Mongabay.co.id

Saat Musim Berlimpah, Olahan Durian Ini Bisa Jadi Pilihan

 

 

Durian merupakan buah yang banyak diburu masyarakat Indonesia. Hal ini tak mengherankan karena sebutannya sebagai rajanya buah.

Ketika musimnya datang, jumlahnya yang berlimpah berlimpah diikuti dengan menjamurnya pedagang. Kondisi ini juga terjadi di Kota Gorontalo, meski buah tersebut umunya dipasok dari sejumlah daerah tetangga.

Bagi sebagian masyarakat di Gorontalo, buah durian dimanfaatkan sebagai penganan khas agar bertahan lebih lama. Salah satu olahan yang terkenal adalah dompo [sebutan lainnya dampo]. Sepintas, olahan durian menjadi dompo ini mirip dodol.

“Dompo durian berbeda dengan dodol dan jarang dijual. Biasanya, hanya ada di rumah-rumah yang suka mengolah durian saat jumlahnya berlimpah. Keluarga saya yang biasa membuat dompo adalah nenek. Dompo bisa bertahan hingga berbulan,” kata Sutrisno Ilimulah, warga Gorontalo, kepada Mongabay Indonesia, Sabtu [20/05/2023].

Sutrisno kini merintis usaha durian, dengan memasok buah tersebut dari Sulawesi Tengah ke Gorontalo. Ia menjualnya dalam bentuk buah segar.

“Saya selalu terkenang olahan durian dompo buatan nenek, saat merantau sebagai mahasiswa dulu,” ujarnya.

Cara membuat dompo tergolong mudah. Bahan dasarnya buah durian dan sedikit gula, tanpa menggunakan tepung, yang kemudian dimasak hingga mengental. Inilah yang membedakan dompo dengan dodol durian.

“Dompo bisa menjadi solusi ketika buah durian melimpah dan berpengaruh pada turunnya harga di pasaran,” jelasnya.

Baca: Tidak Hanya Dimakan, Buah Durian Juga Bisa Dijadikan Bahan Masakan

 

Durian merupakan buah favorit bagi masyarakat Indonesia. Foto: Unsplash/Mufid Majnun/Free to use

 

Oleh-oleh

Selain di Gorontalo, olahan durian menjadi dompo juga banyak ditemukan di tempat lain di Sulawesi. Terutama, di daerah-daerah yang merupakan sentra durian; mulai dari Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah, lalu Polewali Mandar, Sulawesi Barat, hingga dompo yang terkenal di Kota Palopo, Sulawesi Selatan.

Ternyata, dompo dapat ditemukan di banyak tempat di Indonesia. Hanya saja, memiliki nama berbeda, yakni lempok [sebutan lainnya adalah lempuk].

Lempok durian ada di Kalimantan seperti Kota Samarinda, Pontianak, dan di Sumatera, seperti Palembang, Medan, Bengkalis, Jambi, Bengkulu, hingga Lampung. Di kota-kota ini, lempok sangat populer dan telah menjadi cara lain dalam menikmati buah durian sehingga banyak dijual dan dijadikan oleh-oleh.

Baca: Berbagi Durian dengan Gajah Sumatera

 

Buah durian yang dijual di Kota Gorontalo berasal dari daerah-daerah tetangga terdekat, salah satunya dari Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Foto: Christopel Paino/Mongabay Indonesia

 

Menjadikan lempok sebagai oleh-oleh tentunya menguntungkan petani durian dan para pelaku industri lempok. Namun, meski sudah dilakukan pengolahan dan pengemasan dengan baik, para pelaku usaha lempok masih menghadapi tantangan.

Ini yang terjadi pada pelaku usaha lempok durian di Kota Samarinda yang terungkap dalam penelitian berjudul “Kajian Persediaan Bahan Baku Industri Lempok Durian di Kota Samarinda”.

Dalam laporan tersebut terungkap, durian sebagai bahan bakunya cepat berubah rasa dan aromanya, sehingga para pelaku usaha harus berpikir keras. Untuk itu, cara yang diambil adalah dengan meningkatkan waktu penyimpanan dengan memasukkan durian ke lemari pendingin.

“Jika tidak ditangani serius, durian akan rusak dan para pelaku usaha lempok mengalami kerugian,” ungkap Mursidah, mahasiswa Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Mulawarman, dalam risetnya.

Baca juga: Menikmati Dampak Ganda Durian: Iya Buah, Iya juga Fungsi Ekologisnya

 

Dampo durian yang dibuat masyarakat Desa Wisata Permandian Air Panas Pincara, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Foto: Dok. Kemenparekraf

 

Penelitian lainnya yang mengambil lokasi di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, menjelaskan kendala berbeda dalam usaha lempok durian. Permasalahan tersebut adalah terbatasnya jumlah buah durian yang hanya berbuah setahun sekali.

Di lokasi tersebut, produksi lempok durian menggunakan tenaga pekerja paruh waktu, yang merupakan masyarakat sekitar rumah produksi atau tetangga yang menawarkan diri sebagai pekerja. Dalam proses pembuatannya, terdapat dua fungsi pekerja, yakni yang bertugas memisahkan isi buah dari biji, dan yang memasak adonan.

“Jika buahnya sedikit di pasaran dan harga terlalu tinggi, maka produksi olahan durian ini terbatas juga,” ujar laporan tersebut.

 

Exit mobile version