Mongabay.co.id

Nasib Pulau Tak Berpenghuni di Kepri dari Ancaman Abrasi

 

Pulau-pulau kecil di sepanjang perlintasan kapal pengangkut penumpang menuju Batam-Bintan, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) terdampak abrasi. Beberapa bagian pulau terkikis gelombang ombak.

Dari atas kapal nampak jelas pulau-pulau kecil itu mengalami abrasi. Bagian tanah di pesisir pulau terkikis dan masuk ke laut. Air laut juga terlihat keruh berwarna coklat akibat tanah pulau yang turun.

Hampir di semua pulau-pulau kecil di sepanjang perjalanan terdapat sisi yang terkikis atau abrasi. Terutama bagian pulau yang berhadapan langsung dengan ombak laut lepas. Begitu juga di bagian hempasan ombak yang diciptakan oleh kapal-kapal berukuran besar yang melintas di dekat pulau.

Kebanyakan pulau yang mengalami abrasi tersebut tidak berpenghuni. Ukuran pulau di perairan ini cukup kecil. Sangat jelas tidak ada tanda kehidupan di pulau itu. Hanya saja pohon-pohon rindang yang membungkus pulau.

Manajer Kampanye Pesisir dan Laut Eksekutif Nasional WALHI Parid Ridwanuddin mengatakan, pulau berpenghuni saja luput dari perhatian, apalagi pulau tidak berpenghuni yang jumlahnya cukup banyak di Indonesia. Selama ini kata Parid, pemerintah melihat eksistensi pulau menggunakan kacamata orang darat. Indikasi penyelamatan berdasarkan ada atau tidaknya penduduk di suatu pulau itu.

Padahal, ada atau tidaknya penduduk di sebuah pulau, pulau tersebut tetap berfungsi secara ekologis menjaga keseimbangan dan ekosistem pesisir. “Pulau-pulau tidak berpenghuni menjadi lokasi nelayan kecil berlindung ketika cuaca buruk melanda,” kata Parid.

baca : Belajar Dari Pulau Putri, Abrasi Mengancam Pulau-pulau Terluar Indonesia

 

Nelayan melaut dengan pemandangan latar belakang abrasi yang terjadi di sebuah pulau kecil di Batam, Kepri. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Tidak hanya tempat berlindung, pulau-pulau kecil tak berpenghuni dijadikan masyarakat pesisir lokasi bercocok tanam. “Kalau di Indonesia, pulau kosong dianggap tidak ada apa-apa, bukan malah melindungi, tetapi juga dikeruk untuk di ambil sumber daya alamnya,” kata Parid kepada Mongabay Indonesia, pertengahan Maret 2023.

Parid mengatakan, keberadaan pulau-pulau kecil merupakan identitas Indonesia sebagai negara kepulauan. Sekarang identitas itu terancam oleh bencana perubahan iklim yang disebabkan ulah manusia.

 

Bibir Pantai Mendekati Dapur Warga

Salah satu penyebab abrasi yang terjadi di pulau-pulau kecil adalah perubahan iklim. Gelombang laut tinggi membuat pesisir pulau rusak, dan menyebabkan pengikisan. Hal itu dirasakan masyarakat pulau beberapa tahun belakangan. Pengikisan semakin cepat terjadi.

Seperti yang dialami masyarakat pesisir Pasir Panjang, Pulau Rempang, Kota Batam, Kepri. Bibir pantai semakin dekat ke rumah mereka. “Dulu saya main bola di pantai, jauh disana, sekarang sudah dekat dengan dapur kami,” kata Islahuddin salah seorang warga Pasir Panjang.

Nampak jelas, pesisir pantai di belakang rumah pria yang akrab disapa Islah ini sudah berbentuk tebing. Beberapa pohon juga tumbang akibat tanah yang terdapat di akarnya terkikis abrasi.

Islah bersama warga lain, menyiasati ancaman bencana abrasi ini dengan menanam mangrove di sepanjang pesisir. Upaya itu tidak berjalan mulus, bibit mangrove banyak yang tidak tumbuh karena diterjang gelombang ombak yang kuat. “Apalagi musim angin utara, pada akhir dan awal tahun, itu ombaknya kuat menyebabkan abrasi,” katanya.

