Mongabay.co.id

Uatttamdi Kayoa, Situs Arkeologi Dua Peradaban

 

Kayoa adalah sebuah pulau koral dengan panjang 20 km, lebar 7 km, dan luas 150 km² atau berjarak 30 km di sebelah barat Pulau Halmahera, Maluku Utara. Pulau Kayoa berada di antara Pulau Makian di sebelah utara dan Pulau Bacan di sebelah selatan.

Kayoa merupakan sebuah pulau atol yang berasal dari terumbu karang yang terangkat naik pada periode Kuarter, kira-kira sejak dua juta tahun yang lalu. Bentuk lahan di pulau ini berupa pegunungan dengan tanah yang berbatu-batu. Secara geologis pulau ini termasuk dalam rangkaian busur dalam vulkanis Zona Ternate, yaitu jajaran kepulauan vulkan dari Morotai sampai Bacan termasuk Halmahera barat bagian Utara. Walaupun demikian pulau ini temasuk pulau vulkanik yang tidak aktif.

Titik tertinggi di pulau ini adalah Gunung Tigalalu dengan ketinggian 422 m, yang merupakan sebuah gunung api tua yang masih mempertahankan ciri gunung apinya dengan kerucut dalam dan lingkar luar kawahnya. Batuan vulkanik Tigalalu berumur Plestosen akhir, sedangkan bagian timur pulau ini terdiri dari batuan vulkanik dari Kala pra-Miosen.

Selain itu, sepanjang pesisir barat pulau ini terbentuk dari terumbu karang yang terangkat naik pada Kala Pleistosen. Setidaknya ada tiga tingkatan koral yang terangkat naik, dengan tebing-tebing rendah. Bagian barat pulau ini merupakan pantai pasir koral dan tanjung koral, sedangkan sepanjang pesisir timur merupakan daerah rawa.

Pulau ini memiliki tinggalan yang pernah diekskavasi Petter Belwood arkeolog asal Australia bersama timnya pada 1991 dan 1994. Melalui eksavasi itu berhasil ditemukan artefak yang membuktikan adanya tempat persinggahan migrasi manusia sejak 3500 tahun lalu.

Pulau Kayoa, Halmahera Selatan, ternyata menyimpan jejak arkeologi manusia purba berupa situs gua Uattamdi I dan Uattamdi II.

baca : Melihat Jejak Arkeologi Manusia Purba di Pulau Kayoa

 

Kondisi situs arkeologi gua Uattamdi II di Pulau Kayoa, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Foto : Mahmud Ichi/Mongabay Indonesia

 

Sofwan Nurwidi dalam skripsi berjudul Keterkaitan Kronologi Budaya Situs Ceruk Uattamdi dengan Proses Migrasi-Kolonisasi Manusia di Maluku Utara diterbitkan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gajah Mada Yogyakarta 2003, menulis bahwa berdasarkan penelitian Peter Bellwood, dari kawasan Maluku Utara diperoleh catatan prasejarah yang rinci dan panjang meliputi lebih dari 32.000 tahun. Kawasan tersebut memiliki banyak situs yang berpotensi mengungkapkan berbagai masalah yang berkaitan dengan migrasi Austronesia. Salah satu situs tersebut ada di situs Ceruk Uattamdi Pulau Kayoa.

Berdasarkan analisis Peter Bellwood, data arkeologi yang dihasilkan di situs tersebut (3300 BP) berhubungan erat dengan tinggalan dari Filipina dan Lapita di Melanesia Barat yang memiliki pertanggalan sezaman.

Data arkeologi yang dihasilkan situs tersebut mengindikasikan adanya kolonisasi orang  Austronesia di kawasan tersebut. Riset Belwood di situs Uattamdi, Pulau Kayoa, terdapat dua fase budaya, yaitu fase neolitik dan logam awal.

“Bersifat meneruskan dan melengkapi berbagai penelitian yang telah dilakukan, karena data yang ada masih mampu mengungkapkan hal lain yang belum dibahas peneliti terdahulu khususnya mengenai proses migrasi-kolonisasi manusia,” tulis Sofwan.

Penelitiannya kala itu meliputi dua situs yaitu Situs Ceruk Uattamdi I dan Situs Ceruk Uattamdi II. Melalui penelitian itu, hanya Ceruk Uattamdi I banyak menghasilkan data arkeologi.

