Mongabay.co.id

Menyoal Asupan Nutrisi Tak Seimbang Remaja, Terapkan Sistem Pangan Berkelanjutan

 

 

 

 

 

Makan siap saji (junk food) makin populer di kalangan masyarakat. Aplikasi pemesanan makanan daring pun memudahkan memesan berbagai menu masakan termasuk makanan siap saji terutama bagi kalangan anak muda. Data dari Badan Pangan Nasional juga menyebutkan, asupan pangan berupa padi-padian, minyak dan lemak, melebihi kebutuhan yang dianjurkan. Sedangkan pangan sumber dari umbi-umbian jauh dari batas ideal.

Berdasarkan survei sosial ekonomi nasional (Susenas), Badan Pusat Statistik (BPS), persentase pengeluaran per kapita sebulan menurut kelompok komoditas makanan dan daerah tempat tinggal pada Maret 2019, 39,42% masyarakat perkotaan membeli makanan dan minuman jadi. Untuk masyarakat pedesaan 28,07%.

Rina Agustina, dokter sekaligus peneliti di Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, mengatakan, remaja Indonesia saat ini mengalami tiga masalah gizi, yaitu,  kekurangan zat gizi yang belum teratasi, defisiensi gizi mikro (terutama anemia pada remaja perempuan) dan kecenderungan kelebihan berat badan (obesitas) terus meningkat.

“Yang (umur) 16-19 walaupun dia bervalensi angka lebih kecil (daripada remaja umur 13-15) tapi peningkatan luar biasa terutama pada anak laki-laki.  Ini menjadi sorotan utama,” katanya dalam seminar daring bertajuk “Pola Makan Sehat untuk Masa Depan Bangsa,” belum lama ini.

 

Ubi, pangan umbian sehat yang masih minim jadi pilihan pangan sehari-hari. Foto: Moh Tamimi/ Mongabay Indonesia

 

Dia bilang, kondisi ini tak hanya terjadi di urban area. “Kalau di Jakarta angka proportion overweight and obese-nya kurang lebih 20%. Di Papua juga 19 sekian persen. Hampir sama di Papua maupun urban Jakarta,” katanya.

Faktor-faktor yang berkontribusi dalam masalah gizi antara lain gaya hidup menetap (selendetary), kesenjangan sosial, jajan berlebihan, persepsi bentuk tubuh (body image),  buruknya keberagaman makanan, kesenjangan pengetahuan dan nikah muda.

“Namun gizi remaja ini umumnya jadi bidang yang terabaikan … baik di bidang penelitian maupun kebijakan,” katanya seraya bilang, ke depan mulai ada perhatian, antara lain lewat food and land use (FoLU).

Nirarta Samadhi, Co-Chair FoLU Country Platform dan Country Director World Resources Institute (WRI) Indonesia, mengatakan, defisiensi mikronutrien (kelaparan tersembunyi) bukan hanya menghambat pertumbuhan fisik dan fungsi kognitif seseorang, tubuh juga punya resistensi rendah terhadap infeksi.  Terutama, katanya,  pada usia remaja. Tubuh pendek (stunting), overdosis, maupun terlalu kurus, kata Koni, sapaan akrabnya, jadi masalah gizi yang selalu menghantui remaja Indonesia.

“Tanpa penanganan baik dan segera, permasalahan ini berpotensi jadi berbagai penyakit degeneratif dan kronis di usia lanjut … Sayangnya, edukasi gizi seimbang sering kali jarang untuk para pemuda.”

Untuk tumbuh optimal, katanya,  remaja memerlukan asupan gizi seimbang dan mencukupi kebutuhan mereka.

 

Makanan beragam, menuju sistem pangan berkelanjutan. Foto: Moh Tamimi/ Mongabay Indonesia

 

Gina Karina, Manajer Food and Land Use (FoLU) WRI Indonesia, bilang,  persoalan ini bak fenomena gunung es, terlihat kecil di atas padahal persoalan begitu besar. Untuk itu, katanya, perlu berpikir sistem guna mengetahui masalah ini secara menyeluruh.

Hal perlu dipahami, kata Gina,  bukan sekadar peristiwa yang terjadi hari ini juga pola perilaku dan struktur sistem. “Apakah ada dalam rentan waktu tertentu, apa saja unsur-unsur yang mempengaruhi pola itu.”

Dia katakan, permasalahan gizi dan kesehatan erat kaitan dengan sistem pangan, mulai dari ketersediaan sampai aksesibilitas. Jadi, kesehatan ini bisa ditarik penyebabn mulai dari rantai suplai makanan, lingkungan pangan, dan perilaku konsumen.

“Lingkungan pangan mencakup ketersediaan pangan, baik ketersediaan akses fisik maupun jumlah keterjangkauan pangan, harga pangan… Oke tersedia, tapi apakah sanggup membelinya?”

Setelah tiga rentetan itu, baru masuk pada tahapan pola makan seseorang hingga berdampak kepada diri sendiri dan luar diri seperti dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan.  Sistem pangan, harus jalan berkelanjutan.

Dia bilang, sistem pangan yang baik dan berkelanjutan ketika bisa mencapai kemandirian pangan maupun pemenuhan gizi untuk semua dengan cara yang tak membahayakan pangan dan gizi generasi masa depan, baik dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan.

 

Pisang, merupakan salah satu sumber pangan. Indonesia punya kekayaan beragam jenis pisang. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Konsumsi beragam

Menurut Badan Pangan Nasional,  2018-2022, konsumsi sumber pangan berupa padi-padian, minyak dan lemak, melebihi kebutuhan yang dianjurkan. Meskipun konsumsi pangan sumber dari padi-padian mengalami penurunan setiap tahun, angka tetap berada di atas kebutuhan yang dianjurkan.

Hal ini, katanya,  jauh berbeda dengan pangan sumber dari umbi-umbian jauh dari batas ideal.

“Masyarakat kita suka sekali dengan makanan gorengan. Kalau konsumsi kacang-kacangan atau mungkin buah dan sayur itu masih sangat … kurang. Jadi perlu ada peningkatan,” kata Mahmud Fauzi, Kepala Tim Kerja Standar Kecukupan Gizi dan Mutu Pelayanan Gizi Kesehatan Ibu dan Anak, Direktorat Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, Kementerian Kesehatan.

Dalam arah perbaikan gizi masyarakat, katanya, perlu perbaikan pola konsumsi makanan yang sesuai gizi seimbang, perbaikan perilaku sadar gizi, aktivitas fisik, dan kesehatan. Juga, peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi sesuai kemajuan ilmu dan teknologi,  serta peningkatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi.

“Diperlukan dukungan semua pihak ya untuk penguatan pemberdayaan masyarakat untuk mencegah masalah gizi dan perbaikan gaya hidup.”

Pedoman gizi seimbang yang dianjurkan Kemenkes dalam satu kali makan adalah satu per enam lauk pauk, satu per enam buah-buahan, dua per enam makanan pokok, serta dua per enam sayuran. Pembagian ini biasa disebut dengan “Isi piringku.”

 

Permintaan sayuran organik meningkat di masa pandemi. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia
Singkong, salah satu sumber pangan yang banyak ditanam di Indonesia. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

******

 

Exit mobile version