Mongabay.co.id

Perkenalkan Bhukhere, Alat Tangkap Ikan Tradisional Masyarakat Sentani

 

 

Masyarakat di Papua dikenal memiliki beragam tradisi dan budaya unik dalam mengelola sumber daya alam. Salah satunya, seperti dipraktikkan oleh masyarakat Sentani yang menghuni pinggiran Danau Sentani, terutama dalam hal menangkap ikan yang telah dilakukan turun temurun.

Praktik menangkap ikan dengan cara tradisional itu disebut bhukhere.

Danau Sentani merupakan danau terluas di Papua dengan luas 9.360 hektar, terletak di ketinggian 85 mdpl dan berkedalaman air sekitar 75 meter. Danau Sentani juga unik; satu-satunya danau yang terbentuk akibat aktivitas tektonik berupa landslide dam.

Dalam buku berjudul “Jejak Kehidupan Prasejarah di Sentani” yang ditulis Santi Tuu, dkk [2021], dijelaskan teknik menangkap ikan dengan cara tradisional ini dilakukan dengan menancapkan daun sagu di pinggiran pantai atau pesisir secara melingkar.

Lingkaran tersebut berisi pelepah sagu, ranting-ranting kayu, serta daun-daun yang ada di sekitar danau, kemudian disusun dari dasar hingga permukaan air.

“Masyarakat setempat biasanya mengecek beberapa bulan sekali untuk mengambil ikan, lalu menggantinya dengan daun-daun baru. Cara ini dapat bertahan hingga bertahun,” ungkap para penulis buku.

Baca: Sedimentasi di Danau Sentani, Melihat Wajah Jayapura yang Sedang Kritis

 

Danau Sentani, danau terluas di Papua. Memiliki kekayaan ragam hayati dan penting untuk sosial ekonomi masyarakat. Foto: Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia

 

Warisan budaya tak benda

Bhukhere telah didaftarkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Mengutip situs warisan budaya, bhukhere merupakan peralatan tradisional orang Sentani yang memiliki fungsi sebagai tempat atau sero untuk menangkap ikan.

Bhukhere berbentuk lingkaran dengan bahan utama tiang kayu yang banyak terdapat di sekitar Danau Sentani seperti kayu sowang. Bagi masyarakat adat Ayapo, di Sentani Timur, pembuatan alat tangkap ini bisa dilakukan oleh kepala suku dan masyarakat di wilayah ulayat mereka.

Baca: Kayu Sowang Tumbuhan Asli Pegunungan Cyclops, yang Kini Terancam Punah

 

Bhukhere, alat tangkap ikan secara tradisional masyarakat Sentani. Foto: Screenshot youtube JERAT Papua

 

Dijelaskan lagi, bhukhere akan tampak sempurna jika dilengkapi semacam sarana ikan untuk bermain berupa ranting atau pelepah sagu. Ini bertujuan sebagai media untuk mendatangkan berbagai organisme air, seperti lumut dan tumbuhan lainnya yang memenuhi bhukhere.

Kondisi tersebut didesain sedemikian rupa sehingga area lingkar bagian dalam bhukhere tampak teduh terutama pada siang hari. Diharapkan, ikan menetap dan memakan berbagai jenis organisme yang ada.

Menariknya, sebelumnya ada sebuah keunikan dalam praktik penangkapan ikan ini. Setelah selesai membuat bhukhere, dilakukan ritual untuk mamanggil ikan oleh orang-orang khusus yang mempunyai kemampuan yang sudah dipatenkan oleh masyarakat dari komunitas adat.

Orang yang mempunyai kemampuan itu disebut Kabulo. Tidak hanya itu, untuk mendapatkan ikan yang banyak di bhukhere, juga ada pantangan bagi si pemanggil ikan, yaitu dilarang memakan beberapa jenis ikan yang sudah diatur berdasarkan ketentuan adat.

Sebagai sebuah tradisi dan budaya, fungsi bhukhere dalam kehidupan masyarakat Sentani antara lain; terlihatnya sistem gotong royong dalam kehidupan masyarakat, menjaga hubungan manusia dengan alam, serta terdapat ketaatan masyarakat Sentani pada adat istiadatnya.

Baca juga: Sejak 1974, Pari Gergaji Sentani Tidak Terlihat Lagi

 

Ikan hasil tangkapan dari bhukhere di Danau Sentani. Foto: Screenshot Youtube JERAT Papua

 

Penggunaan daun, pelepah sagu atau ranting dalam menangkap ikan seperti halnya pada bhukhere ternyata berfungsi sebagai atraktor. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Roza Yusfiandayani, diterbitkan pada Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan, disebutkan bahwa aktraktor yang banyak digunakan berupa daun-daunan alami.

Nelayan tradisional memilih daun-daun alami sebagai atraktor, dikarenakan jauh lebih murah dibandingkan menggunakan atraktor buatan.

“Daun alami yang banyak digunakan sebagai atraktor adalah dari famili Cycadaceae seperti daun kelapa [Cocos nucifera], nipah [Nypa fructican], pinang [Areca catechu], dan sebagainya,” tulis Roza dalam penelitiannya.

Bahkan pada penangkapan ikan di laut dalam maupun laut dangkal yang menggunakan rumpon, biasanya juga menggunakan atraktor berbahan alami seperti daun kelapa.

Beberapa fungsi atraktor dari bahan alami yang ada pada rumpon, seperti halnya bhukhere, di antaranya sebagai tempat berteduh bagi beberapa jenis ikan tertentu, sebagai tempat mencari makan ikan tertentu, sebagai substrat untuk meletakkan telur bagi jenis-jenis ikan tertentu, serta sebagai tempat berlindung dari predator.

 

Exit mobile version