Dijelaskan, situs Uattamdi I merupakan sebuah ceruk peneduh  pada tebing koral setinggi 6 m di Tanjung Pompom, pantai barat Pulau Kayoa. Tepatnya di sebelah barat laut kampung Guruapin, ibu kota kecamatan Kayoa.

Terletak di koral terjal yang terangkat naik karena gerakan tektonik, dan berjarak 60 meter dari garis pantai saat ini. Dataran pesisir selebar 60 meter tersebut terbentuk oleh sedimentasi pelapukan hasil pembukaan lahan bagi pertanian kelapa.

baca juga : Gua-Gua Prasejarah, Wajah Lain Kawasan Ekowisata Rammang-Rammang

 

Kondisi Situs Uattamdi I di Pulau Kayoa, Halmahera Selatan, Maluku Utara saat ini. Foto Mahmud Ichi/Mongabay Indonesia

 

Pada 1991 di situs tersebut telah dilakukan ekskavasi di dinding timur dan di tengah-tengah situs digali membujur arah utara-selatan. Kemudian pada 1994 dibuka di sebelah utara dan selatan berukuran 4m², dan 6 m². Seluruh hasil ekskavasi pada 1991 dan 1994, menghasilkan 17 kotak gali dengan luas 16 m², dengan titik ekskavasi terdalam120 cm.

Berdasarkan hasil ekskavasi diketahui bahwa di situs tersebut terdapat empat lapisan litologi utama, dengan beberapa lapisan sisipan. Seluruh deposit budaya berada pada layer A – D (dari atas ke bawah), sedangkan lapisan E merupakan lapisan pasir pantai yang streril. Lapisan E memiliki ketinggian yang sama dengan ketinggian pantai saat ini, hal ini mengindikasikan bahwa ketinggian air laut sepanjang garis pantai tidak berubah sejak awal masa penghunian situs tersebut (3500 BP). Di bawah lapisan E merupakan lapisan batu koral yang merupakan bed rock  situs ceruk peneduh Uattamdi.

Peter Bellwood, kutip Sofwan, juga melakukan penelitian pada situs Uattamdi II berjarak 75 meter di sebelah barat laut situs Uattamdi I. Situs ini berada di bawah sebuah blok koral besar yang terangkat naik. Lapisan atas Situs Uattamdi II hanya terdiri dari pasir pantai modern dan berjarak hanya17,5 meter dari garis pantai. Di situs Uattamdi II digali sebuah test pit berukuran 1 x 1 meter, di tengah-tengah lantai situs, hanya menghasilkan lapisan budaya setebal 30 cm di atas lapisan pasir pantai yang steril. Gerabah yang ditemukan pada lapisan permukaan dan lapisan budaya hanya terdiri dari gerabah slip merah modern dan gerabah upam Mare. Berdasarkan data yang dihasilkan, situs Uattamdi II diperkirakan hanya berumur tidak lebih tua dari 100 atau 200 tahun yang lalu.

baca juga : Inilah Makanan Manusia Purba Sulawesi

 

Kulit kerang yang masih ditemukan berserakan di lantai di tengah situs arkeologi gua Uattamdi I di Pulau Kayoa, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Foto : Mahmud Ichi/Mongabay Indonesia

 

Artefak batu yang ditemukan di situs Uattamdi antara lain beliung persegi, beliung kerang, lancipan tulang, serut, mata kail dan pisau dari cangkang kerang, tatal, dan alat serpih. Artefak-artefak tersebut terbuat dari batuan tersilika (sejenis chert ) yang jenisnya beragam.  Juga ditemukan aksesoris kerang dan kaca, gerabah, serta artefak logam.

Soal berbagai temuan tinggalan masa lalu itu, menurut Peneliti dan Dosen Arkeologi Universitas Khairun Ternate Maluku Utara, Dr. Nurracman Irianto adalah gambaran budaya dan kehidupan masa lalu yang menarik dipelajari. Karena itu katanya situs situs purbakala yang ada perlu diteliti lebih lanjut terutama daerah sekitar yang hingga kini belum diriset. “Khusus Kayoa banyak rock shelter yang belum diungkap Hal ini mestinya menjadi perhatian semua pihak,” harapnya.

 

 

Exit mobile version