Kayu Sowang Tumbuhan Asli Pegunungan Cyclops, yang Kini Terancam Punah

Pernah mendengar kayu sowang (disebut juga kayu suwang)? Kayu dengan nama latin Xanthosthemon novaguineense Valeton, ini adalah tumbuhan yang merupakan kayu endemik, hanya akan ditemukan di Papua. Salah satu kawasan yang sering dijumpai kayu sowang adalah pegunungan Cyclops, yang membentang dari Kota Jayapura hingga Kabupaten Jayapura.

Namun, kayu sowang kini terancam punah. Pemanfaatan kayu sowang untuk dijadikan arang dalam bisnis rumah makan yang tersebar di Kota dan Kabupaten Jayapura, diduga menjadi penyebab utamanya. Selain itu, dampak dari pembangunan kota juga disebut semakin membuat kayu sowang terancam di pegunungan Cyclops.

“Arang dari kayu sowang itu kualitas terbaik dan bisa digunakan berkali-kali. Pedagang merasa untung jika memakai kayu arang dari sowang dibandingkan tempurung,” kata Sri Wilujeng, peneliti kayu sowang saat dihubungi Mongabay Indonesia (8/6/2017).

Sri Wilujeng kini akademisi pada program studi Ilmu Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti, Bandung, Jawa Barat. Saat melakukan penelitian kayu sowang, ia adalah staf pengajar program studi pendidikan Biologi, di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (Mipa) Universitas Cendrawasih, Papua.

Sri Wilujeng tidak sendirian. Ia bersama dengan Maikel Simbiak, juga staf pengajar Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Cendrawasih, pada tahun 2015 menulis jurnal dengan judul “Karakterisasi morfologi Xanthosthemon novaguineensis Valeton (Myrtaceae) dari Papua”.

Hasil studi memperlihatkan bahwa kayu sowang tergolong kayu yang tahan terhadap serangan perusak kayu; yakni rayap tanah, penggerek kayu di laut, cendawan pelapuk putih dan cendawan pelapuk cokelat.

Ketika diwawancarai Mongabay Indonesia, Sri Wilujeng menyebut bahwa kayu sowang memiliki kemampuan tahan terhadap api atau kebakaran. Namun hal itu tidak sebanding dengan kemampuan regenerasi kayu sowang yang rendah. Dalam studinya, Sri Wilujeng mencatat daerah habitat tumbuhan sowang di Jayapura adalah pegunungan Cyclops, tetapi sowang tumbuh tidak merata di pegunungan tersebut.

Kayu sowang hanya tumbuh di sisi barat, selatan sampai timur pegunungan Cyclops. Di kawasan ini sowang ditemukan tumbuh pada ketinggian 15-450 Mdpl.

“Kayu sowang banyak dijumpai di kaki pegunungan Cyclops atau daerah penyangga cagar alam. Sebaran yang ada di kaki gunung Cyclops ini menjadi daerah yang bebas untuk dirambah oleh masyarakat.”

 

Penelitian Kayu Sowang

Penelitian Sri Wilujeng dilakukan dengan pendekatan standar penelitian flora melalui studi eksploratif dan juga studi pustaka. Lokasi penelitiannya dilakukan di sekitar kawasan pegunungan Cyclops, yakni di Kamp Walker, Buper-Waena di Kota Jayapura dan Doyo Baru serta Wambena di Kabupaten Jayapura.

Sri Wilujeng dan Maikel Simbiak, dalam jurnal tersebut menjelaskan bahwa Xanthostemon merupakan salah satu marga dalam famili tumbuhan Myrtaceae atau jambu-jambuan yang ditemukan dalam bentuk semak dan pohon. Hingga saat ini telah diketahui sebanyak 45-50 spesies Xanthostemon yang tersebar di Kaledonia Baru, Australia, Kepulauan Solomon, Papua Nugini, Indonesia dan Filipina dengan pusat keanekaragaman di Kaledonia Baru.

Dijelaskannya, walaupun merupakan marga dengan persebaran yang luas, untuk tingkat spesies umumnya memiliki persebaran terbatas sehingga banyak spesies Xanthostemon bersifat endemik pada daerah di mana spesies-spesies tumbuhan ini ditemukan.

