Mongabay.co.id

Mimpi Produksi Udang 2 Juta Ton Dimulai dari Kebumen

 

Target mengejar produksi udang hingga dua juta ton pada 2024, terus dilakukan dengan berbagai cara oleh Pemerintah Indonesia. Salah satunya, dengan membuat tambak udang percontohan di Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah.

Peresmian kawasan tambak budi daya udang berbasis kawasan (BBUK) yang berlokasi di Desa Tegalretno, Kecamatan Petanahan itu sudah dilaksanakan pada Maret 2023. Dua bulan kemudian, panen parsial perdana berhasil dilaksanakan dengan hasil sebanyak 14,4 ton udang.

Lalu, pada Selasa (6/6/2023) panen parsial kedua kemudian dilaksanakan dengan dipimpin langsung oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono. Hasilnya, sebanyak 14 ton udang vaname (Littopenaeus vannamei) berhasil dipanen dari 28 petak tambak.

Pembeda dari panen perdana dan kedua, adalah jumlah ukuran per kemasan yang menjadi penjelas bahwa usia udang lebih muda atau tua. Pada panen perdana, udang berukuran 70 (size 40) atau per kemasan 1 kilogram berisi 70 ekor udang.

Kemudian pada panen parsial kedua, udang yang dihasilkan menjadi size 50 atau per kemasan 1 kg berisi 50 ekor udang. Ukuran tersebut menjelaskan bahwa semakin sedikit udang dalam kemasan 1 kg, maka semakin besar ukuran per ekor.

Hasil panen dua kali tersebut, kemudian diserap oleh para pelaku usaha, baik untuk digunakan sebagai suplai kebutuhan dalam negeri maupun sebagai suplai untuk kebutuhan luar negeri melalui kegiatan ekspor.

baca : KKP Kembangkan Budi Daya Udang Berwawasan Lingkungan, Ini Pesan Pakar Kelautan

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono (tiga dari kiri) melakukan panen 14 ton udang vaname (Littopenaeus vannamei) di tambak budi daya udang berbasis kawasan (BBUK) di Petanahan, Kebumen, Jateng, Selasa (6/6/2023). Foto : Humas KKP

 

Setelah dua panen dilalui, Sakti Wahyu Trenggono menyebut kalau pihaknya sedang menyiapkan panen raya yang akan menjadi puncak dari kegiatan budi daya di BBUK. Diharapkan, saat puncak tersebut, udang bisa dipanen dengan size 40.

Jika panen raya berhasil dilewati, diharapkan itu bisa menjadi bentuk percontohan produksi budi daya udang dengan berbasis kawasan. Selanjutnya, daerah atau pelaku usaha bisa melaksanakan replikasi metode serupa untuk kegiatan budi daya perikanan.

Kenapa BBUK disebut sebagai percontohan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)? Tidak lain karena kegiatan produksi budi daya di sana dilengkapi dengan instalasi pengelolaan air limbah (IPAL), water intake, ruang laboratorium, dan fasilitas lain yang ramah lingkungan.

Sebut saja, fasilitas tandon air yang berfungsi sebagai tempat penampungan air, petak pemeliharaan, gudang pakan, gudang sarana produksi, dan bangunan pasca panen. Khusus IPAL, fasilitas tersebut dibangun untuk potensi pencemaran karbondioksida dari air buangan pada tambak.

Total, ada 149 petak tambak dengan konsep modern dan dibangun di atas lahan seluas 60 hektare, dari total lahan 100 ha BBUK. Semua tambak melaksanakan produksi dengan menerapkan prinsip kerja Cara Budi daya Ikan yang Baik (CBIB).

“CBIB diterapkan untuk menjaga optimalisasi pertumbuhan udang, sehingga hasil panennya berkualitas dan punya daya saing tinggi di pasar,” ungkapnya di Kebumen.

Dengan cara tersebut, dengan bangga dia mengeklaim kalau BBUK adalah contoh tambak modern yang menjalankan produksi dengan tetap menjaga prinsip keberlanjutan lingkungan. Konsep tersebut harus bisa ditiru oleh semua tambak yang menjalankan kegiatan budi daya perikanan.

“Jadi, air limbah hasil produksi tambak akan dilarutkan dulu dengan cairan kimia untuk menghilangkan zat berbahaya. Sehingga, saat air dialirkan ke laut, sudah dalam kondisi layak dan bersih,” tambahnya.

baca juga : Presiden Jokowi Resmikan Tambak BUBK Kebumen Ramah Lingkungan, Bakal Direplikasi ke Daerah Lain

 

Tambak budi daya udang berbasis kawasan (BBUK) di Petanahan, Kebumen, Jateng, Selasa (6/6/2023). BBUK ini merupakan proyek percontohan budi daya udang komprehensif dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Foto : Humas KKP

 

Tegasnya, dia berharap Kebumen bisa menjadi inspirasi bagi semua daerah di seluruh Indonesia untuk bisa melaksanakan kegiatan budi daya perikanan dengan tetap menjaga keseimbangan antara prinsip ekonomi dan ekologi.

