Mongabay.co.id

Pupuk Organik, Banyak Manfaat tapi Sepi Peminat

 

 

Bagi Mujiono [52], memelihara kambing memberi keuntungan ganda. Kambing bisa dijual atau dagingnya dikonsumsi serta kotorannya dijadikan pupuk.

Setiap sore, petani dari Desa Bumi Sari, Kapahiang, Bengkulu, itu harus membersihkan kandang yang dihuni 15 ekor kambing tersebut. Dalam seminggu, Mujiono mengumpulkan tujuh karung kotoran kambing.

Kotoran tersebut, difermentasikan dengan campuran kompos daun, kapur dolomit, cairan gula merah, bakteri MA-11 untuk dijadikan pupuk organik.

“Lumayan, menghemat modal berkebun, tak perlu beli pupuk kimia yang mahal,” kata lelaki setengah baya itu kepada Mongabay Indonesia, awal Mei 2023.

Baca: Pilih Mana, Pupuk Kimia atau Pupuk Organik?

 

Pupuk organik hasil fermentasi kotoran kambing. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Ragam pupuk organik

Pupuk organik tidak hanya dihasilkan dari pupuk kandang yang berasal dari kotoran hewan ternak seperti kambing, sapi, kerbau, domba, kuda, kelinci, dan ayam. Namun, banyak ragamnya.

Mengutip pertanian.go.id, ada sejumlah jenis pupuk organik lainnya, yaitu pupuk hijau, kompos, hayati, humus, serasah, organik cair, dan guano.

Pupuk hijau berasal dari tanaman atau tumbuhan hijau. Biasanya dari sisa panen. Adapun taman terbaik berasal dari kacangan-kacangan, sebab memiliki kandungan nitrogen yang cenderung lebih tinggi dibandingkan jenis lain, sehingga penyediaan hara lebih cepat.

Untuk pupuk cair, bisa terbuat dari urine ternak atau hasil fermentasi bahan-bahan organik seperti buah-buahan busuk dan bahan pupuk organik lain. Pupuk ini digunakan sebagai pelengkap dengan cara disemprotkan ke daun atau disiramkan pada permukaan tanah.

Sementara pupuk guano, dihasilkan dari kotoran kelelawar atau guano yang mengendap lama di dalam gua dan bercampur dengan tanah maupun bakteri pengurai.

Baca: Petani Ini Bikin Pupuk Cair Organik dari Kulit Pisang dan Daun Kelor

 

Kotoran kambing difermentasi untuk dijadikan pupuk organik. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Belum dimanfaatkan

Gusmaini, Periset PR Hortikultura dan Perkebunan OR Pertanian dan Pangan BRIN, menekankan penggunaan pupuk organik.

“Pupuk organik dan hayati tersedia di sekitar kita, tetapi masyarakat belum memanfaatkannya dengan baik,” ucapnya, pada Webinar Seri 2 Pendampingan Teknis Pemanfaataan Riset dan Inovasi Daerah dengan tema Pemanfaatan Mikroba untuk Efisiensi Penggunaan Pupuk Kimia di Lahan Pertanian dan Perkebunan, akhir Maret 2023 lalu.

Bahan organik bisa dari kotoran hewan dan limbah manusia berupa night soil. Sedangkan pada tanaman, dari akar batang, ranting, daun, dan buah. Bahan organik sangat baik untuk memperbaiki tingkat kesuburan tanah, baik dari sifat fisik, kimia, dan biologi.

“Apalagi Indonesia didominasi lahan masam, yang mempunyai karakteristik kesuburan  rendah.”

Potensi pengembangan pupuk organik di Indonesia, kata Gusmaini, cukup besar, karena tersedianya bahan baku lokal.

“Namun, belum dikelola baik, seperti limbah pertanian, limbah ternak, dan limbah rumah tangga.”

Selly Salma, Periset dari Organisasi Riset Pangan dan Pertanian BRIN menjelaskan, pupuk organik bisa berbentuk padat atau cair, dan berasal dari bahan organik yang telah melalui proses rekayasa biologis.

Kandungan utamanya adalah makanan mikroba. Kandungan lainnya berupa asam organik, enzim, dan vitamin dalam kadar rendah. Tentu, kualitasnya bervariasi tergantung bahan baku dan proses pengomposan.

Sedangkan pupuk hayati merupakan produk biologi aktif, terdiri mikroba yang telah teridentifikasi.

“Peran dan fungsi pupuk hayati, untuk meningkatkan kesuburan tanah melalui kemampuan hayati tanah yang berkelanjutan. Hal ini tentunya mengurangi polusi lingkungan yang disebabkan manufaktur pupuk dan penggunaan bahan kimia,” ujarnya.

Baca juga: Limbah Cair Rumah Tangga Dijadikan Pupuk Hidroponik, Bisakah?

 

Kotoran kambing ini dikumpulkan Mujiono untuk dijadikan pupuk organik. Foto: Ahmad Supardi/Mongabay Indonesia

 

Peluang pupuk organik?

Tulisan Suharwaji Sentana, UPT Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia BRIN, berjudul “Pupuk Organik, Peluang dan Kendalanya” pada Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan”, Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia di Yogyakarta, 26 Januari 2010 lalu, memaparkan bahwa pupuk organik, khususnya kompos, memiliki kualitas tidak konsisten. Tergantung bahan bakunya.

“Apalagi kalau kompos dibuat dari pupuk kandang, bisa bersifat racun bagi tanaman karena terdapat mineral tembaga dan seng,” tulisnya.

Bahkan, kompos bersifat ruah/bulky, sehingga diperlukan dalam jumlah besar. Untuk mengetahui efek pupuk organik terhadap tanaman biasanya diperlukan waktu yang lama.

Namun bukan berarti tak ada peluang, sebab kendala pupuk organik bisa diatasi dengan pengayaan unsur hara dan penambahan berbagai mikroba.

“Paling potensial, yaitu bahan baku tersedia sepanjang waktu, harganya murah. Adanya kemudahan proses pengomposan dan banyak manfaatnya.”

Peluang selanjutnya, semakin meningkat kesadaran petani akan bahaya residu pemakaian pupuk anorganik,

“Dengan begitu, peluang pemakaian pupuk organik semakin besar,” jelasnya.

Mengutip Katadata, Badan Pusat Statistik [BPS] mencatat impor pupuk Indonesia meningkat 30,01 persen dari tahun 2021 ke 2022. Pada 2022, tercatat 8,12 juta ton, padahal tahun 2021 sebesar 6,25 juta ton.

Impor pupuk Indonesia terbesar tahun 2021 berasal dari Kanada dengan volume 1,8 juta ton dengan nilai US$545,7. Diikuti Tiongkok [1,78 juta ton] senilai US$525 juta, lalu Mesir [1,13 juta ton] senilai US$91 juta, serta Belarusia [905 juta ton] senilai US$268 juta.

 

Exit mobile version