 

Tumbuhan sowang yang memperlihatkan perawakan yang berbeda. Tegakan (kiri) dan semak (kanan). Sumber foto: penelitian Wilujeng, S & Simbiak, M, 2015

 

Di Indonesia hingga saat ini tercatat lima jenis yaitu Xanthostemon confertiflorus, Xanthostemon natunae, Xanthostemon petiolatus, Xanthostemon verus, dan Xanthostemon novoguineensis. Spesies yang disebutkan terakhir merupakan satu-satunya spesies Xanthostemon yang hingga saat ini baru dilaporkan dari Papua.

“Masyarakat adat di sekitar pegununan Cyclops menyebut pohon ini dengan nama kayu sowang.”

Dalam jurnal disebutkan bahwa secara tradisional masyarakat asli yang mendiami kawasan pegunungan Cyclops mengenal dua jenis tumbuhan sowang yaitu sowang putih dan sowang hitam. Dari hasil pengecekan terhadap kedua macam tumbuhan sowang ini diketahui bahwa sowang putih adalah spesies yang berbeda yaitu Gordonia papuana dari famili Teaceae, sedangkan yang dikenal sebagai sowang hitam adalah Xanthostemon novoguineensis.

Gordonia papuana sendiri tergolong kayu keras dan berdasarkan peta distribusi di Papua Nugini merupakan spesies yang tersebar luas karena mampu mengkoloni area ekologis yang lebih luas hingga daerah ketinggian.

Menurut Sri Wilujeng, sowang saat ini masih dapat dijumpai namun dalam bentuk perawakan semak. Sedangkan dalam bentuk tegakan sangat jarang dijumpai. Penyusutan populasi sowang di habitatnya akibat aktifitas antropogenik dan faktor bioekologis di mana sowang memiliki tempat tumbuh yang spesifik.

“Kalau misalkan ada yang melihat sowang masih banyak, itu harus dipastikan sowang yang mana dulu. Kemungkinan yang ada sowang sekarang di daerah yang tidak berdampak pembangunan.”

“Untuk kayu sowang dengan nama Xanthosthemon novaguineense ini belum pernah lihat dan dengar ada di tempat lain. Ini satu-satunya di pegunungan Cyclops. Jadi memang endemik dan penyebarannya terbatas,” tegas Sri Wilujeng.

Sementara itu, jika dicari dalam daftar IUCN (The International Union for Conservation of Nature), tidak akan ditemukan keterangan mengenai kayu sowang. Padahal kata Sri Wilujeng, status kayu tersebut sangat terancam kepunahannya.

“Selama saya buka IUCN, kayu sowang tidak terdaftar. Padahal kayu ini banyak dieksploitasi dan regenerasinya sulit sekali.”

Bagi masyarakat adat yang mendiami kawasan pegunungan Cyclops, kayu sowang memainkan peran penting dalam kehidupan tradisional mereka. Pemanfaatan kayu sowang secara tradisional oleh masyarakat berhubungan dengan kegiatan ritual, pembuatan senjata tradisional, perkakas rumah, tiang pagar, tiang rumah, dan sebagai kayu bakar.

Selain itu, masyarakat yang hidup di pesisir pantai menggunakan kayu sowang sebagai tiang-tiang penyangga rumah karena kualitas kayunya termasuk dalam kategori kayu yang tahan terhadap penggerek kayu di laut. Semakin direndam atau terkena air, kayu sowang semakin keras.

“Tapi masyarakat pendatang ini yang kadang-kadang mengambil kayu sowang untuk kepentingan ekonomi mereka.”

Amos Ondi, 75 tahun, Ondoafi atau kepala suku di kampung Sereh, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura, mengatakan bahwa bagi masyarakat adat tidak sembarang mengambil kayu sowang. Mereka mempunyai zona ekologi tradisional yang telah diatur berdasarkan adat. Pada saat mengambil kayu, sudah diketahui mana yang boleh diambil dan mana yang dilarang.

“Mengambil kayu sowang untuk membangun tiang rumah atau membuat perahu itu tidak sembarang. Harus melalui proses aturan adat dan tetap menjaga pegunungan Cyclops,” ungkap Amos.

 

Sumber literatur: 

Sri Wilujeng & Maikel Simbiak. 2015. Karakterisasi Morfologi Xanthostemon novoguineensis Valeton (Myrtacea) dari PapuaProsiding Seminar Nasional Masyarakat Biodiversity Indonesia. Volume 1, Nomor 3, Juni 2015.

Artikel yang diterbitkan oleh
, , , , ,