Trenggono menyebut, salah satu faktor kenapa banyak tambak tradisional mengalami kegagalan produksi dan berujung pada kebangkrutan usaha, adalah karena tidak ada perhatian pada faktor keberlanjutan lingkungan.

“Jadi, yang penting produksi pertama berhasil dilaksanakan dan meraih untung besar. Namun tidak diperhatikan, bagaimana cara agar produksi dan keberhasilan bisa berulang di tempat yang sama,” jelas dia.

Sebagai tambak udang modern dengan basis kawasan, BBUK juga menjadi percontohan di Indonesia karena seluruh tenaga kerja diambil dari penduduk lokal. Itu berarti, warga di Kebumen dan sekitarnya diberdayakan dengan maksimal untuk terlibat dalam produksi.

Hal itu diakui oleh Imam Santoso yang sudah bekerja sejak awal 2023. Pria berusia 30 tahun itu bekerja di bagian feeder yang salah satunya bertugas untuk melaksanakan kegiatan panen hingga dibawa ke gudang sortir.

Dia merasa betah bekerja, karena gaji yang didapat juga sangat memadai dan bisa membantu perekonomian keluarga. Karena itu, dia berharap kegiatan produksi bisa terus berjalan baik dan lancar hingga waktu-waktu mendatang.

Untuk menjalankan produksi, BBUK juga mendatangkan para pekerja dari Balai Besar Perikanan Budi daya Air Payau (BBPAP) Jepara. Salah satunya, adalah Rizky Widiantoro, pemuda berusia 26 tahun yang berasal dari Madiun, Jawa Timur.

baca juga :  Komoditas Udang Nasional, Dikejar Target dengan Konflik Tak Berujung

 

Presiden Jokowi saat meresmikan tambah Budiday Udang Berbasis Kawasan (BUBK) Kebumen, Jawa Tengah, Kamis (9/3/2023). Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Selain di Kebumen, Pemerintah juga tengah menyiapkan pembangunan tambak budi daya udang modern ramah lingkungan seluas 1.800 ha di Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Tambak ini menjadi tambak udang terintegrasi yang menghubungkan sektor hulu hingga hilir.

Pembangunan di Waingapu akan meniru konsep dan metode tambak modern di BBUK Kebumen. Selain itu, direncanakan juga akan dibangun industri turunan untuk pengolahan udang, baik untuk pangan atau farmasi. Dengan demikian, kesuksesan di BBUK akan menjadi kunci kesuksesan serupa di Waingapu.

 

Koreksi Target

Meski demikian, walau saat ini berbagai cara diuji coba agar produksi udang bisa terus meningkat dan diulang dengan tetap ramah lingkungan, Menteri Kelautan dan Perikanan tetap mengakui kalau target 2 juta ton pada 2024 akan sulit dicapai.

Sebabnya, karena ada banyak faktor yang memengaruhi kuantitas produksi tidak bisa mencapai dalam jumlah banyak. Faktor utamanya adalah karena banyaknya tambak berhenti produksi dan masuk dalam proyeksi potensi produksi udang.

Selain itu, produksi juga dilaksanakan melalui praktik terbaik yang harus diikuti sesuai dengan CBIB. Semuanya harus diikuti dan tidak boleh ada yang dilanggar dengan alasan apa pun. Dengan demikian, produksi terjaga dan antisipasi terhadap penyakit juga bisa dilakukan.

“Apa yang terjadi karena kita careless. Dibutuhkan level atau keseriusan yang tidak boleh main-main,” tegas dia.

“Tidak apa-apa, saya akan koreksi lagi potensinya. Jadi, memang tidak sesuai jumlah tambak yang ada saat ini. Namun Pemerintah lupa bahwa tidak semuanya bisa untuk melaksanakan produksi,” tambah dia.

Akan tetapi, Trenggono tetap optimis produksi nasional bisa terus meningkat kuantitas dan kualitas bersamaan, karena sudah dimulai dengan inisiasi percontohan di BBUK. Jadi, semua daerah diharapkan bisa segera memulai produksi sendiri dengan cara berkelanjutan.

“Pesan pentingnya adalah, udang ini salah satu komoditi strategis yang harus bisa jadi andalan Indonesia ke depannya. Bersama dengan lobster, tilapia, rumput laut, dan kepiting,” paparnya.

perlu dibaca : Target Produksi Udang 2024 dan Masalah Dasar Perikanan Budi daya

 

Para bekerja tengah memberikan pakan udang di tambak Budi daya Udang Berbasis Kawasan (BUBK) di Kebumen, Jawa Tengah. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Direktur Jenderal Perikanan Budi daya KKP Tb Haeru Rahayu pada kesempatan sama mengakui kalau produksi dua juta ton masih sulit digapai pada 2024. Namun dia optimis pada 2025 atau 2026 target itu bisa dicapai.

