 hektar wilayah Kinipan beririsan dengan SML.

Sebagai kepala desa, Hengki juga membuat sejumlah kebijakan dan respon yang mendukung perjuangan adat dan penyelamatan hutan. Dia membuat peraturan larangan membuka hutan di wilayah hutan adat Laman Kinipan.

Hengki pernah melaporkan sekelompok masyarakat pro perusahaan ke polisi atas dugaan penjualan potensi tanah desa sekitar 100 hektar. Dia juga pernah melaporkan ikan mati massal di hulu Sungai Inuhan, anak Sungai Batangkawa, yang dekat dengan kebun SML.

Sebagai kepala desa, Hengki selalu menganggarkan biaya urusan kelembagaan adat. Dalam perjuangan agar Kinipan memperoleh pengakuan wilayah adat, dia memfasilitasi pembentukan Panitia Masyarakat Hukum Adat tingkat Laman Kinipan.

 

Baca juga: Warga Kinipan Tanam Pohon di Hutan Adat yang Terbabat Sawit

Aksi Save Kinipan. Foto: Budi Baskoro/ Mongabay Indonesia

 

Terjerat hukum

Pada 11 Agustus 2021, polisi menetapkan Hengki sebagai tersangka dengan tuduhan korupsi dana desa. Koalisi Keadilan untuk Kinipan pun menaruh curiga jerat hukum ini. Tim hukum koalisi turun tangan.

Mereka sampai pada kesimpulan, tuduhan korupsi karena pembayaran utang pembangunan jalan desa, yang dikerjakan pada 2017 oleh Pemdes Kinipan era Hengki pada 2019, tak tepat. Tindakan  Hengki bukan korupsi, karena terbukti ada hubungan pekerjaan jalan dengan pembayaran yang tertunda itu.

Sebelum membayar utang, Pemerintah Desa Kinipan meminta penghitungan ulang nilai pekerjaan melalui konsultan, dan meminta pengerjaan pembersihan kembali jalan yang sudah digarap itu pada pihak ketiga. Nilai penghitungan ulang Rp350, 269 juta dan dibayarkan ke CV Bukit Pendulangan sebagai rekanan pengerjaan jalan. Nilai ini lebih kecil dari perjanjian kerja sama rekanan dengan Pemerintah Desa Kinipan pada 2017, sebesar Rp400 juta.

Sebelumnya, Hengki juga konsultasi dengan sejumlah instansi di kabupaten. Intinya,  para pihak yang dimintai konsultasi memberikan pertimbangan, pembayaran bisa asal pekerjaan tidak fiktif. Keputusan membayar utang itu pun berdasar musrenbang desa dan tertuang dalam APBDes.

Namun, polisi mensangkakan Hengki, dengan dasar ada pembayaran fiktif pada proyek itu. Kesimpulan proyek fiktif ini diperoleh melalui pemeriksaan khusus Inspektorat Lamandau atas surat perintah yang bersifat rahasia dari Bupati Hendra Lesmana.

Inspektorat menyebut pembayaran itu fiktif karena pekerjaan 2017 mendahului anggaran dan melalui kontrak dokumen swakelola baru pada 2019, tak dibenarkan menurut sejumlah aturan.

Koalisi Keadilan untuk Kinipan menilai, kalau dianggap tak sesuai, lingkup hanya prosedur administrasi, bukan pidana.

Bagi koalisi, penetapan tersangka Hengki tak bisa dilepaskan dari konteks penolakan Kinipan terhadap masuknya perkebunan sawit SML. Koalisi heran, polisi begitu cepat menyelidiki kasus ini.

“Indikasi yang mendasari pandangan ini, kasus berawal dari perintah pemeriksaan khusus dari bupati kepada inspektorat. Setelah perintah itu dikeluarkan bupati, langsung ditangani kepolisian dengan cepat. Waktu itu awal 2020 dengan memanggil perangkat Desa Kinipan sebagai saksi,” kata Paulus Dhanarto, juru bicara AMAN Kalteng, pasca penetapan Hengki sebagai tersangka.

Surat permintaan klarifikasi polisi pada Sekretaris Desa Kinipan, waktu itu terbit 20 Februari 2020, antara lain atas rujukan perintah Kapolres per 19 Februari 2020. Permintaan klarifikasi ini berlangsung 24 Februari 2020. Dokumen pemeriksaan khusus inspektorat, terbit 21 Februari 2020.

Indikasi lain,  kata Paulus, hasil pemeriksaan Inspektorat Lamandau hanya melihat pekerjaan pada 2019. “Tanpa mempertimbangkan persoalan pembangunan jalan itu pada 2017 memang belum dibayarkan.”

Singkat cerita, polisi jalan terus dan menahan Hengki pada 14 Januari 2022. Beberapa hari kemudian, kasus naik ke kejaksaan. Hengki jadi tahanan kejaksaan dan diboyong dari Lamandau ke Palangka Raya, untuk menanti persidangan di Pengadilan Tipikor.

 

Willem Hengki, Kepala Desa Kinipan. Foto: Budi Baskoro

 

Menang di pengadilan

Kades Hengki kena tudingan korupsi, solidaritas pun meluas.

Selama empat bulan, setiap pekan sidang di Pengadilan Tipikor, selalu ada aksi unjuk rasa. Masyarakat Adat Kinipan bersatu dengan mahasiswa lintas organisasi, AMAN, Walhi dan Save Our Borneo, dalam wadah Gerakan Solidaritas untuk Kinipan (Gestruk).

Di ruang sidang, tim penasihat hukum koalisi mendapat dukungan dari tiga lembaga anti korupsi dan advokasi HAM ternama: Indonesia Corruption Watch (ICW), Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), dan Lembaga Study dan Advokasi Hak Asasi Manusia (Elsham). Juga, plus aktivis anti korupsi, Febri Diansyah.

Mereka menulis sahabat peradilan (Amicus Curiae) sebagai bahan pertimbangan majelis hakim dalam perkara ini. Dokumen ini intinya memberikan pertimbangan yang meringankan Hengki sebagai warga adat sekaligus kepala desa dalam memperjuangkan masyarakat dan penyelamatan lingkungan.

Jaksa menuntut Hengki satu setengah tahun penjara. denda Rp50 juta. Hengki didakwa pidana korupsi yang merugikan keuangan negara Rp261 juta.

Akhirnya, hakim Hengki bebas dari dakwaan karena tak terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan korupsi, sebagaimana dakwaan primair dan subsidair. Putusan majelis hakim Tipikor Palangka Raya ini diperkuat kasasi Mahkamah Agung.

“Apakah keadilan untuk Kinipan sudah terwujud? Kita bilang itu belum terwujud. Soal penegakan hukum, penanganan kasus kriminalisasi, patut bangga bisa membuktikan keyakinan kita bahwa ini benar-benar upaya kriminalisasi,” kata Aryo.

 

Aksi menyuarakan penyelamatan hutan adat Laman Kinipan di Lamandau, Kalteng. Foto: Safrudin Mahendra-Save Our Borneo

 

********

Exit mobile version