Mongabay.co.id

Sering Diremehkan, Ini Manfaat Pohon Jambu Mete bagi Lingkungan

 

 

Jambu mete atau jambu monyet [Anacardium occidentale] bukan buah yang difavoritkan banyak orang. Buah unik ini hampir tidak pernah hadir di meja makan atau di perjamuan. Maklum, rasanya cenderung sepat dan asam. Keberadaan pohonnya pun kerap di lahan gersang. Biasanya, jauh dari permukiman. Selain itu, tak jarang tumbuh di tanah berbatu yang terjal dan curam.

Namun, nasibnya tidak sebaik kacang mete yang sering disajikan pada perayaan hari-hari besar atau hari istimewa. Harganya pun cukup mahal. Kacang mete yang sudah diolah bisa mencapai Rp150 ribu per kilogram atau setara harga daging sapi.

Kini Amerika menjadi pengimpor terbesar kacang mete dan Vietnam menjadi negara pengekspor terbesar di dunia. Sementara Indonesia, merupakan satu dari sepuluh negara pengekspor terbesar kacang mete di dunia.

Baca: Jambu Mete yang Bukan Keluarga Jambu

 

Buah jambu mete muda. Foto: Pixabay/LoggaWiggler/Public Domain

 

Mengapa jambu mete disebut unik? Antara lain karena tanaman ini sesungguhnya berkerabat dengan mangga. Jadi bukan sejenis jambu atau kacang-kacangan. Disebut jambu karena buahnya memang mirip jambu air. Itupun bukan buah sebenarnya, melainkan tangkai buah yang membesar atau yang dikenal sebagai buah semu. Sedangkan buah sejati atau buahnya sendiri adalah yang kita kenal sebagai kacang mete.

Jambu mete dalam Bahasa Inggris dinamakan cashew apple, atau sering disingkat cashew. Bentuk dan warnanya memang mirip apel, dari kuning hingga merah. Nama cashew diambil dari Bahasa Suku Tupi Indian, acajou, yang lalu diserap ke dalam Bahasa Perancis.

Dalam buku The Complete Book on Cashew [Cultivation, Processing & By-Products], dijelaskan tanaman jambu mete asalnya dari Brasil. Kemudian oleh para pedagang Portugis dibawa ke Mozambik lalu India pada abad ke-16.

Awalnya tanaman ini dimaksudkan sebagai penahan erosi kawasan pesisir. Di negeri asalnya, jambu mete tumbuh di bagian timur laut dengan tingkat salinitas tinggi. Tidak banyak tanaman yang bisa tumbuh pada tanah dengan tingkat kadar garam tinggi. Tanaman ini kemudian menyebar terutama di daerah pesisir Afrika Timur, Madagaskar, dan semenanjung Malaysia, Amerika Selatan, Srilanka dan pesisir India.

Soal bagaimana tanaman ini menyebar ke banyak tempat, kita layak berterima kasih kepada gajah. Menurut buku itu, penyebaran tanaman jambu mete dibantu oleh satwa ini. Mereka tertarik makan jambu mete yang berwarna cerah beserta kacang metenya. Karena keras kacang mete ini keluar bersama kotoran lalu menyebar ke mana-mana.

Baca: Umbut Rotan yang Enak Dimakan

 

Jambu mete yang dinamai juga jambu monyet. Foto: Pixabay/suhasrawool/Public Domain

 

Mudah beradaptasi

Tanaman jambu mete merupakan tanaman tropis yang hijau sepanjang tahun. Jenis ini mampu beradaptasi di lingkungan beragam, mulai tanah lempung hingga berbatu. Tingginya bisa mencapai 6 meter, dengan diameter kerimbunan daun mencapai 8 meter. Cabang pohon ada yang menyentuh tanah, sehingga mampu menahan angin dan erosi jika tumbuh di pesisir.

Di kawasan pesisir berpasir, pohon jambu mete yang rimbun dan bercabang banyak lebih sering ditemukan. Sementara di tanah yang kehilangan unsur hara, jambu mete cenderung tumbuh tinggi.

Pertumbuhan akar pohon jambu mete tergolong istimewa. Pada umur 1,5 tahun, akar yang menghujam ke bawah dan menyebar ke samping panjangnya bisa dua kali panjang kanopinya. Akar yang tumbuh massif ini berguna bagi pohon agar tetap tercukupi air meski di musim kering yang panjang.

Kanopi yang terbentuk mengurangi penguapan air di tanah bagian atas tertutama saat musim kemarau. Dahannya yang rimbun juga membantu proses pemulihan tanah menjadi subur. Penelitian mengungkapkan, kandungan nutrisi makro dan mikro pada tanah yang ditumbuhi pohon jambu mete menjadi lebih tinggi. Sehingga saat dilakukan replanting, atau menanam dengan tanaman lain tidak memerlukan banyak pupuk.

 

Kacang mete yang lebih kita kenal ketimbang buahnya. Foto: Pixabay/ReadyElements/Public Domain

 

Di Indonesia, awalnya jambu mete digunakan sebagai tanaman untuk merehabilitasi lahan kritis. Buku terbitan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2007, memberikan informasi, tanaman ini mulai dikembangkan awal Pelita I yaitu 1970. Mulanya, jambu mete banyak ditanam di kawasan Indonesia Timur. Dari tahun ke tahun luas areal penanaman pun bertambah dan jambu mete bergeser menjadi tanaman komersial. Saat ini, NTT menjadi provinsi dengan areal tanaman jambu mete terluas di Indonesia.

Di masa depan peran pohon jambu mete bagi lingkungan bakal makin diperhitungkan. Salah satunya, kulit jambu mete yang selama ini dianggap kurang dipandang bisa dimanfaatkan antara lain menjadi biofuel.

 

Pohon jambu mete yang memiliki banyak manfaat. Foto: Pixabay/sarangib/Public Domain

 

Minyak hasil ekstraksi dari kulit kacang mete yang disebut Cashew Nut Shell Liquid [CNSL] bisa menggantikan berbagai produk yang terbuat dari minyak bumi. Menurut dokumen FAO, berat CNSL adalah 15 persen berat kotor kacang mete yang merupakan resin alami yang tahan panas tinggi. Bahan ini bisa digunakan pada sistem pengereman dan cat.

Sebuah penelitian membuktikan, pemakaian CNSL sebagai campuran bahan bakar [biodiesel] meningkatkan performa mesin, mengurangi emisi karbon monoksida, hidro karbon, dan asap. Penelitian lainnya menyimpulkan, campuran terbaik biodiesel ini didapatkan dari 20 persen CNSL dan 80 persen minyak diesel. Selain itu sisa kulit kacang mete ini juga bisa dimanfaatkan sebagai biobriket, yang dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.

 

Exit mobile version