Salah satunya, karena pembangunan BUBK sudah berjalan baik dan menghasilkan panen yang diharapkan. Kehadiran sarana produksi tambak tersebut diakuinya memang menjadi sasaran antara untuk produksi udang nasional.

Itu kenapa, Pemerintah Indonesia sudah menyiapkan rencana produksi dengan lahan lebih luas yang diharapkan bisa menghasilkan kuantitas dan kualitas sama bagusnya di Waingapu. Sementara, produksi di BBUK bertujuan untuk menjadi pemodelan (modelling) tambak yang ramah lingkungan.

“BUBK bukan untuk memproduksi udang sebanyak-banyaknya, tapi kita membuat model yang betul-betul sesuai dengan best practices, yang harapannya bisa dicontoh atau di-copy paste oleh stakeholder,” bebernya.

Sebagai informasi, pembangunan tambak budidaya udang berbasis kawasan di Kebumen merupakan kerja sama Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, masyarakat, dan pemangku kepentingan. Desain dan tata letak pembangunan tambak memperhitungkan hal-hal terkait kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim.

BBUK diresmikan oleh Presiden RI Joko Widodo pada 9 Maret 2023. Tambak modern tersebut dibangun dengan biaya dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) senilai Rp175 miliar. Pembangunan sarana dan prasarana masih akan terus dilakukan sampai maksimal.

baca juga : Udang Indonesia di Lingkaran Kuantitas, Kualitas, dan Keberlanjutan Lingkungan

 

Pekerja tengah melaksanakan tugasnya tambah udang BUBK Kebumen, Jawa Tengah. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Permasalahan Mendasar

Beberapa waktu lalu, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan mengakui kalau target dua juta ton produksi udang pada 2024 adalah target sangat ambisius yang sulit diwujudkan oleh Indonesia.

Menurut dia, jika produksi udang secara nasional dilakukan dengan cara yang benar melalui terobosan dan inovasi, maka angka dua juta menjadi realistis pada 2024. Namun, pada kenyataannya masih ada kekurangan mendasar yang belum disentuh oleh KKP.

Masalah mendasar tersebut berkaitan erat dengan proses produksi udang, seperti ketiadaan peta detail tambak, status lahan tambak, dan kondisi saluran air yang tidak berfungsi. Ketiga masalah tersebut harus bisa dicarikan jalan keluar dengan baik.

Tiga masalah itu muncul, karena didasarkan pada fakta bahwa hingga saat ini Indonesia belum memiliki peta detail tambak untuk keperluan manajemen dan kegiatan teknik pada tingkat budi daya perikanan.

“Harus ada perubahan dan reformasi program budi daya perikanan, jika ingin mencapai target produksi yang ditetapkan,” ungkapnya.

Menurut Abdi Suhufan, jika KKP hanya melakukan intervensi sebatas pada penyediaan atau bantuan sarana dan prasarana yang diperlukan seperti benih, pintu air, dan genset, maka itu tidak bisa mendorong peningkatan angka produksi dengan signifikan.

“Sebab, masalah inti budi daya lebih kompleks dari sejumlah bantuan tersebut,” tambahnya.

Sementara, Peneliti DFW Indonesia Subhan Usman menyebut bahwa mayoritas saluran air pada tambak tradisional masih kurang berfungsi dengan baik, karena hampir tidak pernah ada program irigasi secara khusus.

Menurut dia, kegiatan rehabilitasi saluran yang ada selama ini lebih banyak dilakukan dengan mengeruk saluran tanpa melakukan perbaikan tata letak. Padahal, saluran air menjadi sangat vital dan bisa mencapai 80 persen keberhasilan faktor produksi.

“Akibatnya, banyak tambak yang akhirnya mengalami pendangkalan, keterbatasan mendapatkan suplai air, dan sangat rawan terserang penyakit udang,” terang dia.

Selain faktor infrastruktur tambak, hal lain yang juga dinilai menjadi masalah, adalah keberadaan alat penilaian atau sertifikasi untuk kegiatan budi daya perikanan yaitu CBIB. Alat tersebut dinilai belum dijalankan dengan serius dan disiplin.

“Tingkat adopsi dan penerapan CBIB oleh pembudi daya masih rendah, dan KKP hanya mengejar jumlah sertifikat yang dikeluarkan,” terangnya.

Padahal, untuk bisa menerbitkan sertifikat CBIB, diperlukan monitor dan pengecekan 18 item yang menjadi dasar penilaian oleh KKP. Semua itu harus dilakukan dengan sangat ketat dan di bawah pengawasan yang ekstra baik.

“KKP perlu melakukan evaluasi terhadap sertifikasi CBIB agar betul-betul diterapkan bukan hanya prosedural administrasi dan persyaratan di atas kertas,” pungkasnya.

 

 

Exit mobile version