Dalam situs resmi Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan terdapat beberapa faktor terjadinya abrasi di pesisir pulau.

Pertama faktor alam, yaitu pasang surut air laut, angin di atas lautan, gelombang laut serta adanya arus laut yang bersifat merusak.

Sedangkan abrasi juga disebab ulah manusia yang mengeksploitasi  sumber daya laut seperti ikan, terumbu karang dan biota lainnya. Sehingga ketika terjadi gelombang arus laut akan langsung menuju pantai dan menciptakan abrasi.

baca juga : Menolak Tenggelam, Warga Pulau Pari Resmi Gugat Holcim di Pengadilan Swiss

 

Sebuah kapal melintas di gugusan pulau kecil di Perairan Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Kedua, abrasi akibat pemanasan global menjadi salah satu pemicu. Aktivitas ekstraktif membuat lapisan bumi menipis sehingga suhu bumi meningkat. Kenaikan suhu bumi membuat es kutub akan mencair dan permukaan air laut akan mengalami peningkatan yang dapat mempengaruhi wilayah pesisir yang rendah. Selain itu kegiatan penambangan pasir yang dilakukan oleh manusia secara besar-besar juga menjadi faktor penyebab abrasi pantai.

Parid Ridwanuddin dari Walhi mengatakan pemerintah saat ini tidak terlalu memperhatikan pulau-pulau kecil, apalagi dari dampak perubahan iklim. Menurutnya, pulau-pulau kecil dan masyarakat pesisir merupakan korban pertama terdampak perubahan iklim.

Karena itu, kata Parid pemerintah harus memasukan upaya penyelamatan pulau-pulau di Indonesia dalam pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional. Bahkan isu kepulauan ini harus menjadi prioritas.

Tidak hanya abrasi, pulau-pulau kecil baik yang berpenghuni ataupun tidak mendapatkan ancaman lain seperti longsor, gempa bumi, kenaikan air laut dan lainnya. “Seperti longsor di Natuna yang disebabkan cuaca ekstrim (perubahan iklim) menyebabkan longsor, setidaknya 50 orang tewas,” katanya.

 

Mengatasi Ancaman Abrasi

Peneliti Ahli Utama Bidang Oseanografi Terapan dan Manajemen Pesisir, Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (PRIMA), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Widodo Setiyo Pranowo mengatakan, terdapat beberapa langkah untuk mengantisipasi ancaman pulau-pulau kecil dari bencana iklim, termasuk abrasi.

Secara regulasi kata Widodo, bisa dengan menetapkan kawasan konservasi, namun tetap memberikan zona-zona yang masih bisa dimanfaatkan secara terbatas dan berkelanjutan oleh masyarakat. Selain itu melakukan penanaman rehabilitasi konservasi mangrove dan terumbu karang.

“Karena terumbung karang berfungsi memecah gelombang sehingga meminimalisir energi penyebab abrasi atau erosi pantai, begitu juga mangrove, akarnya yang kuat dapat menahan abrasi dan erosi pantai, bahkan bisa menambah garis pantai secara natural,” katanya.

baca juga : G20 Diharapkan Tangani Dampak Krisis Iklim di Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

 

Tanah di pesisir pulau terkikis akibat abrasi di Perairan Kepulauan Riau. Foto : Yogi Eka Sahputra/Mongabay Indonesia

 

Begitu juga yang disampaikan Wahyu Wilopo, Dosen Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada (UGM). Menurutnya, pemerintah harus memperhatikan pulau-pulau kecil, salah satunya kegiatan respon bencana di Indonesia sebaiknya berdasarkan kepulauan, tidak lagi wilayah.

Selama ini daerah pulau-pulau masih mengandalkan daerah sekitarnya (daerah kota) ketika terjadi bencana, padahal laut tidak selamanya bisa dilintasi. “Ya kalau cuaca buruk, apakah kita mesti menunggu penanganan satu minggu,” kata Wahyu.

Ancaman pulau kecil dari bencana perubahan iklim menjadi pekerjaan rumah bersama. Pulau kecil jauh lebih rentan dari bencana perubahan iklim. Pulau-pulau kecil perlu juga dibangun tata ruang yang jelas. Sehingga mitigasi bencana bisa diimplementasikan.

 

 

Exit mobile version